Rabu, 29 Agustus 2012

Meminang Rasa


serupa serdadu yang bergumuruh bak perang
mungkin begitu juga riak hati yang berdawai

liuk-meliuk melilit jiwa
di atas pangkuan senja berwajah merah
terpampang semangko rasa

*Dimuat di Harian Medan Bisnis, 12 Agustus 2012

Rabu, 15 Agustus 2012

Keindahan Jatuh Dari Cinta

Judul Buku : Jatuh Dari Cinta
Penulis        : Benny Arnas
Cetakan      :  2011
Tebal           : 216 Halaman
ISBN          : 978-602-8458-42-2
Penerbit      : Grafindo

            Tak ada habisnya jika membicarakan tentang cinta. Begitu luas dan mendalam untuk kita menafsirkan apa itu cinta. Tapi, tema sederhana inilah yang berhasil diramu Benny Arnas dengan cara dan rasa yang tentunya berbeda. Cerita-cerita orang yang sedang mabuk kepayang karena jatuh dari cinta terbingkai indah dalam judul “Jatuh Dari Cinta”. Buku ini merupakan buku tunggalnya yang ketiga setelah Bulan Celurit Api (Koekoesan, 2010) dan Meminang Fatimah ( Manuskrip, 2009).
Benny Arnas memandang dan mengartikan cinta dari sudut pandang yang berbeda. Ini jelas terlihat dari tiap cerpen yang terangkum di dalam buku ini. Benny mampu menghanyutkan pembaca dalam aliran sungai dengan kepiawaiannya bercerita. Lantas, membuatnya jatuh ke tebing jurang.
Lihat saja! dengan pembukaan cerpen yang berjudul “Natnitnole”. Dari judul saja telah membuat pembaca penasaran dan segera ingin membacanya. Keunikkan dari cerita ini  karena menggunakan sudut pandang orang pertama (aku) untuk keempat tokoh sekaligus. Menceritakan tentang keluarga. Tokoh Papa berselingkuh dan suka memukul Mama, akan tetapi cintanya Mama tak pernah memudar sampai perpisahan terjadi. Sangat miris sekali saat tokoh anak-anak muncul sebagai korban dari kekerasan dalam rumah tangga. Di penghujung cerita kita disentak, ternyata Papa main tenung. Papa mendatangi dukun dan menyatakan keinginannya untuk kembali.
Dalam cerita ini Benny Arnas menilai cinta ibarat bunga Natnitnole. “Makin remuk mahkota dan kelopaknya, makin menyebarlah bau-bau harum yang bersumber dari kotak sarinya yang pecah. Makin hancur bunga itu, makin semerbak wanginya. Makin dibunuh cinta itu, makin hiduplah ia.” ( halaman 12)
Selanjutnya, cerita yang dibungkus dengan judul “Keluarga Sempurna”. Cerita ini masih menceritakan tentang kehidupan keluarga. Konflik yang terjadi lebih condong ke konflik batin. Seorang suami yang merasa tak tenang atas ketaklaziman dalam mengarungi bahtera rumah tangga bersama istrinya. Karena istrinya tak pernah marah ataupun mengeluh pada dirinya.
“Bayangkanlah. Aku adalah suami dengan keluarga kecil yang SE-LA-LU bahagia. Isriku tak pernah marah. Ia tak pernah mengeluh kalau uang belanja kurang. Tak pernah ada piring terbang di dapur. Tak juga pernah ada repetan tak henti bila si buah hati merengek di tengah malam…” (halaman 115)  
Ending cerita cukup mengangetkan, ternyata sang istri juga merasakan hal yang sama yaitu ketaklaziman dalam kehidupan bahtera rumah tangganya. Sehingga, sang istri mendaftarkan gugatan perceraian atas kesempurnaan dalam berumahtangga. Tapi, yang lebih mengejutkan anak semata wayang mereka meninggal dunia karena korban dari ketaklaziman ini.
 Cerpen penutup berjudul “Kepada Pengantin Baru”. Cerita yang berisi nasihat-nasihat untuk pengantin baru. Agar dapat menaklukkan segala hambatan dan rintangan dalam melayarkan samudera bahtera rumah tangga. Karena nantinya akan ada badai yang menghantam. Sampai akhirnya anak-anak mereka tumbuh besar.
Ada 15 cerpen di dalam buku ini. Tentunya, dengan cerita tentang cinta yang berakhir bahagia maupun dramatis. Buku ini sangat cocok untuk dibaca bagi Anda yang ingin menikmati betapa indahnya jatuh dari cinta.
Penulis mahasiswi bahasa sastra Indonesia UMN Al-washliyah Medan dan bergiat di Komunitas Pencinta Membaca dan Berkarya (KOMA Medan).

*Resensi ini dimuat di Harian Medan Bisnis, 29 April 2012