Minggu, 25 September 2016

Keruntuhan Prinsipil Horror




Horror & Prinsipil
Horror itu selalu berkaitan dengan hantu berwajah serem plus dengan bakcground music yang cukup mencekap sanubari loe yang terdalam. Lalu berbagai perasaan pun muncul entah dari mana, membuat loe merinding ketakutan atau menjerit histeris kagak jelas. Loe pun akan berkelakuan absurd dengan menengok kiri-kanan dan belakang loe yang sebenarnya kagak ada apa-apa. Dan ketika loe melihat ke depan, muncul lah sesosok wajah menyeramakan itu tepat di depan layar leptop atau tipi loe. Loe pun buru-buru menarik selimut, menutupi sekujur tubuh loe.  

Kelakuan gue saat nonton horror

Parahnya lagi, gue itu tipikal orang yang setiap kali usai nonton drama atau film sangat susah move-on nya. Kan  gawat tuh jika para hantu membayangi hidup gue yang sudah cukup rumit ini. Akhirnya, gue tak punya cukup energi untuk menonton genre horror. Lalu, gue memutuskan untuk berprinsip bahwa GUE TIDAK AKAN PERNAH NONTON HORROR! Bahkan gue pernah menulis sebuah postingan bisa dilihat dalam artikel Antara Sinetron (Indonesia) dan Drama (Korea)  , kalau gue menyukai segala jenis genre drama atau film, kecuali satu HORROR!  

Awal keruntuhannya Prinsipil

Namun, prinsipil gue yang kokoh itu seketika runtuh bagaikan susunan menara oleh sang ratu drama romcom, Gong Hyo Jin dan pesonanya So Ji Sub plus Seo In Guk dalam drama The Master’s Sun. Awalnya gue dilema besar antara YES or No. Parahnya lagi,  saat gue sudah berhasil mengumpulkan semua energi dan mempersiapkan hati. Gue malah harus melihat Gong Sil berlari ketakutan menuju kamarnya paling atas. Sumpah! hati gue drop, energi gue terkuras habis. 

Lalu apakah gue berhenti? Tidak, gue tak gentar. Gue terus menonton Master’s Sun sampai tamat dengan memegang teguh prinsip gue bahwa “Segala sesuatu yang sudah dimulai harus diselesaikan sampai akhir.” Dan dimulai lah karier tontonan drama horror gue dari sini.

Tidak Selamanya Horror Itu Menyeramkan

 si hantu kopi

Horror itu tidak selalu identik dengan yang namanya ‘serem’. Meskipun hantu-hantu di Master’s Sun itu cukup menyeramkan, namun ada juga hantu yang bertingkah konyol, yang dapat menerbitkan secuil senyuman diwajahmu yang tegang. Misalnya, hantu kopi yang kerjaannya selalu minta kopi pada Gong Sil, hantu tong sampah yang menjadi tempat mediasi antara Gong Sil dan Joong Won.
Seo In Guk dikelilingi hantu

Si Joong Won mau memberikan kalung sebelum ia pergi ke Cina. Entah kenapa Joong Won tidak punya nyali tuk memberikan kalung itu secara langsung. Jadi kalung itu diletakkan dan dititipkan Joong Won kepada si hantu tong sampah. Hantu tong sampah pun menjaga kalung itu dengan baik hingga akhirnya sampai ke tangan Gong Sil dengan selamat. Setiap ada orang lain yang duduk di samping tong sampah, maka tutup tong sampah itu bergerak sendiri hingga orang yang duduk di situ pada kabur. Sejak kapan loe bisa mengubah hantu menjadi kurir bro?


Begitu juga dengan drama Oh My Ghost  dan Let’s Fight Ghost yang mempunyai hantu berwajah cantik, centil dan super galak. Dijamin loe bakalan terpesona.

Train To Busan  

Jika diawal tahun dunia pendramaan digemparkan dengan Descendats of The Sun, maka untuk dunia perfilman jatuh ke tangan Train To Busan. Film ini rilis July 2016 dan berhasil menyedot 10 juta penonton. Sungguh awalnya gue tak ada niatan untuk menontonnya karena film ini bertabur zombie. Entah kegilaan apa yang membuat gue nekad menontonnya.


Film yang berdurasi kurang lebih dua jam ini, terpaksa  gue selesaikan selama dua hari. Gila banget kan? Apalagi guling dan bantal gue yang tak tahu-menahu sudah jadi korban dari tindakkan anarkis gue. Parahnya, di saat energi gue terpuruk, tak ada satu pun orang di rumah yang mau nemani gue nonton. Terpaksa gue nekan tombol off dan langsung tidur berharap tidak bermimpi digigit zombie sambil berdoa “Ya Allah semoga esok ada yang mau nemani gue nonton.”

Alhamdulillah mamak gue yang berwajah bidadari, berhati malaikat bersedia nemani gue nonton plus dengan cemilannya. Mamak gue pun protes dengan tingkah absurd gue yang suka menjerit, ngomong, menggumal dan marah sendiri. “Takut tapi mau nonton.” sindir halus mamak gue. Dan memang itulah masalah dalam hidup gue selama ini. Analoginya seperti minum obat, pahit tapi harus diminum jika mau sembuh. Serem tapi harus ditonton, jika mau menghilangkan rasa penasaran.

“Yaelah masih sempat pakai tatap-tatapan segala. Emang loe pikir bisa jatuh cinta sama si zombie atau si zombie yang jatuh cinta sama loe.” Hey bung ini bukan waktunya romance tapi waktunya untuk lari!

“Hey bego jangan ke sana! ada zombie tau!” lalu emosi gue pun meninggi saat melihat sang tokoh utamanya, Seok Woo yang diperankan Goo Yoo  berjalan ke TKP zombie dan lama banget geraknya tuk lari.

“Cepat lari! Palli! Palli!” Dan gue mendadak berubah jadi Park Shi On yang suka bilang palli palli.

Lalu hati gue tersakiti tepat saat si zombie itu menggigit tangan Seok Woo. Ikut termehek-mehek saat anaknya Soo An menangis memanggil ayahnya yang meninggalkannya. Terenyuh saat Seok Woo mengingat kelahiran anaknya di detik-detik perubahan menjadi zombie. Gue pun tanpa sadar bertanya dalam hati, “Gue ini sedang nonton horror atau mellodrama sih?”


Menurut gue film Train To Busan bukan hanya sekadar bercerita tentang zombie tapi lebih dalam dari itu. Zombie itu hanya cover luarnya aja. Sesungguhnya di balik cover itu ada hal penting yang ingin disampaikan film ini kepada penonton yaitu, kepedulian terhadap sesama manusia. Hal ini terlihat dari karakter-karakter tokohnya.

Misalnya, Seok Woo yang awalnya sangat egois berubah menjadi orang yang peduli dengan orang lain. Soo An seorang anak yang sangat peduli dengan orang lain dan sopan terhadap orang yang lebih tua. Sung Kyung dan Sang Hwan sepasang suami istri yang baik hati serta tokoh lainnya. Tapi ada satu tokoh yang menyebalkan banget. Siapa dia? Lihat aja sendiri filmnya.
 Sebenarnya tadi gue ingin mereview film ini, namun entah kenapa isinya cuman melulu curhatan gue yang kagak penting. Nasihat gue terhadap yang mau nonton film ini, persiapkan mental dan jantung yang kuat aja ya, karena menonton Train To Busan sama seperti menaiki roller coaster yang mengaduk-aduk emosi loe.
  
Bonus:  
Film Train To Busan pertama kali di putar Mei 2015 di Cannes Film Festival 2016 yang menandakan bahwa film ini cukup berkualitas dan diakui di dunia perfilmian.

  senyum ceria ayah dan anak

Pemain Train To Busan di red carpet Cannes Film Festival Mei 2016

terus menebarkan senyum

senyum selalu terlukis atas kesuksesan film Train To Busan
Selamat para pemain dan tim kru
Terimakasih telah menyajikan film yang bermutu