Jumat, 26 Desember 2014

Kata terlahir dari orang terkasih




Kau Pelitaku
Ida Piliang

Semisal gelora ini Samudera
menyibak pasir
menggulung sukma

kan kuraih apa anganmu
kan kucapai apa mimpimu
biar nyata
biar fakta 
jadi wujudmu

selamat ulang tahun anakku
jasadmu nafasmu
telah menerangi aku
kaulah pelita hidupku
menemani langkahku

semoga sehat bahagia menghampirimu
mari kita berpegang erat
dalam tali Allah

Kedai Durian, 17 Agustus 2009
Buat Ayu Sundari Lestari





Ibu, pangkuanmu tempat ternyaman bagiku

*Mak'e, airmataku tumpah ruah seperti anak sungai hingga bermuara ke laut, setiap kali aku membaca selembar kertas itu. pun kini saat aku kembali membacanya.

 sahabat, tempatku bercerita, berdebat, dan berdiskusi

From: Besfriend, Dinsyahlu
Di kedalaman matamu ~a~ ada cahaya yang diam-diam merekatkan jiwa kami. Sapamu lembut mengaliri tanya yang masih tersisa di mekar senyummu. Ya, kita sama-sama tahu. Bahwa deru batinmu mengalahkan sepi yang berkelakar di jiwamu. Tapi, itulah kau. Diammu menelusuri segala rindumu padanya. Dan menunjukkan kau tetap tegar. Dalam diammu pula, kau menuliskan tentang hujan, daun, senja, gerimis, rembulan dan tak jarang kami sebagai tawanan tokoh ceritamu. Ah, kau sungguh diam~a~, diam-diam mengurai cerita di sepanjang senja bersamaku. Diam-diam menyelinap dalam kisahku, bahwa kita ADA. 
13 Juni 2013




Hujan dan Gerimis
Dina Syahfitri Dina

Kau adalah gerimis yang terindah
perlahan tercurah namun membuatku basah
pelan dan perlahan hingga gigil berkawan
kau tahu bagaimana hujan bisa mendekapmu erat
itu bersebab gerimismu terlalu romantis
dan hujanku tak dapat terbendung
ia meretas, memecah, meruah begitu deras

Teruntukmu sahabatku
#kesekian kali untuk mewek...
13 Oktober 2014

teman tertawa, menangis, dan seperjuangan

 *setidaknya dari sekian banyak sahabatku, dirimu ada dari awal dan yang tersisa hingga hari wisuda kita, bahkan kini mungkin juga tuk hari depan.




Minggu, 21 Desember 2014

Teruntuk Ibu


Setahun yang lalu, aku, Dina dan Titin menyusun rencana untuk merayakan hari ibu. Saat itu, kami memang lagi-lagi 'gencar' tuk memasak. Dan entah kenapa aku juga niat kali untuk belajar masak. Kami memutuskan untuk membuat bolu dan untungnya aku masuk dalam kategori yang paling sering membuatnya. Baisanya saat lebaran atau arisan di rumah.Kalau masalah bolu, mamak pasti lepas tangan dan menyerahkan sepenuh padaku. Tapi bolu buatanku masih yang biasa-biasa aja sih. Sebelum hari 'H' kami pun dengan antusias belanja bahan-bahannya di Suzuya Kp. Baru.

Namun masalah muncul, mau masak di mana? Surprise tinggallah surprise. Akhirnya, kami memutuskan masak di rumahku. Walau agak kecewa sih tapi mamak tetap tersenyum, seketika segala kecewa musnah sudah.

Kami pun beraksi di dapur dengan resep masing-masing. Meski sempat beradu argumen, bolu tetaplah jadi. Dan hasilnya... tidak mengecewakan.

Dan untuk tahun ini, tidak ada bolu, puisi maupun cerpen untuk mamak. Tapi untuk pertama kalinya aku menggiling cabe pakai batu gilian loh. Jujur, seumur hidupku aku tak pernah melakukan ini. Walaupun aku sering meminta namunn mamak tidak pernah mengizinkan aku untuk menggiling cabe. Duh, rasanya aku bahagia sekali apalagi dengar perkataan mamak "O... ternyata anak mamak bisa" 

Mamak, mungkin sayapku akan patah, mungkin langkahku akan berhenti, mungkin aku akan terluka parah tanpa mamak di hidupku. I LOVE YOU MOM.



Kawan, kau tahu apa kata yang terindah dalam bahasa inggris? yaitu kata "mother". Itu yang dikatakan guru Kim Tan dalam The Heirs. *LOL, kok jadi bawa-bawa drama sih, Yu* enggak apa-apa yang penting nyambung.









Berlayarlah Kapalku




Mentari beranjak dari ranjangnya. Merangkul hangat penuh semangat. Aku, mamak, ayah, uwak, bang Rizal  dan kak Bety menuju pelabuhan Belawan. Ya, kami sekeluarga akan berlayar menuju pulau Jawa. Rute pelayaran Tanjung Balai Karimun - Batam - Tanjung Priok.  


Pagi itu pelabuhan tidak terlalu ramai seperti sepuluh tahun silam, saat aku melakukan pelayaran yang pertama. Tepat pukul 14.00 kapal mulai bergerak (terlambat dua jam dari jadwal). Di sini kutemukan berbagai macam 'pemandangan'. Pemandangan yang terkadang membuat hati miris, tersenyum haru, dan takjub.

Pemandangan para kuli  yang masih memikul barang-barang milik pedagang di detik-detik terakhir membuatku terenyuh. Bagaimana tidak? Tangga kapal telah dinaikan dan aba-aba pluit panjang keberangkatan pun sudah terdengar. Tetapi para pemikul seeakan tidak menghiraukan itu. Tangga kapal yang dinaikan dan diturunkan bolak-balik membuatku frustasi. Seolah-olah memberi harapan kepada pemikul.Kalau mau berangkat ya berangkat, kalau mau menunggu ya menunggu. Kenapa harus mempermainkan perasaan orang coba.

Para kuli yang memikul barang milik pedagang

Salah satu pulau kecil yang eksotis, Tanjung Balai Karimu. Kapal mulai mendekat tapi tak merapat pada dermaga. Justru berhenti di tengah Laut menunggu kapal kecil merapat pada bedan kapal. Sebuah tangga berjaring diturunkan di kapal kecil untuk menaikan dan menurunkan penumpang. Pemandangan yang agak riskan.

Pulau Tanjung Balai Karimun yang eksotis

Kapal kecil yang merapat pada badan kapal

Para Penumpang yang turun dan naik

Sebelum tiba di Batam, kita sempat melihat betapa megahnya negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
Di Batam kapal merapat selama enam jam. Waktu yang cukup lama untuk pelesiran di kota Batam, tapi  aku tak melakukan itu. Sangat disayangkan.

 Gedung-gedung pecakar langit, Malaysia & Singapura


Pelabuhan Si Kupang, Batam
Dan sama seperti sepuluh tahun yang lalu, aku menahan lapar. Sambal yang telah kusiapkan tertinggal di rumah. Hanya mie instan, roti, dan nasi ala kadarnya mengisi perut.

sarapan pagi

makan siang

makan malam

Dan inilah wajah-wajah orang kelaparan :(


Meski lapar menyerang, harus tetap tersenyum sambil berkata "hai lapar, terimakasih karna setia menemaniku" LOL 
sampai jumpa di cerita berikutnya

Rabu, 17 Desember 2014

Puisi Analisa Edisi 12 Nopember 2014

 



 

REMBULAN
Ayu Sundari Lestari

Putih tubuhmu menjadi penerang pekat langit
kadang engkau hadir dengan senyum merekah bulat, kadang pula engkau tersipu malu
membuka tiraimu dan kadang juga engkau hadir dengan tampil yang menggemaskan
ah rembulan engkau selalu mendampingi gulana malamku
DUNIA KOMA, 9 APRIL 2011

 
BINTANG
Ayu Sundari Lestari

Setitik cahaya yang tertawa terbahak-bahak menjadi padu dengan rembulan. kaki cabang limamu merangkak kesana kemari riang menghiasi taman langit. bintang engkau adalah maniknya malam.
DUNIA KOMA, 9 APRIL 2011