Horror & Prinsipil
Horror itu selalu
berkaitan dengan hantu berwajah serem plus dengan bakcground music yang cukup mencekap sanubari loe yang terdalam. Lalu
berbagai perasaan pun muncul entah dari mana, membuat loe merinding ketakutan
atau menjerit histeris kagak jelas. Loe pun akan berkelakuan absurd dengan
menengok kiri-kanan dan belakang loe yang sebenarnya kagak ada apa-apa. Dan ketika
loe melihat ke depan, muncul lah sesosok wajah menyeramakan itu tepat di depan
layar leptop atau tipi loe. Loe pun buru-buru menarik selimut, menutupi sekujur
tubuh loe.
Parahnya lagi, gue
itu tipikal orang yang setiap kali usai nonton drama atau film sangat susah
move-on nya. Kan gawat tuh jika para
hantu membayangi hidup gue yang sudah cukup rumit ini. Akhirnya, gue tak punya
cukup energi untuk menonton genre horror. Lalu, gue memutuskan untuk berprinsip
bahwa GUE TIDAK AKAN PERNAH NONTON HORROR! Bahkan gue pernah menulis sebuah
postingan bisa dilihat dalam artikel Antara Sinetron (Indonesia) dan Drama (Korea) , kalau gue menyukai segala jenis genre drama atau film,
kecuali satu HORROR!
Namun, prinsipil
gue yang kokoh itu seketika runtuh bagaikan susunan menara oleh sang ratu drama
romcom, Gong Hyo Jin dan pesonanya So Ji Sub plus Seo In Guk dalam drama The
Master’s Sun. Awalnya gue dilema besar antara YES or No. Parahnya lagi, saat gue sudah berhasil mengumpulkan semua
energi dan mempersiapkan hati. Gue malah harus melihat Gong Sil berlari
ketakutan menuju kamarnya paling atas. Sumpah! hati gue drop, energi gue terkuras habis.
Lalu apakah gue
berhenti? Tidak, gue tak gentar. Gue terus menonton Master’s Sun sampai tamat
dengan memegang teguh prinsip gue bahwa “Segala sesuatu yang sudah dimulai
harus diselesaikan sampai akhir.” Dan dimulai lah karier tontonan drama horror gue
dari sini.
Horror itu tidak
selalu identik dengan yang namanya ‘serem’. Meskipun hantu-hantu di Master’s
Sun itu cukup menyeramkan, namun ada juga hantu yang bertingkah konyol, yang
dapat menerbitkan secuil senyuman diwajahmu yang tegang. Misalnya, hantu kopi
yang kerjaannya selalu minta kopi pada Gong Sil, hantu tong sampah yang menjadi
tempat mediasi antara Gong Sil dan Joong Won.
Si Joong Won mau
memberikan kalung sebelum ia pergi ke Cina. Entah kenapa Joong Won tidak punya
nyali tuk memberikan kalung itu secara langsung. Jadi kalung itu diletakkan dan
dititipkan Joong Won kepada si hantu tong sampah. Hantu tong sampah pun menjaga
kalung itu dengan baik hingga akhirnya sampai ke tangan Gong Sil dengan selamat.
Setiap ada orang lain yang duduk di samping tong sampah, maka tutup tong sampah
itu bergerak sendiri hingga orang yang duduk di situ pada kabur. Sejak kapan
loe bisa mengubah hantu menjadi kurir bro?
Begitu juga
dengan drama Oh My Ghost dan Let’s Fight
Ghost yang mempunyai hantu berwajah cantik, centil dan super galak. Dijamin loe
bakalan terpesona.
Jika diawal
tahun dunia pendramaan digemparkan dengan Descendats of The Sun, maka untuk
dunia perfilman jatuh ke tangan Train To Busan. Film ini rilis July 2016 dan
berhasil menyedot 10 juta penonton. Sungguh awalnya gue tak ada niatan untuk
menontonnya karena film ini bertabur zombie. Entah kegilaan apa yang membuat
gue nekad menontonnya.
Film yang
berdurasi kurang lebih dua jam ini, terpaksa
gue selesaikan selama dua hari. Gila banget kan? Apalagi guling dan
bantal gue yang tak tahu-menahu sudah jadi korban dari tindakkan anarkis gue. Parahnya,
di saat energi gue terpuruk, tak ada satu pun orang di rumah yang mau nemani
gue nonton. Terpaksa gue nekan tombol off dan langsung tidur berharap tidak
bermimpi digigit zombie sambil berdoa “Ya Allah semoga esok ada yang mau nemani
gue nonton.”
Alhamdulillah mamak
gue yang berwajah bidadari, berhati malaikat bersedia nemani gue nonton plus dengan
cemilannya. Mamak gue pun protes dengan tingkah absurd gue yang suka menjerit,
ngomong, menggumal dan marah sendiri. “Takut tapi mau nonton.” sindir halus
mamak gue. Dan memang itulah masalah dalam hidup gue selama ini. Analoginya
seperti minum obat, pahit tapi harus diminum jika mau sembuh. Serem tapi harus
ditonton, jika mau menghilangkan rasa penasaran.
“Yaelah masih
sempat pakai tatap-tatapan segala. Emang loe pikir bisa jatuh cinta sama si
zombie atau si zombie yang jatuh cinta sama loe.” Hey bung ini bukan waktunya
romance tapi waktunya untuk lari!
“Hey bego jangan
ke sana! ada zombie tau!” lalu emosi gue pun meninggi saat melihat sang tokoh
utamanya, Seok Woo yang diperankan Goo Yoo berjalan ke TKP zombie dan lama banget
geraknya tuk lari.
“Cepat lari!
Palli! Palli!” Dan gue mendadak berubah jadi Park Shi On yang suka bilang palli
palli.
Lalu hati gue tersakiti tepat saat si zombie itu menggigit tangan Seok Woo. Ikut termehek-mehek saat anaknya Soo An menangis memanggil ayahnya yang meninggalkannya. Terenyuh saat Seok Woo mengingat kelahiran anaknya di detik-detik perubahan menjadi zombie. Gue pun tanpa sadar bertanya dalam hati, “Gue ini sedang nonton horror atau mellodrama sih?”
Menurut gue film
Train To Busan bukan hanya sekadar bercerita tentang zombie tapi lebih dalam
dari itu. Zombie itu hanya cover luarnya aja. Sesungguhnya di balik cover itu
ada hal penting yang ingin disampaikan film ini kepada penonton yaitu,
kepedulian terhadap sesama manusia. Hal ini terlihat dari karakter-karakter
tokohnya.
Misalnya, Seok
Woo yang awalnya sangat egois berubah menjadi orang yang peduli dengan orang
lain. Soo An seorang anak yang sangat peduli dengan orang lain dan sopan
terhadap orang yang lebih tua. Sung Kyung dan Sang Hwan sepasang suami istri yang
baik hati serta tokoh lainnya. Tapi ada satu tokoh yang menyebalkan banget.
Siapa dia? Lihat aja sendiri filmnya.
Sebenarnya tadi
gue ingin mereview film ini, namun entah kenapa isinya cuman melulu curhatan
gue yang kagak penting. Nasihat gue terhadap yang mau nonton film ini,
persiapkan mental dan jantung yang kuat aja ya, karena menonton Train To Busan
sama seperti menaiki roller coaster yang mengaduk-aduk emosi loe.
Bonus:
Film Train To Busan pertama kali di putar Mei 2015 di Cannes Film Festival 2016 yang menandakan bahwa film ini cukup berkualitas dan diakui di dunia perfilmian.
Film Train To Busan pertama kali di putar Mei 2015 di Cannes Film Festival 2016 yang menandakan bahwa film ini cukup berkualitas dan diakui di dunia perfilmian.
senyum ceria ayah dan anak
Pemain Train To Busan di red carpet Cannes Film Festival Mei 2016
terus menebarkan senyum
senyum selalu terlukis atas kesuksesan film Train To Busan
Selamat para pemain dan tim kru
Terimakasih telah menyajikan film yang bermutu
aku tuh termasuk yang suka cemen banget kalau nonton drama horor kayak gini, jiwanya suka lemah duluaaan hahaha..
BalasHapusNonton Oh My Ghost ama Lets Fight Ghost juga beraninya siang2...dan sampai sekarang belum berani nonton Train to Busan hahaha...aku memang lemaaah!
Aku tergantung batin yg kadang-kadang bisa kuat dan menciut. Hahaha... habisnya aku ini kan emang dinamis.
BalasHapusTeh nonton lah Train To Busan bareng si Abah. Plot ceritanya bagus bangiiit. Sayang bila dilewatkan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus