Mo Yeon
menawarkan wine pada Si Jin, tapi Si Jin malah menciumnya. Si Jin mengambil
botol wine dari tangan Mo Yeon lalu meletakkannya di atas meja. Mo Yeon
memalingkan wajahnya saat Si Jin mencoba menciumnya lagi. Lalu mengucapkan
selamat malam dan membawa botol wine.
Di dalam
tenda, Mo Yeon tidak bisa tidur. Ia mengkhawatirkan Si Jin yang bisa saja
senasib dengan rekan Si Jin yang baru meninggal. Begitu juga dengan Si Jin, ia
menghela napas yang keras seperti melepaskan bebannya.
Ye Hwa
yang tidur merasakan ada gerak-gerik yang mencurigakan. Diam-diam ia mengambil
pistol dan menondongkan pada seseorang yang berdiri di balik tirai. “Jatuhkan pistol itu,” ucap seseorang itu. Ye Hwa menyikap tirai dan ternyata
orang itu adalah suaminya, Daniel.
Ye Hwa marah dan memukul-mukul suaminya karena selalu
pergi ke tempat berbahaya. Daniel menahan tangan istrinya yang masih memegang
pistol. “Di sini bahkan lebih berbahaya. Tidak ada yang lebih berbahaya
daripada seorang istri yang menondongkan pistol pada suaminya.” Ujar Daniel.
Ye Hwa
mengalah dan menyimpan kembali pistolnya. Ia bertanya apa Daniel pulang bersama
Chen Gang? Wajah Daniel berubah sedih dan menjawan kalau Chen Gnag sudak
kembali ke tempat asalnya. Ye Hwa melihat jas hitam yang barusan dipakai Daniel,
dan menyadari maksud Daniel bahwa chen Gang telah meninggal. Ye Hwa terdiam dan
langsung pergi ke dapur.
Mo Yeon
dan tim medisnya mengunjungi proyek megunjungi proyek instalasi pembangkit
lisrik energi surya yang merupakan proyek yang dimenangkan Haesung Group dari
Jerman. Wakil Manager menjelaskan bahwa pembangkit listrik tenanga surya ramah
lingkungan. Sang Hyun berkata ia langsung merasa sentimental begitu melihat
tanda-tanda berbahasa korea di pintu amsuk tadi. Mo Yeon juga merasa kagum
melihat menara tinggi yang sedang dibangun, ia seperti ingin memanjat ke atas.
Sesorang
datang dan wakil manager memperkenalkannya sebagai kepala manager. Kepala
manager itu memberikan kartu namanya pada Mo Yoen. Ia berkata bukan dari grup
Haesung dan namanya adalahh tuan Jin, Young Su Jin dan nam inggrisnya adalah…
Ja Ae memotong Young Su Jin? Membuat Mo Yeon dan Sang Hyun tertawa. Su Jin
kesal dan mengatakan “Richard”
Tuan Jin
ini seperti tidak suka disamakan dengan wakil manager yang bekerja untuk proyek
ini, tetapi ia menyebut dirinya orang yang mengelolah dan bertanggung jawab
pada proyek ini.
Mo Yeon,
Sang Hyun dan Ja Ae langsung melongos pergi tidak mempedulikan Tuan Jin yang
bertanya siapa ketua tim medis dan professor.
Mo Yeon
menerima telepon dari Chi Hoon mengabarkan berita baik dan buruk. Mo Yeon
memilih berita baik dulu. Dengan semangan Chi Hoon mengatakan kalau anak yang
keracuanan timah itu bernama Blackey dan
kabar buruknya Blackey menghilang. Mo Yeon pun terkejut dan segera kembali ke
medicube.
Mo Yeon
bertanya pada Min Ji kapan terakhir kali melihatnya.
Min Ji menjawab pada pukul
9 pagi saat memeriksa injeksi IV dan memberikannya makanan. Chi Hoon meunjukkan
gambar yang ditinggalkan Blackey pada Mo Yeon dan menurutnya Blackey pulang ke
rumahnya. Chi Hoon menawarkan diri untuk mencari Blackey. Mo Yeon tidak
mengizinkannya, apa Chi Hoon itu tarzan atau apa? Karena sekarang kita ada
hidup di hutan.
Chi Hoon
mengusulkan meminta bantuan pada Kapten Yoo. Mo Yeon langsung menolaknya. Tapi
yang sedang dibicarakan sudah datang. Mo Yeon pun mengingat kejadian semalam
dan memunggui Si Jin. Si Jin sih biasa saja tuh. Ia malah meminta gambar
Blackey. Si Jin mengatakan Blackey itu bukan nama anak itu melainkan nama desa
dan ia tahu di mana tempatnya.
Mo Yeon
kesal karena Chi Hoon belum tahu juga nama anak itu. Mo Yeon mau memukul Chi
Hoon namun tidak jadi karena Si Jin
melihatnya.
Chi Hoon
kembali menawarkan diri untuk mencari anak itu dan bertanya pada Si Jin apa
tempat itu jauh? Si Jin menjawab memerlukan setengah hari jika dengan berjalan
kaki.
Mo Yeon
meresa Chi Hoon tidak bisa kerena hari ini akan melakukan medical check up
bersama Sang Hyun. Mo Yeon mengatakan biar ia yang mencarinya.
“Sendirian?”
tanya Chi Hoon.
“Tidak
mungkin kan aku pergi sendirian? Aku akan ikut dengannya?” Lalu Mo Yeon
bertanya pada Si Jin, “Apa kau bisa membantuku?” Si Jin diam sejenak, lalu
mengatakan mereka akan berangkat 10 menit lagi.
Di dalam
mobil Si Ji terus melihat Mo Yeon yang duduk di sampingnya. Mo Yeon mengatakan
untuk melihat ke depan khawatir akan terjadi kecelakaan. Si Jin menurut melihat
ke depan dan mengatakan kalau jalan ini adalah jalan satu-satunya, jadi kemungkinan
mereka bisa bertemu dengan anak itu di jalan.
“Baguslah,”
sahut Mo Yeon
“Apa
tidurmu nyenyak semalam?” tanya Si Jin.
“Aku
bahkan tidak bisa tidur.”
Si Jin mau
membahas kejadian semalam. Tetap Mo Yeon tidak mau. Si Jin bertanya kenapa Mo
Yeon menghindarinya. Mo Yeon beralasan karena saat ini ia sangat bingung dan
terus menghindarinya sampai pikirannya tenang.
Si Jin
tidak mau Mo Yeon menganggap dirinya buruk, karena ia sudah berpikir ribuan
kali sebelum melakukannya. Mo Yeon sepertinya sedikit tersentuh dengan
perkataan Si Jin dan menatap Si Jin sampai tiba di desa.
Si Jin
menghentikan mobilnya karena ada kerumunan kambing dan memberitahu Mo Yeon
kalau anak itu ada di depan mereka. Mo Yeon tersadar dan melihat ke depan. Si
Jin menyembunyikan Klakson dan anak itu berpaling melambaikan tangan pada Si
Jin.
Mo Yeon
menuliskan aturan pemakaian obat dengan gambar karena keterbatasan bahasa. Ibu
anak itu mengucapkan terima kasih. Mo Yeon berpaling pada Shi Jin bertanya apa
ibu itu mengucapkan terima kasih.
“Apa lagi?
apa dia bilang ‘keluar sana!’?” jawab Si Jin cuek.
Lalu Mo
Yeon melihat keluar dan mengenal anak-anak itu yang mengambil besi timah
kemaren. Si Ji memuji ingatan Mo Yeon yang hebat. Mo Yeon mengiyakan kalau ia
ingatannya memang hebat.
“Seberapa
hebat?” tanya Si Jin
“Hebat
sekali. Jadi kau jangan mencoba untuk berbohong karena aku ingat semuanya.”
Myeong Ju melihat
semua barang bagus di hadapannya dan merasa heran apa tentara boleh mendapat
kualitas perlengkapan sehebat ini. Byung Soo beralasan kalau banyak tentara
luar di sini. Jadi perlengkapan itu disediakan dari perusahaan Korea untuk
meningkatkan semangat tentara.
Myeong Ju
mengucapkan terima kasih, lalu Byung Soo bertanya kabar ayah Myeong Ju. Myeong
Ju menjawab ayahnya baik-baik saja.
Lalu Byung
Soo memberitahu Myeong Ju kalau ia mempunyai hubungan yang baik dengan Komandan
(Ayah Myeong Ju), hingga mengirimkan Myeong Ju ke sini. Byung Soo tertawa
sendiri. Myeong Ju mendengar itu hanya ikut tertawa aneh.
Myeong
mendapat telepon. Myeong Ju meminta izin pada Byung Soo dan Byung Soo bertanya
apa itu telepon itu dari Komandan. Myeong Ju mengataka kalau telepon ini jauh
lebih penting daripada Komandan.
Ternyata
telepon itu dari anak buah Dae Young yang bernama Sersan Kim Bum Rae, yang ditugaskan
oleh Myeong Ju untuk melapor semua kegiatan Dae Young padanya. Saat sedang
memberi laporan, tiba-tiba Dae Young muncul.
Myeong Ju
heran kenapa Bum Rae tiba-tiba diam dan meminta melanjutkan laporannya.
“Pada jam
9.40 malam, dia menatapku.”
“Benarkah?
Aku iri padamu” ucap Myeong Ju cemburu. “Lalu?’
“Dia
berjalan ke arahku. Langkah demi langkah.” Bum Rae berdiri dan cepat-cepat
membalikkan catatann, agar tak terbaca oleh Dae Young. Ia bertanya pada Dae
Young apa yang harus dilakukannya.
“Apa lagi?
tutup teleponnya.” Perintah Dae Young. Di seberang telepon, Myeong Ju tersenyum
senang mendengar suara Dae Young.
“Letnan
Yoon adalah letnan. Anda adalah Sersan mayor.” Kata Bum Rae. Maksudnya ia harus
lebih patuh pada Myeong Ju karena pangkatnya lebih tinggi dari Dae Young.
Dae Young
bertanya apa yang akan Bum Rae pertama lakukan jika ketahuan oleh musuh. Bum
Rae menjawab dengan ragu, menyerah.
“Lakukan apa pun yang diperintahkan oleh
musuh,” sahut Dae Young. Dae Young kembali menyuruh Bum Rae menutup telepon. Di
seberang, Myeong Ju tersenyum senang, merasa sudah cukup puas karena sudah
mendengar suara Dae Young dan memberitahukan akan menutup telpon. Bum Rae
memberi hormat pada Myeong Ju dan menutup telponnya.
Lalu Bum Rae
meminta maaf pada Dae Young. Dae Young bertanya, apa Bum Rae mau lari keliling
lapangan atau membuatkan ramen untuknya. Bum Rae spontan memilih memasak ramen
untuk Dae Young. Dae Young tersenyum dan mengatakan kalau Bum Rae harus membuat
kaldunya sendiri.
Bum Rae
langsung memasang wajah sedih dan mengatakan ia akan mandi dulu. Dae Young
tersenyum melihat kelakuan Bum Rae. Sebelum pergi, Bum Rae memberitahukan, ada
surat untuk Dae Young.
Si Jin
membawa Mo Yeon ke sebuah restoran. Mo Yeon menatap tajam bergantian ke arah
pelayan sexy yang sedang menghidangkan makanan dan Si Jin. Si Jin tak berkutik,
hanya menatap lurus ke arah Mo Yeon. Sebelum pergi pelayan itu memberitahu Si
Jin kalau ada wine baru yang barusan datang, mana tahu Si Jin menginginkannya.
Si Jin tidak
mengatakan apa pun. Setelah pelayan itu pergi, ia baru bisa bernafas lega. Mo
Yeon memuji pilihan restoran Shi Jin. Shi Jin mengatakan Dae Young yang sering
mengajakanya ke restoran ini, sedangkan ia lebih suka makan di kantin, ia lebih
suka makan makanan instan.
Mo Yeon
mengiyakan dengan nada yang tidak percaya. Mo Yeon mengucapkan terima kasih
karena telah membantunya hari ini, ia yang akan membayar makanannya dan ia
ingin mengajukan satu pertanyaan pada Si Jin. Kenapa Si Jin memilih menjadi
tentara. Mo Yeon melarang Si Jin menjawab karena seragam.
Si Jin
tersenyum tipis dan menjawab dengan singkat, karena seseorang memang harus
menjadi tentara. Si Jin menyadari kalau Mo Yeon tidak begitu menyukai
pekerjaannya. Namun Mo Yeon berkilah, ia hanya berpikir Si Jin sangat patriotik
sehingga mau membahayakan nyawanya demi negara.
Si Jin ingin
tahu makna patriotik bagi Mo Yeon. “Kau mencintai negara dan setia pada negara
dan rakyatny,” jawab Mo Yeon.
Si Jin merasa
makna patriotik baginya berbeda dengan Mo Yeon. Baginya, prinsip untuk melindungi
anak-anak, wanita cantik dan orang tua, keberanian untuk menegur anak SMA yang
ketahuan merokok, dan keberanian yang tidak goyah di depan todongan senjata
adalah patriotisme dan itu juga caranya untuk menjaga kehormatan seorang
tentara.
Lalu Si Jin
bertanya balik pada Mo Yeon. Seandainya dia bukan tentara, tetapi seorang pria
biasa dari keluarga kaya, apakah Mo Yeon juga akan sebingung ini. Mo Yeon
mengatakan tidak, ia merasa itu terlalu biasa baginya. Shi Jin tersenyum,
merasa seharusnya ia mengatakan ‘pria tampan dari keluarga kaya’.
Mo Yeon
membalas dengan senyuman.
Selesai
makan, Si Jin keluar dari restoran lebih dulu dan melihat dua pria yang berdiri
tidak jauh darinya, sedang berbicara. Si Jin mengenali salah satunya. Pria itu
adalah staf PBB palsu yang ia serahkan ke polisi setempat. Mereka juga balas
menatap Si Jin, bahkan yang satunya, menawarkan botol minuman pada Shi Jin dari
kejauhan.
Mo Yeon pun
keluar dan mengatakan kalau ia sudah membayar makanan. Mo Yeon heran melihat
tatapan Si Jin yang terpaku ke arah yang lain dan ingin melihat apa yang
dilihat Si Jin. Tapi Si Jin menahan Mo Yeon supaya tidak membalikkan badannya.
Sambil sesekali melihat ke arah dua pria itu, Si Jin bertanya apa Mo Yeon tahu
letak toko hardware yang kemarin mereka datangi.
Mo Yeon
mengiyakan. Si Jin menyuruh Mo Yeon pergi duluan ke sana dan menunggunya di
sana. Tetapi Mo Yeon bilang, ia ada tugas nanti sore. Si Jin mengatakan kalau
begitu Mo Yeon bisa ke sana meminjam mobil. Nanti ia akan menelepon mereka.
Mo Yeon ingin
tahu apa yang sedang terjadi. Si Jin beralasan ia akan ke markas komando untuk
memberi laporan. Mo Yeon menembak apa karena masalah kemaren. Si Jin bilang
tidak, itu masalah lain. Mo Yeon mengerti. Si Jin menantap kea rah dua pria itu
dan mengajak Mo Yeon pergi.
Mo Yeon tiba
di toko dan terkejut melihat Daniel yang tiba-tiba muncul. Mereka pun saling
berkenalan. Mo Yeon bertanya apakah Daniel dokter juga. “Aku mengobati
orang-orang dan juga memperbaiki barang rusak. Kadang-kadang aku juga membantu
sapi yang melahirkan…”, jawab Daniel ramah.
Daniel sudah
mengetahu Mo Yeon mau meminjam mobil, karena Si Jin sudah memberitahunya.
Si Jin
kembali ke tempat tadi sambil menyiapkan pistolnya. Kedua pria itu masih ada di
sana. Si Jin berjala ke arah mereka dan langsung menodongkan pistol pada pria
yang pernah ditangkapnya. Si pria itu tidak takut dan tidak percaya seorang
tentara penjaga perdamaian, menodongkan senjata pada warga sipil yang tidak
bersenjata.
“Memang tidak bisa,” ucap Si Jin dan kemudian
menembakkan pistolnya ke ban mobil yang ada di dekatnya. Suara tembakan itu
terdengar hingga ke toko perkakas dan Mo Yeon sangat kaget mendengarnya.
Sekarang
kedua pria itu mengeluarkan senjata mereka dan menodongkan ke arah Si Jin. “Bukan
sipil. Dan bukan tidak bersenjata…”, ucap Si Jin lagi. Si Jin mengatakan ia
tahu mereka mempunyai koneksi dengan polisi setempat.
Beberapa pria
bersenjata lain keluar dari bangunan yang ada di belakang kedua pria itu,
terakhir muncul Argus. Ia mengambil pistol salah seorang pria tadi dan
menodongkan ke belakang kepala pria yang pernah ditangkap oleh Shi Jin.
Memarahi mereka karena sudah berulang kali ia mengingatkan untuk menodongkan
pistol ke belakang kepala.
Si pria yang
ditodong pistol itu langsung menurunkan pistolnya dari Si Jin dan mengangkat
kedua tangannya. Argus beralih pada Si Jin, mengatakan bahwa polisi selalu
berpihak pada uang. Dimanapun itu, kapanpun.
Argus
mengembalikan psitol itu ke anak buahnya dan mengatakan, “Lama tak bertemu,
Letnan,” Si Jin menatap Argus bingung. Argus membuka kaca mata hitamnya dan
mengatakan, “Atau mungkin, Kapten?”.
Shi Jin
menurunkan pistolnya, “Kapten… Argus?” ternyata dulu Argus adalah pimpinannya
Si Jin.
Sementara itu
Daniel berbicara dengan seseorang lewat telepon untuk mencari tahu apa yang
terjadi. Orang itu mengatakan tentang geng Argus yang melakukan keributan.
Daniel menyampaikan kabar itu pada Mo yeon.
Mo Yeon ingin
tahu apa ada yang terluka. Tapi Daniel mengatakan, mereka pasti akan menelpon
dokter jika memang ada yang terluka. Daniel menawarkan teh pada Mo yeon dan Mo
Yeon menerima tawaran Daniel.
Mo Yeon
bertanya bagaimana Daniel bisa mengenal Si Jin. “Di pemakaman”, jawab Daniel.
Di Irak, di Afganistan, dan di Urk, mereka terus bertemu di pemakaman.
Lalu Mo Yeon
mengatakan ia merasa sedikit tidak enak
menanyakan sesuatu tapi ia tetap akan menanyakannya pada Daniel, karena mungkin
saja saat itu adalah satu-satu kesempatan yang ia miliki. “Apa kau tahu apa
tugas sebenarnya Kapten Yoo?” Daniel terdiam.
Flashback
Si Jin terus
disiksa dan penyandera menuntut Shi Jin memberikan informasi kode radio PBB. Si
Jin menggumamkan kodenya dalam bahasa korea dan ia disiksa lagi. Penyandera
menuntut Si Jin menjawab dalam bahasa Inggris.
Si Jin tidak
menuruti keinginan mereka dan terus mengucapkan kode dalam bahasa korea berikut
dengan nama beserta pangkatnya sebagai pasukan khusus Korea.
Tiba-tiba
terdengar tembakan dan beberapa tentara Korea masuk, termasuk Dae Young ada juga
di sana. Dalam waktu yang singkat, mereka melumpuhkan para penyandera. Saat
akan pergi, Si Jin mengatakan pada salah seorang tentara, bahwa masih ada satu
orang lagi sandera, yaitu kapten Tim Delta yang dinyatakan hilang.
Temannya itu
sempat mengatakan mereka hanya punya waktu 5 menit sebelum bangunan diledakkan.
Si Jin berkeras untuk menyelamatkan sandera itu dan mereka berhasil membawanya
hingga ke helikopter. Dan ternyata Kapten Tim Delta itu adalah Argus.
Sayangnya, saat akan naik ke helikopter, temannya itu tertembak mati.
Flashback End
Si Jin
menatap Argus, tidak mengerti. Argus menjelaskan bahawa ia hanya mengubah
pekerjaannya. Ia beralasan pekerjaannya sekarang hampir sama dengan
pekerjaannya yang dulu, bedanya ia bisa memanjangkan rambutnya, menembak dan
menghasilkan uang. Si Jin belum bisa mengerti apa yang mengubah pikiran Argus,
padahal dulu Argus adalah legenda di Tim Delta.
“Tapi menjadi
legenda tidak menghasilkan uang,” sahut Argus lagi.
Lalu Argus
memberitahukan Si Jin bahwa di lingkungan ini banyak geng yang jahat, yang
tidak kenal rasa takut, tidak kenal dengan aturan dan kehormatan dan tidak
memiliki negara yang mereka layani. Argus memberi peringatan pada Si Jin supaya
mengurus urusan Shi Jin sendiri, dan ia menegaskan itu adalah peringatan
terakhirnya.
Sebelum
pergi, Argus menepuk pundak Si Jin, mengatakan dari dulu hingga sekarang, Si
Jin masih terlalu baik hati.
Si Jin muak
melihat Argus, mungkin menyesal telah menyelamatkan Argus dan mengorbankan
nyawa temannya.
“Kau memang
benar. Tidak seharusnya aku melawan kehendak Tuhan. Pasti selalu ada alasan
dibalik kematian seseorang,” ucap Si Jin dengan bahasa Korea.
Argus menuduh
Si Jin yang bersembunyi dibalik bahasanya sendiri. Si Jin kembali berbahasa
Inggris, balik mengancam Argus untuk tidak berani muncul di dekatnya, kalau
tidak Argus harus membayar atas apa yang dilakukannya.
Kembali pada
Mo Yeon dan Daniel. Kita tak tahu apa yang dikatakan Daniel, tapi kemudian
Daniel bertanya apakah Mo Yeon ada pertanyaan lagi. Mo Yeon menjawab tidak ada.
“Sudah cukup?
Cukup untuk mengerti atau cukup untuk menjauhinya?” tanya Daniel.
Mo Yeon
mengendarai mobil yang dipinjamkan oleh Daniel. Mo Yeon melamun selama
menyetir. Terlebih saat ia menelepon Si Jin dan meletakan ponselnya dekat
setir. Mo Yeon menyetir hingga ke jalur berlawanan arah dan hampir saja
tertabrak truk yang muncul di depannya.
Mo Yeon
membanting stir ke kiri dan pandangannya hingga menabrak pagar jalan dan terus
meluncur menuruni tebing.
Mo Yeon tidak
bisa mengendalikan mobilnya dan mobil baru bisa berhenti saat bergantung di
pinggir tebing. Mo Yeon gemetar, sangat panik dan menangis ketakutan karena
jika mobilnya jatuh ke bawah, maka ia akan langsung masuk ke dalam laut.
Untungnya
ponselnya masih terhubung dengan Si Jin. Si Jin mencoba berbicara dengan Mo
Yeon. Saat Mo Yeon akan meraih ponselnya yang jatuh, mobil bergerak lagi,
membuat Mo Yeon bertambah ketakutan, memohon agar Si Jin menolongnya.
Si Jin
meminta Mo Yeon mengatakan dimana Mo Yeon, apa yang dilihat Mo Yeon. Mo Yeon
mengatakan mobilnya tersangkut di tebing. Si Jin segera menyalakan mesin
mobilnya dan meminta Mo Yeon bertahan dan menunggunya, ia yang akan menemukan
Mo Yeon.
Saat Si Jin
menutup telponnya, Mo Yeon menangis karena Shi Jin sudah tidak menutup teleponnya.
Mo Yeon mencoba membunyikan klaksonnya berkali-kali, berteriak agar seseorang
menolongnya.
Mo Yeon
merekam suaranya untuk ibunya, berpesan untuk mengambil pensiunnya dan uang
direkeningnya. Ia juga meminta maaf pada ibunya karena sudah bersikap kasar.
Lalu Mo Yeon juga merekam suaranya untuk Ji Soo, meminta Ji Soo membatalkan
kontrak penyewaan gedung untuk klinik dan mengambil kembali depositnya. Ia juga
menitipkan salamnya untuk Tae Won, dan
berharap Ji Soo dan Tae Won bisa berakhir bahagia.
Mo Yeon
menangis, mengeluhkan hidupnya yang akan berakhir seperti itu. Tiba-tiba Si Jin
masuk ke mobil dari pintu belakang, membuat Mo Yeon kaget sekaligus lega. Si
Jin meminta Mo Yeon membuka jendela di sampingnya dan setelah jendela terbuka,
Si Jin pindah duduk ke depan.
Mo Yeon
protes melihat Si Jin pindah ke depan karena membuat mobil semakin menjorok ke
bawah. Si Jin menyadarkan Mo Yeon ke belakang. Si Jin memberitahukan Mo Yeon,
kalau batu tidak bisa menahan mereka lebih lama dan ia akan menjatuhkan
mobilnya.
Mo Yeon jelas
protes, sama sekali tidak setuju dengan rencana Si Jin. Si Jin memegang bahu Mo
Yeon, meyakinkan Mo Yeon untuk mempercayainya dan cukup menutup mata saja. “Aku
pasti menyelematkanmu,” janji Si Jin.
Mo Yeon tetap
tidak mau. Si Jin menyuruh Mo Yeon melepaskan kakinya dari rem, Mo Yeon tetap
menolak. Tidak mau mendengarkan protes Mo Yeon lagi, Si Jin langsung memukul
bagian airbag, membuat Mo Yeon kaget dan kakinya terlepas dari pedal rem. Mobil
pun terjun bebas ke dalam jurang dan jatuh tenggelam ke dalam air.
Bersambung ke
part 2…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar