Minggu, 27 Maret 2016

Sinopsis Descendants of the Sun Episode 5 Part 1




Mo Yeon menawarkan wine pada Si Jin, tapi Si Jin malah menciumnya. Si Jin mengambil botol wine dari tangan Mo Yeon lalu meletakkannya di atas meja. Mo Yeon memalingkan wajahnya saat Si Jin mencoba menciumnya lagi. Lalu mengucapkan selamat malam dan membawa botol wine.



Di dalam tenda, Mo Yeon tidak bisa tidur. Ia mengkhawatirkan Si Jin yang bisa saja senasib dengan rekan Si Jin yang baru meninggal. Begitu juga dengan Si Jin, ia menghela napas yang keras seperti melepaskan bebannya.



Ye Hwa yang tidur merasakan ada gerak-gerik yang mencurigakan. Diam-diam ia mengambil pistol dan menondongkan pada seseorang yang berdiri di  balik tirai. “Jatuhkan pistol itu,” ucap  seseorang itu. Ye Hwa menyikap tirai dan ternyata orang itu adalah suaminya, Daniel.

Ye Hwa  marah dan memukul-mukul suaminya karena selalu pergi ke tempat berbahaya. Daniel menahan tangan istrinya yang masih memegang pistol. “Di sini bahkan lebih berbahaya. Tidak ada yang lebih berbahaya daripada seorang istri yang menondongkan pistol pada suaminya.” Ujar Daniel.

Ye Hwa mengalah dan menyimpan kembali pistolnya. Ia bertanya apa Daniel pulang bersama Chen Gang? Wajah Daniel berubah sedih dan menjawan kalau Chen Gnag sudak kembali ke tempat asalnya. Ye Hwa melihat jas hitam yang barusan dipakai Daniel, dan menyadari maksud Daniel bahwa chen Gang telah meninggal. Ye Hwa terdiam dan langsung pergi ke dapur.



Mo Yeon dan tim medisnya mengunjungi proyek megunjungi proyek instalasi pembangkit lisrik energi surya yang merupakan proyek yang dimenangkan Haesung Group dari Jerman. Wakil Manager menjelaskan bahwa pembangkit listrik tenanga surya ramah lingkungan. Sang Hyun berkata ia langsung merasa sentimental begitu melihat tanda-tanda berbahasa korea di pintu amsuk tadi. Mo Yeon juga merasa kagum melihat menara tinggi yang sedang dibangun, ia seperti ingin memanjat ke atas.


Sesorang datang dan wakil manager memperkenalkannya sebagai kepala manager. Kepala manager itu memberikan kartu namanya pada Mo Yoen. Ia berkata bukan dari grup Haesung dan namanya adalahh tuan Jin, Young Su Jin dan nam inggrisnya adalah… Ja Ae memotong Young Su Jin? Membuat Mo Yeon dan Sang Hyun tertawa. Su Jin kesal dan mengatakan “Richard”

Tuan Jin ini seperti tidak suka disamakan dengan wakil manager yang bekerja untuk proyek ini, tetapi ia menyebut dirinya orang yang mengelolah dan bertanggung jawab pada proyek ini.

Mo Yeon, Sang Hyun dan Ja Ae langsung melongos pergi tidak mempedulikan Tuan Jin yang bertanya siapa ketua tim medis dan professor.


Mo Yeon menerima telepon dari Chi Hoon mengabarkan berita baik dan buruk. Mo Yeon memilih berita baik dulu. Dengan semangan Chi Hoon mengatakan kalau anak yang keracuanan timah itu bernama  Blackey dan kabar buruknya Blackey menghilang. Mo Yeon pun terkejut dan segera kembali ke medicube.
Mo Yeon bertanya pada Min Ji kapan terakhir kali melihatnya. 


Min Ji menjawab pada pukul 9 pagi saat memeriksa injeksi IV dan memberikannya makanan. Chi Hoon meunjukkan gambar yang ditinggalkan Blackey pada Mo Yeon dan menurutnya Blackey pulang ke rumahnya. Chi Hoon menawarkan diri untuk mencari Blackey. Mo Yeon tidak mengizinkannya, apa Chi Hoon itu tarzan atau apa? Karena sekarang kita ada hidup di hutan.


Chi Hoon mengusulkan meminta bantuan pada Kapten Yoo. Mo Yeon langsung menolaknya. Tapi yang sedang dibicarakan sudah datang. Mo Yeon pun mengingat kejadian semalam dan memunggui Si Jin. Si Jin sih biasa saja tuh. Ia malah meminta gambar Blackey. Si Jin mengatakan Blackey itu bukan nama anak itu melainkan nama desa dan ia tahu di mana tempatnya.    

Mo Yeon kesal karena Chi Hoon belum tahu juga nama anak itu. Mo Yeon mau memukul Chi Hoon namun tidak  jadi karena Si Jin melihatnya.

Chi Hoon kembali menawarkan diri untuk mencari anak itu dan bertanya pada Si Jin apa tempat itu jauh? Si Jin menjawab memerlukan setengah hari jika dengan berjalan kaki.

Mo Yeon meresa Chi Hoon tidak bisa kerena hari ini akan melakukan medical check up bersama Sang Hyun. Mo Yeon mengatakan biar ia yang mencarinya.

“Sendirian?” tanya Chi Hoon.

“Tidak mungkin kan aku pergi sendirian? Aku akan ikut dengannya?” Lalu Mo Yeon bertanya pada Si Jin, “Apa kau bisa membantuku?” Si Jin diam sejenak, lalu mengatakan mereka akan berangkat 10 menit lagi.


Di dalam mobil Si Ji terus melihat Mo Yeon yang duduk di sampingnya. Mo Yeon mengatakan untuk melihat ke depan khawatir akan terjadi kecelakaan. Si Jin menurut melihat ke depan dan mengatakan kalau jalan ini adalah jalan satu-satunya, jadi kemungkinan mereka bisa bertemu dengan anak itu di jalan.

“Baguslah,” sahut Mo Yeon

“Apa tidurmu nyenyak semalam?” tanya Si Jin.

“Aku bahkan tidak bisa tidur.”

Si Jin mau membahas kejadian semalam. Tetap Mo Yeon tidak mau. Si Jin bertanya kenapa Mo Yeon menghindarinya. Mo Yeon beralasan karena saat ini ia sangat bingung dan terus menghindarinya sampai pikirannya tenang.

Si Jin tidak mau Mo Yeon menganggap dirinya buruk, karena ia sudah berpikir ribuan kali sebelum melakukannya. Mo Yeon sepertinya sedikit tersentuh dengan perkataan Si Jin dan menatap Si Jin sampai tiba di desa.


Si Jin menghentikan mobilnya karena ada kerumunan kambing dan memberitahu Mo Yeon kalau anak itu ada di depan mereka. Mo Yeon tersadar dan melihat ke depan. Si Jin menyembunyikan Klakson dan anak itu berpaling melambaikan tangan pada Si Jin.


Mo Yeon menuliskan aturan pemakaian obat dengan gambar karena keterbatasan bahasa. Ibu anak itu mengucapkan terima kasih. Mo Yeon berpaling pada Shi Jin bertanya apa ibu itu mengucapkan terima kasih.

“Apa lagi? apa dia bilang ‘keluar sana!’?” jawab Si Jin cuek. 


Lalu Mo Yeon melihat keluar dan mengenal anak-anak itu yang mengambil besi timah kemaren. Si Ji memuji ingatan Mo Yeon yang hebat. Mo Yeon mengiyakan kalau ia ingatannya memang hebat.

“Seberapa hebat?” tanya Si Jin

“Hebat sekali. Jadi kau jangan mencoba untuk berbohong karena aku ingat semuanya.”


Myeong Ju melihat semua barang bagus di hadapannya dan merasa heran apa tentara boleh mendapat kualitas perlengkapan sehebat ini. Byung Soo beralasan kalau banyak tentara luar di sini. Jadi perlengkapan itu disediakan dari perusahaan Korea untuk meningkatkan semangat tentara.

Myeong Ju mengucapkan terima kasih, lalu Byung Soo bertanya kabar ayah Myeong Ju. Myeong Ju menjawab ayahnya baik-baik saja.

Lalu Byung Soo memberitahu Myeong Ju kalau ia mempunyai hubungan yang baik dengan Komandan (Ayah Myeong Ju), hingga mengirimkan Myeong Ju ke sini. Byung Soo tertawa sendiri. Myeong Ju mendengar itu hanya ikut tertawa aneh.

Myeong mendapat telepon. Myeong Ju meminta izin pada Byung Soo dan Byung Soo bertanya apa itu telepon itu dari Komandan. Myeong Ju mengataka kalau telepon ini jauh lebih penting daripada Komandan.



Ternyata telepon itu dari anak buah Dae Young yang bernama Sersan Kim Bum Rae, yang ditugaskan oleh Myeong Ju untuk melapor semua kegiatan Dae Young padanya. Saat sedang memberi laporan, tiba-tiba Dae Young muncul.


Myeong Ju heran kenapa Bum Rae tiba-tiba diam dan meminta melanjutkan laporannya.

“Pada jam 9.40 malam, dia menatapku.”

“Benarkah? Aku iri padamu” ucap Myeong Ju cemburu. “Lalu?’

“Dia berjalan ke arahku. Langkah demi langkah.” Bum Rae berdiri dan cepat-cepat membalikkan catatann, agar tak terbaca oleh Dae Young. Ia bertanya pada Dae Young apa yang harus dilakukannya.

“Apa lagi? tutup teleponnya.” Perintah Dae Young. Di seberang telepon, Myeong Ju tersenyum senang mendengar suara Dae Young.

“Letnan Yoon adalah letnan. Anda adalah Sersan mayor.” Kata Bum Rae. Maksudnya ia harus lebih patuh pada Myeong Ju karena pangkatnya lebih tinggi dari Dae Young.


Dae Young bertanya apa yang akan Bum Rae pertama lakukan jika ketahuan oleh musuh. Bum Rae menjawab dengan ragu, menyerah.


 “Lakukan apa pun yang diperintahkan oleh musuh,” sahut Dae Young. Dae Young kembali menyuruh Bum Rae menutup telepon. Di seberang, Myeong Ju tersenyum senang, merasa sudah cukup puas karena sudah mendengar suara Dae Young dan memberitahukan akan menutup telpon. Bum Rae memberi hormat pada Myeong Ju dan menutup telponnya.

Lalu Bum Rae meminta maaf pada Dae Young. Dae Young bertanya, apa Bum Rae mau lari keliling lapangan atau membuatkan ramen untuknya. Bum Rae spontan memilih memasak ramen untuk Dae Young. Dae Young tersenyum dan mengatakan kalau Bum Rae harus membuat kaldunya sendiri.

Bum Rae langsung memasang wajah sedih dan mengatakan ia akan mandi dulu. Dae Young tersenyum melihat kelakuan Bum Rae. Sebelum pergi, Bum Rae memberitahukan, ada surat untuk Dae Young.


Si Jin membawa Mo Yeon ke sebuah restoran. Mo Yeon menatap tajam bergantian ke arah pelayan sexy yang sedang menghidangkan makanan dan Si Jin. Si Jin tak berkutik, hanya menatap lurus ke arah Mo Yeon. Sebelum pergi pelayan itu memberitahu Si Jin kalau ada wine baru yang barusan datang, mana tahu Si Jin menginginkannya.

Si Jin tidak mengatakan apa pun. Setelah pelayan itu pergi, ia baru bisa bernafas lega. Mo Yeon memuji pilihan restoran Shi Jin. Shi Jin mengatakan Dae Young yang sering mengajakanya ke restoran ini, sedangkan ia lebih suka makan di kantin, ia lebih suka makan makanan instan.

Mo Yeon mengiyakan dengan nada yang tidak percaya. Mo Yeon mengucapkan terima kasih karena telah membantunya hari ini, ia yang akan membayar makanannya dan ia ingin mengajukan satu pertanyaan pada Si Jin. Kenapa Si Jin memilih menjadi tentara. Mo Yeon melarang Si Jin menjawab karena seragam.

Si Jin tersenyum tipis dan menjawab dengan singkat, karena seseorang memang harus menjadi tentara. Si Jin menyadari kalau Mo Yeon tidak begitu menyukai pekerjaannya. Namun Mo Yeon berkilah, ia hanya berpikir Si Jin sangat patriotik sehingga mau membahayakan nyawanya demi negara.

Si Jin ingin tahu makna patriotik bagi Mo Yeon. “Kau mencintai negara dan setia pada negara dan rakyatny,” jawab Mo Yeon.

Si Jin merasa makna patriotik baginya berbeda dengan Mo Yeon. Baginya, prinsip untuk melindungi anak-anak, wanita cantik dan orang tua, keberanian untuk menegur anak SMA yang ketahuan merokok, dan keberanian yang tidak goyah di depan todongan senjata adalah patriotisme dan itu juga caranya untuk menjaga kehormatan seorang tentara.

Lalu Si Jin bertanya balik pada Mo Yeon. Seandainya dia bukan tentara, tetapi seorang pria biasa dari keluarga kaya, apakah Mo Yeon juga akan sebingung ini. Mo Yeon mengatakan tidak, ia merasa itu terlalu biasa baginya. Shi Jin tersenyum, merasa seharusnya ia mengatakan ‘pria tampan dari keluarga kaya’.

Mo Yeon membalas dengan senyuman.


Selesai makan, Si Jin keluar dari restoran lebih dulu dan melihat dua pria yang berdiri tidak jauh darinya, sedang berbicara. Si Jin mengenali salah satunya. Pria itu adalah staf PBB palsu yang ia serahkan ke polisi setempat. Mereka juga balas menatap Si Jin, bahkan yang satunya, menawarkan botol minuman pada Shi Jin dari kejauhan.

Mo Yeon pun keluar dan mengatakan kalau ia sudah membayar makanan. Mo Yeon heran melihat tatapan Si Jin yang terpaku ke arah yang lain dan ingin melihat apa yang dilihat Si Jin. Tapi Si Jin menahan Mo Yeon supaya tidak membalikkan badannya. Sambil sesekali melihat ke arah dua pria itu, Si Jin bertanya apa Mo Yeon tahu letak toko hardware yang kemarin mereka datangi.

Mo Yeon mengiyakan. Si Jin menyuruh Mo Yeon pergi duluan ke sana dan menunggunya di sana. Tetapi Mo Yeon bilang, ia ada tugas nanti sore. Si Jin mengatakan kalau begitu Mo Yeon bisa ke sana meminjam mobil. Nanti ia akan menelepon mereka.

Mo Yeon ingin tahu apa yang sedang terjadi. Si Jin beralasan ia akan ke markas komando untuk memberi laporan. Mo Yeon menembak apa karena masalah kemaren. Si Jin bilang tidak, itu masalah lain. Mo Yeon mengerti. Si Jin menantap kea rah dua pria itu dan mengajak Mo Yeon pergi.


Mo Yeon tiba di toko dan terkejut melihat Daniel yang tiba-tiba muncul. Mereka pun saling berkenalan. Mo Yeon bertanya apakah Daniel dokter juga. “Aku mengobati orang-orang dan juga memperbaiki barang rusak. Kadang-kadang aku juga membantu sapi yang melahirkan…”, jawab Daniel ramah.

Daniel sudah mengetahu Mo Yeon mau meminjam mobil, karena Si Jin sudah memberitahunya.


Si Jin kembali ke tempat tadi sambil menyiapkan pistolnya. Kedua pria itu masih ada di sana. Si Jin berjala ke arah mereka dan langsung menodongkan pistol pada pria yang pernah ditangkapnya. Si pria itu tidak takut dan tidak percaya seorang tentara penjaga perdamaian, menodongkan senjata pada warga sipil yang tidak bersenjata.

 “Memang tidak bisa,” ucap Si Jin dan kemudian menembakkan pistolnya ke ban mobil yang ada di dekatnya. Suara tembakan itu terdengar hingga ke toko perkakas dan Mo Yeon sangat kaget mendengarnya.


Sekarang kedua pria itu mengeluarkan senjata mereka dan menodongkan ke arah Si Jin. “Bukan sipil. Dan bukan tidak bersenjata…”, ucap Si Jin lagi. Si Jin mengatakan ia tahu mereka mempunyai koneksi dengan polisi setempat.


Beberapa pria bersenjata lain keluar dari bangunan yang ada di belakang kedua pria itu, terakhir muncul Argus. Ia mengambil pistol salah seorang pria tadi dan menodongkan ke belakang kepala pria yang pernah ditangkap oleh Shi Jin. Memarahi mereka karena sudah berulang kali ia mengingatkan untuk menodongkan pistol ke belakang kepala.

Si pria yang ditodong pistol itu langsung menurunkan pistolnya dari Si Jin dan mengangkat kedua tangannya. Argus beralih pada Si Jin, mengatakan bahwa polisi selalu berpihak pada uang. Dimanapun itu, kapanpun.

Argus mengembalikan psitol itu ke anak buahnya dan mengatakan, “Lama tak bertemu, Letnan,” Si Jin menatap Argus bingung. Argus membuka kaca mata hitamnya dan mengatakan, “Atau mungkin, Kapten?”.


Shi Jin menurunkan pistolnya, “Kapten… Argus?” ternyata dulu Argus adalah pimpinannya Si Jin.


Sementara itu Daniel berbicara dengan seseorang lewat telepon untuk mencari tahu apa yang terjadi. Orang itu mengatakan tentang geng Argus yang melakukan keributan. Daniel menyampaikan kabar itu pada Mo yeon.

Mo Yeon ingin tahu apa ada yang terluka. Tapi Daniel mengatakan, mereka pasti akan menelpon dokter jika memang ada yang terluka. Daniel menawarkan teh pada Mo yeon dan Mo Yeon menerima tawaran Daniel.

Mo Yeon bertanya bagaimana Daniel bisa mengenal Si Jin. “Di pemakaman”, jawab Daniel. Di Irak, di Afganistan, dan di Urk, mereka terus bertemu di pemakaman.

Lalu Mo Yeon mengatakan ia  merasa sedikit tidak enak menanyakan sesuatu tapi ia tetap akan menanyakannya pada Daniel, karena mungkin saja saat itu adalah satu-satu kesempatan yang ia miliki. “Apa kau tahu apa tugas sebenarnya Kapten Yoo?” Daniel terdiam.

Flashback

Si Jin terus disiksa dan penyandera menuntut Shi Jin memberikan informasi kode radio PBB. Si Jin menggumamkan kodenya dalam bahasa korea dan ia disiksa lagi. Penyandera menuntut Si Jin menjawab dalam bahasa Inggris.

Si Jin tidak menuruti keinginan mereka dan terus mengucapkan kode dalam bahasa korea berikut dengan nama beserta pangkatnya sebagai pasukan khusus Korea.

Tiba-tiba terdengar tembakan dan beberapa tentara Korea masuk, termasuk Dae Young ada juga di sana. Dalam waktu yang singkat, mereka melumpuhkan para penyandera. Saat akan pergi, Si Jin mengatakan pada salah seorang tentara, bahwa masih ada satu orang lagi sandera, yaitu kapten Tim Delta yang dinyatakan hilang.

Temannya itu sempat mengatakan mereka hanya punya waktu 5 menit sebelum bangunan diledakkan. Si Jin berkeras untuk menyelamatkan sandera itu dan mereka berhasil membawanya hingga ke helikopter. Dan ternyata Kapten Tim Delta itu adalah Argus. Sayangnya, saat akan naik ke helikopter, temannya itu tertembak mati.
Flashback End


Si Jin menatap Argus, tidak mengerti. Argus menjelaskan bahawa ia hanya mengubah pekerjaannya. Ia beralasan pekerjaannya sekarang hampir sama dengan pekerjaannya yang dulu, bedanya ia bisa memanjangkan rambutnya, menembak dan menghasilkan uang. Si Jin belum bisa mengerti apa yang mengubah pikiran Argus, padahal dulu Argus adalah legenda di Tim Delta.

“Tapi menjadi legenda tidak menghasilkan uang,” sahut Argus lagi.

Lalu Argus memberitahukan Si Jin bahwa di lingkungan ini banyak geng yang jahat, yang tidak kenal rasa takut, tidak kenal dengan aturan dan kehormatan dan tidak memiliki negara yang mereka layani. Argus memberi peringatan pada Si Jin supaya mengurus urusan Shi Jin sendiri, dan ia menegaskan itu adalah peringatan terakhirnya.

Sebelum pergi, Argus menepuk pundak Si Jin, mengatakan dari dulu hingga sekarang, Si Jin masih terlalu baik hati.

Si Jin muak melihat Argus, mungkin menyesal telah menyelamatkan Argus dan mengorbankan nyawa temannya.

“Kau memang benar. Tidak seharusnya aku melawan kehendak Tuhan. Pasti selalu ada alasan dibalik kematian seseorang,” ucap Si Jin dengan bahasa Korea.

Argus menuduh Si Jin yang bersembunyi dibalik bahasanya sendiri. Si Jin kembali berbahasa Inggris, balik mengancam Argus untuk tidak berani muncul di dekatnya, kalau tidak Argus harus membayar atas apa yang dilakukannya.


Kembali pada Mo Yeon dan Daniel. Kita tak tahu apa yang dikatakan Daniel, tapi kemudian Daniel bertanya apakah Mo Yeon ada pertanyaan lagi. Mo Yeon menjawab tidak ada.

“Sudah cukup? Cukup untuk mengerti atau cukup untuk menjauhinya?” tanya Daniel.


Mo Yeon mengendarai mobil yang dipinjamkan oleh Daniel. Mo Yeon melamun selama menyetir. Terlebih saat ia menelepon Si Jin dan meletakan ponselnya dekat setir. Mo Yeon menyetir hingga ke jalur berlawanan arah dan hampir saja tertabrak truk yang muncul di depannya.


Mo Yeon membanting stir ke kiri dan pandangannya hingga menabrak pagar jalan dan terus meluncur menuruni tebing.

Mo Yeon tidak bisa mengendalikan mobilnya dan mobil baru bisa berhenti saat bergantung di pinggir tebing. Mo Yeon gemetar, sangat panik dan menangis ketakutan karena jika mobilnya jatuh ke bawah, maka ia akan langsung masuk ke dalam laut.



Untungnya ponselnya masih terhubung dengan Si Jin. Si Jin mencoba berbicara dengan Mo Yeon. Saat Mo Yeon akan meraih ponselnya yang jatuh, mobil bergerak lagi, membuat Mo Yeon bertambah ketakutan, memohon agar Si Jin menolongnya.

Si Jin meminta Mo Yeon mengatakan dimana Mo Yeon, apa yang dilihat Mo Yeon. Mo Yeon mengatakan mobilnya tersangkut di tebing. Si Jin segera menyalakan mesin mobilnya dan meminta Mo Yeon bertahan dan menunggunya, ia yang akan menemukan Mo Yeon.

Saat Si Jin menutup telponnya, Mo Yeon menangis karena Shi Jin sudah tidak menutup teleponnya. Mo Yeon mencoba membunyikan klaksonnya berkali-kali, berteriak agar seseorang menolongnya.

Mo Yeon merekam suaranya untuk ibunya, berpesan untuk mengambil pensiunnya dan uang direkeningnya. Ia juga meminta maaf pada ibunya karena sudah bersikap kasar. Lalu Mo Yeon juga merekam suaranya untuk Ji Soo, meminta Ji Soo membatalkan kontrak penyewaan gedung untuk klinik dan mengambil kembali depositnya. Ia juga menitipkan salamnya untuk Tae Won,  dan berharap Ji Soo dan Tae Won bisa berakhir bahagia.


Mo Yeon menangis, mengeluhkan hidupnya yang akan berakhir seperti itu. Tiba-tiba Si Jin masuk ke mobil dari pintu belakang, membuat Mo Yeon kaget sekaligus lega. Si Jin meminta Mo Yeon membuka jendela di sampingnya dan setelah jendela terbuka, Si Jin pindah duduk ke depan.

Mo Yeon protes melihat Si Jin pindah ke depan karena membuat mobil semakin menjorok ke bawah. Si Jin menyadarkan Mo Yeon ke belakang. Si Jin memberitahukan Mo Yeon, kalau batu tidak bisa menahan mereka lebih lama dan ia akan menjatuhkan mobilnya.

Mo Yeon jelas protes, sama sekali tidak setuju dengan rencana Si Jin. Si Jin memegang bahu Mo Yeon, meyakinkan Mo Yeon untuk mempercayainya dan cukup menutup mata saja. “Aku pasti menyelematkanmu,” janji Si Jin.

Mo Yeon tetap tidak mau. Si Jin menyuruh Mo Yeon melepaskan kakinya dari rem, Mo Yeon tetap menolak. Tidak mau mendengarkan protes Mo Yeon lagi, Si Jin langsung memukul bagian airbag, membuat Mo Yeon kaget dan kakinya terlepas dari pedal rem. Mobil pun terjun bebas ke dalam jurang dan jatuh tenggelam ke dalam air.
Bersambung ke part 2…








Tidak ada komentar:

Posting Komentar