Mo Yeon
berhasil diselamatkan oleh Si Jin dan membawanya ke pantai. Si Jin memberikan
CPR pada Mo Yeon yang pingsan. Mo Yeon tersadar dan terbatuk-batuk. Mo Yeon
sangat kesal karena Si Jin menjatuhkan mobilnya. Ia memukul-mukul Si Jin,
mengatai Si Jin yang sudah gila.
Mo Yeon mengecek
denyut nadinya sendiri lalu mengeluhkan denyut nadi yang berdetak tidak karuan.
Si Jin tertawa kecil melihat Mo Yeon yang tiada henti-hentinya mengomel. Ia
mengatakan dirinya baik-baik saja dan melihat Mo Yeon yang terus memukulinya,
itu berarti Mo Yeon juga baik-baik saja.
Si Jin
menarik Mo Yeon supaya berdiri dan mengajaknya pulang. Mo Yeon menolak,
mengatakan ia bukan tentara yang baik-baik saja setelah melewati kejadian tadi.
Ia merasa takut setengah mati dan berpikir tadi akan mati.
Si Jin tersenyum
dan menepuk-nepuk pundak Mo Yeon, mengatakan kalau ia tidak bisa meninggalkan
Mo Yeon sendirian. Baru saja ditinggal sebentar, Mo Yeon sudah tergantung di
tebing, apa jadinya jika ia meninggalkan Mo Yeon di kereta api? Goda Si Jin.
Mo Yeon menepis
tangan Si Jin menyuruh Si Jin berhenti bercanda, ia tidak punya tenaga untuk
tertawa. Si Jin hanya tersenyum kecil menatap Mo Yeon. Ia terus menepuk-nepuk
punggung Mo Yeon.
Si Jin dan Mo
Yeon tiba di camp dan bertemu beberapa orang anak buah Si Jin. Mereka berlalu
saja setelah memberi hormat pada Shi Jin, meski merasa penasaran kenapa Si Jin
dan Mo Yeon bisa basah kuyup.
Si Jin
mendekati Mo Yeon lalu menyampirkan jaket tentaranya di pundak Mo Yeon. Si Jin
menyuruh Mo Yeon memakai jaketnya karena kaus Mo Yeon tembus pandang. Mo Yeon
langsung menarik jaket dan menutup semua badannya. Ia kesal karena Shi Jin baru
memberitahukannya sekarang.
Si Jin malah
semakin menggoda Mo Yeon, mengatakan kalau ia sudah melihat semuanya dan tidak
ingin orang lain melihatnya. Si Jin berbalik pergi, pura-pura tidak peduli pada
teriakan marah Mo Yeon.
Di sebuah
mansion, Geng Argus menyandera pegawai mansion dan juga Young Su. Mereka
menembak pegawai mansion, memaksa mereka memberitahukan dimana bos mereka.
Argus mengatakan, sekarang mansion sudah punya pemilik baru.
Pistol ditodongkan
ke kepala Young Su. Argus mengatakan bahwa kesepakatan mereka masih tetap sama.
Young Su berkata ia tidak peduli, selama ia mendapatkan uangnya ia bersedia
memberikan apa yang diinginkan Argus.
Young Su
memberikan sebuah bungkusan kecil pada Argus. Argus menuangkan isinya di
telapak tangannya yang ternyata isinya adalah butiran berlian.
Argus berkata,
“Hanya karena semua pria Korea itu pernah mengikuti militer, mereka langsung
terasa seperti saudaraku”. Sambil memberikan gulungan uang dolar, Argus
mengingatkan Young Su bahwa pengiriman selanjutnya seminggu lagi.
Young Su
mengambil uangnya dan tersenyum, mengatakan kalau biasanya dalam sepuluh hari.
Argus membuat jarinya seperti pistol dan
menempelkannya ke dahi Young Su, membuat Young Su terlonjak kaget, “Satu
minggu”, tegas Argus. Young Su tidak punya pilihan lain selain menyanggupi
perintah Argus.
Wakil manager
proyek memarahi salah seorang pekerja yang kedapatan tidur di jam kerja.
Pekerja itu protes, kalau ia lebih memilih dibayar sedikit daripada bekerja
lembur. Wakil manager kesal, jika pekerja itu ingin bersantai-santai, maka
seharusnya ia membuat perusahaannya sendiri. Si pekerja itu mengancam akan
melapor pada Menteri Tenaga Kerja jika ia kembali ke Korea nanti.
Seorang
pekerja lain datang, mengatakan sesuatu tentang ‘utamakan keselamatan’ dan
bocah dari… Belum sempat si pekerja itu menyelesaikan ucapannya, si pekerja yang
tadi dimarahi langsung menutup mulut temannya itu, mencegahnya bicara lebih
banyak.
Saat itulah,
perhatian wakil manager teralihkan oleh kedatangan Young Su. Wajah Young Su
terlihat berbeda dari biasanya dan tidak banyak bicara. Wakil manager sempat menanyakan
tentang sopir yang tadi pergi bersama Young Su. Young Su mengatakan, sopir itu
sudah berhenti bekerja. Ia meminta wakil manager untuk tidak perlu
mengkhawatirkan sopir itu dan kembali bekerja.
Saat Young Su
menaiki tangga, si pekerja yang tadi dimarahi wakil manager melihat noda merah
di kaos kaki dan ujung celana Young Su. Dan ia menebak itu noda darah.
Mo Yeon duduk
melamun di sudut dapur. Bajunya dan jaket Si Jin yang basah sudah digantung di
tali jemuran. Mo Yeon teringat suara tembakan yang ia dengar saat berada di
toko perkakas tadi.
Tiba-tiba Si
Jin datang membawak dua cangkir kopi instan dan menawarkannya pada Mo Yeon. Mo
Yeon menatap Si Jin galak, masih marah dengan insiden kaos tembus pandang tadi.
Ia mengatakan Shi Jin mesum sambil menerima kopi yang diberikan Si Jin.
Si Jin sempat
membahas tentang warna pakaian dalam sebentar, membuat Mo Yeon semakin kesal
dan mengatakan, mau jadi pria seperti apa kalau saja Si Jin tidak menjadi
tentara. Si Jin bertanya, “Apa itu pertanyaan?”
Mo Yeon menyahut,
“Tidak, itu hanya pernyataan saja.” Lalu Mo Yeon menawarkan obat penenang jika
Si Jin masih merasa shock karena kejadian tadi. Si Jin bertanya apa sekarang Mo
Yeon mengkhawatirkannya. Mo Yeon
menjawab, “Tentu saja. Karena kau sudah menyelematkanku.”
Si Jin
mengeluhkan Mo Yeon yang hanya mengkhawatirkannya karena ia telah menyelamatkan
Mo Yeon. Wajah Si Jin tampak sedikit murung. Mo Yeon menanyakan apakah Si Jin
tahu kalau di tebing tadi Si Jin memertaruhkan nyawanya sendiri untuk
menyelamatkannya.
“Kau yang
memintaku menyelamatkanmu”, sahut Si Jin.
Lalu Mo Yeon
bertanya tentang kisah yang diceritakan Shi Jin saat mereka pertama kali
bertemu. Si Jin bercerita akan menghadapi apa pun untuk menyelamatkan Prajurit
Ryan. “Kau tidak bercanda, ‘kan? Jadi, apa kau menyelamatkannya?”.
Flashback
Saat mereka
berhasil keluar dari gedung penyaderaan, tentara Korea tertembak dan mati.
Flashback End
“Iya,”ucap Si
Jin sambil menundukkan wajahnya. Si Jin teringat pertemuannya dengan Argus
tadi, tapi tidak menceritakannya pada Mo Yeon. Ia hanya mengatakan untuk
pertama kalinya dalam hidupnya, ia menyesal telah melakukannya.
Mo Yeon
menyinggung tentang kejadian tadi siang. Menurutnya Si Jin berbohong. Saat ia
meminta Si Jin datang menolongnya, Si Jin terlalu cepat sampai, jadi tidak
mungkin pergi ke markas. “Bunyi tembakan itu kau, ‘kan?”
Si Jin
tersenyum tipis, mengatakan kalau Mo Yeon berpikir terlalu banyak dan meminta
Mo Yeon untuk memercayainya saja. Mo Yeon mengatakan karena Si Jin seperti itu,
pikirannya menjadi semakin bingung.
Tiba-tiba
semua lampu mati. Si Jin memberitahukan kalau listriknya memang tidak terlalu
bagus, listrik akan menyala kembali dalam tiga puluh detik. Mo Yeon tersenyum
dan mengerti dengan situasinya.
Mo Yeon
menatap Si Jin. Si Jin mengancam Mo Yeon untuk tidak melakukan hal-hal aneh
padanya. “Tidak akan…” sahut Mo Yeon. Dan Shi Jin kembali mengulangi ucapannya,
mengancam Mo Yeon untuk tidak melakukan sesuatu padanya. Lagi-lagi Mo Yeon
memberi jawaban yang sama. Lalu Mo Yeon mengucapkan terima kasih karena Si Jin
sudah menyelamatkannya.
Mo Yeon
menatap Si Jin hingga lampu menyala lagi. Si Jin mengeluhkan cara Mo Yeon
menatapnya, membuatnya tersipu malu. Mo Yeon menebak, Sh Jin pasti seorang
playboy, pria lucu seperti Si Jin pasti selalu dikelilingi oleh gadis-gadis
cantik.
“Jadi kau
pasti tahu hanya aku pria yang terbaik dan yang lainnya tiada berguna. Tapi kau
masih melihat bawahanku latihan tiap pagi,” protes Si Jin.
“Itulah
indahnya kehidupan,” jawab Mo Yeon. Si Jin mengeluh, menyesal menyelamatkan Mo
Yeon.
Lalu Mo Yeon
teringat dengan mobil dan berpikir untuk memberitahukan toko. Dengan kesal Si
Jin menjawab ia sudah menelepon ke sana dan besok dibawa untuk diperbaiki. Mo
Yeon tersenyum, lega.
Keesokan
harinya, mobil diderek ke depan toko Daniel. Daniel terkejut melihat kondisi mobilnya.
Mo Yeon merasa bersalah karena menyebabkan mobil Daniel rusak parah. Si Jin
menenangkan Mo Yeon, mengatakan kalau Daniel bisa memperbaiki apa saja.
Baru saja Mo
Yeon akan bernafas lega, pintu mobil, satu persatu copot dan jatuh ke tanah.
Membuat Mo Yeon semakin merasa bersalah.
Daniel
memberikan sekotak walkie talkie yang diminta Si Jin. Si Jin memberitahukan Mo
Yeon kalau walkie talkie jauh lebih berguna dibandingkan dengan ponsel karena
sinyal sering menghilang. Si Jin mengatakan ia khawatir dengan keadaan Mo Yeon
saat kemarin tidak bisa menghubungi Mo Yeon.
Mo Yeon
menatap Si Jin karena tersentuh dengan ucapannya. Lalu ia beralih pada Daniel,
bertanya berapa banyak ia berhutang pada Daniel. Daniel mengira Mo Yeon
bertanya tentang walkie talkie, tapi ternyata yang dimaksud Mo Yeon adalah
mobil Daniel.
Daniel
mengatakan ia akan mencoba untuk memperbaikinya dulu, walaupun tidak akan sama
dengan sebelumnya. Daniel mengeluhkan catnya yang tidak akan sama, lalu bensin
yang baru ia isi penuh.
Shi Jin hanya
berkata, “Semangat!”. Sebelum pergi, ia meminta Daniel mengucapkan selamat
tinggal pada walkie talkienya karena mungkin ini juga terakhir kalinya Daniel
bisa melihat walkie talkienya dalam keadaan baik. Mo Yeon menatap kesal Si Jin
yang menyindirnya.
Setiba di
camp, Si Jin mengajarkan Mo Yeon cara memakai walkie talkie. Si Jin
memberitahukan tim medis akan memakai channel 7 dan tim tentara akan memakai
channel 3.
Si Jin
mempraktekkan cara pemakaiannya dan menyebutkan nama panggilannya ‘Big Boss’.
Ia bertanya apa Mo Yeon sudah memutuskan nama panggilan Mo Yeon. Mo Yeon
berpikir sejenak, dan Si Jin mengusulkan nama panggilan Mo Yeon, ‘Beauty’.
Mo Yeon
tertawa, malu. Mereka saling menggoda dan tiba-tiba terdengar suara ketukan.
Ternyata Myeong Ju sudah ada di sana dan meminta maaf karena mengganggu lovey
dovey Si Jin dan Mo Yeon. Wajah Mo Yeon berubah tidak senang.
Si Jin bertanya
kenapa Myeong Ju ke sini, bukannya Myeong Ju bertugas di markas Taebaek. “Aku
datang untuk menikahimu,” jawab Myeong Ju.
Mo Yeon
langsung kaget dan melihat ke arah Myeong Ju. Si Jin memarahi Myeong Ju yang
bercanda sembarangan.
“Apa
candaanku membuatmu takut? Wuah…”, sahut Myeong Ju, tidak merasa bersalah. Si
Jin melirik Mo Yeon sekilas. Lalu Myeong Ju memberi laporan secara resmi pada
Shi Jin bahwa ia diperintahkan untuk bergabung di medicube Mowuru mulai 28 Mei
2015.
Si Jin
mengomentari Myeong Ju yang sudah menyalahgunakan kekuasaannya untuk bisa
pindah ke sini. Myeong Ju beralasan karena hidupnya tidak mudah dan terus
mengalami ketidakadilan.
Mo Yeon pamit
pergi dan keluar dengan membawa sekotak walkie talkie di tangannya. Myeong Ju
menyapa Mo Yeon dan mengajak Mo Yeon bersalaman, serta melupakan masa lalu. Mo
Yeon menolak bersalaman dengan Myeong Ju karena kedua tangannya memegang kotak
dan juga menolak untuk melupakan masa lalu.
Si Jin
tersenyum melihat hubungan dingin antara Myeong Ju dan Mo Yeon. Ia bertanya
pada Myeong Ju, apa hubungan Myeong Ju dengan Mo Yeon. Bukannya menjawab
pertanyaan Si Jin, Myeong Ju malah balik bertanya, “Apa kau kebetulan bertemu
dengan Kang Mo Yeon di sini? Ataukah kau hanya berpura-pura kebetulan bertemu
dengannya di sini?”.
Si Jin
menolak dirinya disamakan dengan Myeong Ju yang memang sengaja minta pindah. Ia
juga protes dengan cara Myeong Ju memanggil Mo Yeon karena Mo Yeon lebih tua
dari Myeong Ju.
Si Jin
meminta Myeong Ju tidak mengalihkan pembicaraan dan menyuruh Myeong Ju menjawab
pertanyaannya. Lagi-lagi, bukannya menjawab, Myeong Ju malah mengatakan kalau
ia tidak akan menganggap pertemuan Si Jin dan Mo Yeon adalah takdir, ia juga
tidak setuju Mo Yeon menjadi kakak iparnya.
Si Jin
tersenyum melihat kelakuan Myeong Ju dan menggodanya. “Kakak ipar apanya?
Bukannya kau ke sini untuk menikah denganku?”
“Benar juga.
Terserah…” sahut Myeong Ju tidak peduli.
Di luar Mo
Yeon berusaha mencuri dengar pembicaran Shi Jin dan Myeong Ju dengan
stateskopnya. Chi Hoon pun datang dan mengikuti apa yang dilakukan Mo Yeon.
“Apa pintunya sedang sakit?”, tanya Chi Hoon, polos.
Mo Yeon
terlonjak kaget, dan memberi isyarat dengan jarinya agar Chi Hoon diam, lalu
menarik CHi Hoon pergi.
Si Jin
memberitahu Myeong Ju bahwa ia sengaja ditelepon Komandan agar menjaga Myeong
Ju baik-baik. “Jadi, kau akan memperlakukanku
dengan baik?”, tanya Myeong Ju.
Sebaliknya, Si
Jin mengatakan ia berencana untuk membuat Myeong Ju menderita supaya Myeong Ju
cepat minta pulang ke Korea. Myeong Ju hanya tertawa. Myeong Ju menyinggung
tentang Si Jin yang kepulangannya dimajukan. Ia merasa ayahnya sangat
menyayangi menantunya dan khawatir sepertinya Si Jin benar-benar akan menjadi
menantu ayahnya.
“Jadi, kau
harus baik padaku. Jika bukan karena tugasku, kita pasti sudah dinikahkan,”
kata Shi Jin.
“Aahhh… apa
kita memang harus menikah ya?” sahut Myeong Ju.
Si Jin malah
takut dan minta maaf karena salah bicara tentang pernikahan. Myeong Ju biasa
saja dan tersenyum.
Lalu Si Jin
bertanya apa Myeong Ju sudah berbicara di telepon dengan Dae Young. Myeong Ju
mengatakan Dae Young tidak mau mengakat telepon darinya. Si Jin mengambil
ponsel dan menghubungi Dae Young. Ia berbicara seolah-olah Dae Young menerima
telepon darinya padahal kenyataannya tidak. Myeong Ju menatap Si Jin dengan
kesal karena Si Jin mengerjainya.
Dae Young
sendiri sedang memberi pelatihan menembak. Ia menjelaskan arti 3 perintah dalam
Kesatuan Khusus sambil berjalan diantara tembakkan. Perintah serangan artinya
tetap maju. Perintah bertahan artinya pantang mundur. Perintah stand-by artinya
tidak membuat gerakan apapun. Dae Young mengatakan perintah adalah nyawa untuk
tentara dan kewajiban bagi Pasukan Khusus.
Seorang
parjurit datang, memberitahukan bahwa Dae Young dicari oleh Komandan. Dae Young
membubarkan anak buahnya.
Letjen Yoon
menanyakan tentang parjurit yang menurut penilaian Dae Young memenuhi syarat
untuk menjadi anggota Tim Alpha. Dae Young mengatakan ia akan memberi laporan setelah
pelatihan seminggu selesai. Letjen Yoon berharap dengan kepulangan instruktur
legendaris, maka mereka akan bisa memilih kapten yang terbaik.
Lalu Letjen
Yoon memberitahukan tentang rencananya menempatkan Si Jin di Kementerian
Pertahanan Menurutnya, Si Jin benar-benar telah membuat kesalahan dan harus
berhenti dari misi luar negeri.
“Myeong Ju
berpikir, aku telah menyalahgunakan kekuasaanku dalam transfer ini. Bagaimana
menurutmu?”
“Saya setuju
dengan Letnan Yoon, Pak”.
Letjen Yoon
mengatakan ia bersedia diselidiki dan mempersilahkan Dae Young untuk
melaporkannya. Tapi dengan tegas Dae Young mengatakan ia tidak akan melaporkan
Letjen Yoon, ia sadar ia telah kalah dalam pertarungan itu.
Dae Young
mengatakan Letjen Yoon memiliki ‘senjata’ yang tidak ia miliki, yaitu ketulusan
hati sebagai seorang ayah. Dae Young mengerti, Letjen Yoon sangat memikirkan
masa depan Myeong Ju dan tidak menerimanya. Ia setuju dengan keputusan Letjen
Yoon dan ia memilih untuk mengalah demi masa Myeong Ju.
Dae Young keluar dari
ruangan Letjen Yoon dengan wajah muram. Teringat isi surat Myeong,
Hatiku berkata, bahwa kau tidak pernah membaca suratku ini. Jika kau membaca surat ini, itu berarti kita berpisah lagi. Dan artinya ayahku memerintahkanmu untuk pergi lagi. Maafkan aku. Aku memang wanita yang selalu merepotkan pria. Tapi aku akan selalu duduk di sini, bertanya bagaimana kabarmu? Tapi, kau tak akan bisa menjawab pertanyaanku itu. Jarak kita mungkin sangat jauh sekarang.
Dae Young
kembali mendapatkan telepon dari Myeong Ju.
Maafkan aku karena aku tidak bisa melepaskanmu, meski aku tahu apa yang menghalangi kita. Maafkan aku karena masih memelukmu sepenuh hati. Tapi aku masih menyesal tak mengenggam tanganmu erat dan tak memelukmu erat. Maafkan aku karena masih mencintaimu. Aku berhrap kau tidak membaca surat ini. karena itu artinya kita akan bersama-sama di Urk. Jadi bagaimana nantinya? Apa kita akan bertemu? Atau kita akan terpisah lagi?
Dae Young
menatap nama Myeong Ju, matanya berkaca-kaca. Ia tidak mengangkat telepon dari
Myeong Ju. Myeong Ju menyerah, tidak berusaha menelpon Dae Young lagi. Wajahnya
terlihat murung.
Tiba-tiba Chi
Hoon datang, menyapa Myeong Ju. Ia ingin tahu apakah dokter tentara juga
memiliki senjata. “Dokter tentara adalah tentara juga,” jawab Myeong Ju.
Lalu Chi Hoon
ingin tahu apakah mereka juga boleh merawat musuh jika terjadi perang. “Dokter
tentara adalah dokter juga,” sahut Myeong Ju. Chi Hoon takjub, merasa dokter
tentara itu keren. Myeong Ju kegeeran, berpikir Chi Hoon sedang merayunya. Tapi
Chi Hoon mengatakan tidak, itu hanya salah paham dan menurutnya Myeong Ju juga
tidak terlalu cantik.
Myeong Ju
hampir saja marah. Tiba-tiba Mo Yeon muncul, memuji Chi Hoon yang punya mata
yang jeli. Mo Yeon bahkan mengatakan ia mencintai Chi Hoon. Ia menepuk punggung
Chi Hoon dan mengajak Chi Hoon rapat.
Myeong Ju
mengomentari Mo Yeon yang membawa begitu banyak perlengkapan padahal Mo Yeon
cuma tinggal di sana 15 hari saja. Dengan nada kesal, Mo Yeon menjelaskan bahwa
perlengkapan yang dimaksud Myeong Ju itu adalah medicube yang merupakan klinik
lapangan terbaik dan akan disumbangkan untuk PBB setelah selesai bertugas.
Myeong Ju
tidak mau menanggapi Mo Yeon dan mengatakan, “Terserahlah, aku sibuk”. Kemudian
Myeong Ju pergi.
Belum juga
Myeong Ju jauh, Mo Yeon mengatai Myeong Ju wanita yang picik. Chi Hoon menegur
Mo Yeon, yakin Myeong Ju pasti mendengar umpatan Mo Yeon tadi. Tapi Mo Yeon
mengatakan, ia memang sengaja mengatakannya supaya Myeong Ju mendengar. Mo Yeon
mengometari sikap Myeong Ju yang pura-pura tidak mendengar.
Tim medis
rapat di bangunan tempat para tentara. Sebelum menutup rapat, Mo Yeon bertanya
apakah ada pertanyaan. Min Ji mengangkat tangannya, bertanya kenapa mereka
rapat di sini, bukan di Medicube.
Mo Yeon
menunjuk ke atas, ke arah kipas yang berputar dan bertanya apa ada yang bisa
melepaskan kipas itu dan membawanya ke medicube. Semua orang kompak menjawab
tidak ada.
Si Jin keluar
dari ruangannya dan melihat tim medis yang masih berkumpul di bawah. Ia
mendengar Mo Yeon mulai memakai walkie talkie dan memakai nama pemberiannya,
‘Beauty’. Mo Yeon dan temannya itu berbicara tentang rencana menu makan siang.
Mo Yeon yang
sedang asik berbicara melalui walkie talkienya, tidak menyadari Si Jin yang
sudah berdiri di belakangnya. “Aku yang akan memberitahukan menu makan siang
nanti, tapi Beauty, apa kita bisa bicara? Ganti”, ucap Si Jin mengagetkan Mo
Yeon.
Semua tim
medis dengan penuh pengertian, bubar, meninggalkan Mo Yeon dan Si Jin. Si Jin
mengatakan ia ingin bicara dengan Mo Yeon, tapi Mo Yeon yang masih kesal, balik
bertanya apakah Si Jin diizinkan bicara dengannya? Karena menurutnya tunangan Si
Jin sepertinya akan marah.
Mo Yeon berdiri
dari kursinya dan pergi. Si Jin setengah berteriak, bertanya Mo Yeon mau kemana
karena ada yang ingin ia katakan. Tapi tanpa berhenti, Mo Yeon mengatakan ia
tidak mau mendengar apa-apa.
Sang Hyun
membantu Ja Ae merapikan obat-obatan sambil membicarakan tentang Mo Yeon dan
Shi Jin. Ia menanyakan pendapat Ja Ae, Mo Yeon dan Si Jin sedang menjalin suatu
hubungan. Ja Ae bertanya hubungan apa? Sang Hyun menjawab, “Ya seperti hubungan
yang sedang kita jalani.”
“Hubungan kita apa? Penyesalan?” sahut Ja Ae.
Sang Hyun
langsung marah dan mengacak-ngacak rak obat. Menyumpahi Ja Ae, semoga Ja Ae
kesusahan membereskan semua obat-obatan itu. Ja Ae tidak menggubris Sang Hyun
yang pergi begitu saja, ia malah mengatai Sang Hyun yang masih kekanak-kanakan.
Ye Hwa
menemani Daniel yang berusaha memperbaiki mobil hingga malam hari. Ye Hwa
menyuruh Daniel menyerah saja tapi Daniel tidak mau. Ye Hwa memuji Daniel yang
sudah mirip pemilik toko perkakas.
“Aku memang
pemilik toko perkakas,” sahut Daniel . Ye Hwa berkata ia merasa Daniel lebih
seksi saat memegang pisau bedah daripada kunci. Tapi menurut Daniel, hanya
orang Asia berpendapat seperti itu. Untuk wanita bule, mereka lebih menyukai
pria yang memegang alat bengkel.
Ye hwa
langsung marah dan mengatai Daniel pria yang nakal. Daniel hanya tersenyum dan
masuk ke dalam mobil, berusaha menyalakan mesin mobil. Dan ternyata mobilnya
menyala kembali. Ia meminta Ye Hwa membawakan pintu mobil padanya. Dengan susah
payah karena keberatan, Ye Hwa mengangkat pintu mobil itu.
Si Jin
mengemasi pakaiannya ke dalam tas ransel sambil mendengar channel 7, channel
tim medis yang sedang asik bermain dengan walkie talkie. Saat membuka laci, ia
menemukan batu putih yang ia bawa saat pergi ke bangkai kapal bersama Mo Yeon.
Ia menggenggam erat-erat batu itu sambil mendengar Mo Yeon yang bernyanyi
melalui walkir talkie.
Keesokan
harinya, Si Jin memimpin anak buahnya mencari ranjau. Ia berdiri di dekat mobil
dan sepertinya pikirannya terbang entah kemana.
Di camp, para
tentara dibantu tim medis, mempersiapkan pesta. Mo Yeon datang dan mengomentari
cake yang juga ada. Ia berpikir ada seseorang yang berulang tahun.
Sersan Choi
mengatakan mereka mengadakan pesta perpisahan untuk kapten mereka yang sudah
berakhir masa tugas dan akan kembali ke Korea besok. Mo Yeon sangat kaget
mendengarnya.
Mo Yeon
mondar-mandir dan marah-marah sendiri. Marah karena Si Jin sama sekali tidak
memberitahukannya. Marah karena dari semua orang, ia yang terakhir
mengetahuinya.
Mo Yeon
memutar tombol walkie talkienya ke channel 3 dan marah-marah pada Si Jin. Mo
Yeon kaget mendengar suara Si Jin yang mencarinya hingga walkie talkienya
terjatuh. Mo Yeon memungut walkie-talkienya dan menjawab panggilan Si Jin.
Si Ji
mengatakan untuk apa Mo Yeon mendengar chanel tentara apa Mo Yeon mata-mata dan
bertanya di mana Mo Yeon sekarang.
Dan sekarang ia sudah berdiri di depan Mo
Yeon.
Mo Yeon marah
pada Si Jin karena di antara semua orang di camp, ia yang terakhir tahu tentang
kepulangan Si Jin. Si Jin berkata ia sudah mencoba memberitahukan Mo Yeon tapi
Mo Yeon lari darinya. “Kau ingat kemarin?” tanyanya.
“Kalau
begitu, seharusnya kau mengejarku. Kau bisa menyelamatkan Prajurit Ryan tapi
kenapa tidak mengejarku?”, tuntut Mo Yeon.
Si Jin
mengatakan ia tidak begitu yakin alasan Mo Yeon marah padanya, tapi ia merasa
kemarahan Mo Yeon itu memberinya sedikit keuntungan. Mo Yeon mengatakan
anggapan Si Jin itu salah. Lalu Si Jin bertanya apakah pikiran Mo Yeon masih
belum jernih.
Mo Yeon hanya
diam saja, lalu ia meminta izin bertanya satu hal lagi, karena ia berpikir saat
ini mungkin kesempatan terakhir mereka bertemu.
“Tentang
ciuman itu…” Mo Yeon memotong ucapan Si Jin, ia tidak ingin membahas tentang
itu. “Lalu aku harus bagaimana? Haruskah aku minta maaf? Ataukah menyatakan
perasaanku padamu?” tanya Si Jin. Mo Yeon diam, menatap Shi Jin.
Bersambung ke
episode 6…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar