Minggu, 27 Maret 2016

Sinopsis Descendants Of The Sun Episode 5 Part 2




Mo Yeon berhasil diselamatkan oleh Si Jin dan membawanya ke pantai. Si Jin memberikan CPR pada Mo Yeon yang pingsan. Mo Yeon tersadar dan terbatuk-batuk. Mo Yeon sangat kesal karena Si Jin menjatuhkan mobilnya. Ia memukul-mukul Si Jin, mengatai Si Jin yang sudah gila.

Mo Yeon mengecek denyut nadinya sendiri lalu mengeluhkan denyut nadi yang berdetak tidak karuan. Si Jin tertawa kecil melihat Mo Yeon yang tiada henti-hentinya mengomel. Ia mengatakan dirinya baik-baik saja dan melihat Mo Yeon yang terus memukulinya, itu berarti Mo Yeon juga baik-baik saja.

Si Jin menarik Mo Yeon supaya berdiri dan mengajaknya pulang. Mo Yeon menolak, mengatakan ia bukan tentara yang baik-baik saja setelah melewati kejadian tadi. Ia merasa takut setengah mati dan berpikir tadi akan mati.

Si Jin tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Mo Yeon, mengatakan kalau ia tidak bisa meninggalkan Mo Yeon sendirian. Baru saja ditinggal sebentar, Mo Yeon sudah tergantung di tebing, apa jadinya jika ia meninggalkan Mo Yeon di kereta api? Goda Si Jin.

Mo Yeon menepis tangan Si Jin menyuruh Si Jin berhenti bercanda, ia tidak punya tenaga untuk tertawa. Si Jin hanya tersenyum kecil menatap Mo Yeon. Ia terus menepuk-nepuk punggung Mo Yeon.

Si Jin dan Mo Yeon tiba di camp dan bertemu beberapa orang anak buah Si Jin. Mereka berlalu saja setelah memberi hormat pada Shi Jin, meski merasa penasaran kenapa Si Jin dan Mo Yeon bisa basah kuyup.


Si Jin mendekati Mo Yeon lalu menyampirkan jaket tentaranya di pundak Mo Yeon. Si Jin menyuruh Mo Yeon memakai jaketnya karena kaus Mo Yeon tembus pandang. Mo Yeon langsung menarik jaket dan menutup semua badannya. Ia kesal karena Shi Jin baru memberitahukannya sekarang.

Si Jin malah semakin menggoda Mo Yeon, mengatakan kalau ia sudah melihat semuanya dan tidak ingin orang lain melihatnya. Si Jin berbalik pergi, pura-pura tidak peduli pada teriakan marah Mo Yeon.


Di sebuah mansion, Geng Argus menyandera pegawai mansion dan juga Young Su. Mereka menembak pegawai mansion, memaksa mereka memberitahukan dimana bos mereka. Argus mengatakan, sekarang mansion sudah punya pemilik baru.

Pistol ditodongkan ke kepala Young Su. Argus mengatakan bahwa kesepakatan mereka masih tetap sama. Young Su berkata ia tidak peduli, selama ia mendapatkan uangnya ia bersedia memberikan apa yang diinginkan Argus.

Young Su memberikan sebuah bungkusan kecil pada Argus. Argus menuangkan isinya di telapak tangannya yang ternyata isinya adalah butiran berlian.

Argus berkata, “Hanya karena semua pria Korea itu pernah mengikuti militer, mereka langsung terasa seperti saudaraku”. Sambil memberikan gulungan uang dolar, Argus mengingatkan Young Su bahwa pengiriman selanjutnya seminggu lagi.


Young Su mengambil uangnya dan tersenyum, mengatakan kalau biasanya dalam sepuluh hari. Argus membuat jarinya seperti pistol  dan menempelkannya ke dahi Young Su, membuat Young Su terlonjak kaget, “Satu minggu”, tegas Argus. Young Su tidak punya pilihan lain selain menyanggupi perintah Argus.


Wakil manager proyek memarahi salah seorang pekerja yang kedapatan tidur di jam kerja. Pekerja itu protes, kalau ia lebih memilih dibayar sedikit daripada bekerja lembur. Wakil manager kesal, jika pekerja itu ingin bersantai-santai, maka seharusnya ia membuat perusahaannya sendiri. Si pekerja itu mengancam akan melapor pada Menteri Tenaga Kerja jika ia kembali ke Korea nanti.

Seorang pekerja lain datang, mengatakan sesuatu tentang ‘utamakan keselamatan’ dan bocah dari… Belum sempat si pekerja itu menyelesaikan ucapannya, si pekerja yang tadi dimarahi langsung menutup mulut temannya itu, mencegahnya bicara lebih banyak.


Saat itulah, perhatian wakil manager teralihkan oleh kedatangan Young Su. Wajah Young Su terlihat berbeda dari biasanya dan tidak banyak bicara. Wakil manager sempat menanyakan tentang sopir yang tadi pergi bersama Young Su. Young Su mengatakan, sopir itu sudah berhenti bekerja. Ia meminta wakil manager untuk tidak perlu mengkhawatirkan sopir itu dan kembali bekerja.

Saat Young Su menaiki tangga, si pekerja yang tadi dimarahi wakil manager melihat noda merah di kaos kaki dan ujung celana Young Su. Dan ia menebak itu noda darah.


Mo Yeon duduk melamun di sudut dapur. Bajunya dan jaket Si Jin yang basah sudah digantung di tali jemuran. Mo Yeon teringat suara tembakan yang ia dengar saat berada di toko perkakas tadi.


Tiba-tiba Si Jin datang membawak dua cangkir kopi instan dan menawarkannya pada Mo Yeon. Mo Yeon menatap Si Jin galak, masih marah dengan insiden kaos tembus pandang tadi. Ia mengatakan Shi Jin mesum sambil menerima kopi yang diberikan Si Jin.

Si Jin sempat membahas tentang warna pakaian dalam sebentar, membuat Mo Yeon semakin kesal dan mengatakan, mau jadi pria seperti apa kalau saja Si Jin tidak menjadi tentara. Si Jin bertanya, “Apa itu pertanyaan?”

Mo Yeon menyahut, “Tidak, itu hanya pernyataan saja.” Lalu Mo Yeon menawarkan obat penenang jika Si Jin masih merasa shock karena kejadian tadi. Si Jin bertanya apa sekarang Mo Yeon mengkhawatirkannya.  Mo Yeon menjawab, “Tentu saja. Karena kau sudah menyelematkanku.”

Si Jin mengeluhkan Mo Yeon yang hanya mengkhawatirkannya karena ia telah menyelamatkan Mo Yeon. Wajah Si Jin tampak sedikit murung. Mo Yeon menanyakan apakah Si Jin tahu kalau di tebing tadi Si Jin memertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkannya.

“Kau yang memintaku menyelamatkanmu”, sahut Si Jin.

Lalu Mo Yeon bertanya tentang kisah yang diceritakan Shi Jin saat mereka pertama kali bertemu. Si Jin bercerita akan menghadapi apa pun untuk menyelamatkan Prajurit Ryan. “Kau tidak bercanda, ‘kan? Jadi, apa kau menyelamatkannya?”.

Flashback

Saat mereka berhasil keluar dari gedung penyaderaan, tentara Korea tertembak dan mati.
Flashback End


“Iya,”ucap Si Jin sambil menundukkan wajahnya. Si Jin teringat pertemuannya dengan Argus tadi, tapi tidak menceritakannya pada Mo Yeon. Ia hanya mengatakan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia menyesal telah melakukannya.

Mo Yeon menyinggung tentang kejadian tadi siang. Menurutnya Si Jin berbohong. Saat ia meminta Si Jin datang menolongnya, Si Jin terlalu cepat sampai, jadi tidak mungkin pergi ke markas. “Bunyi tembakan itu kau, ‘kan?”

Si Jin tersenyum tipis, mengatakan kalau Mo Yeon berpikir terlalu banyak dan meminta Mo Yeon untuk memercayainya saja. Mo Yeon mengatakan karena Si Jin seperti itu, pikirannya menjadi semakin bingung.

Tiba-tiba semua lampu mati. Si Jin memberitahukan kalau listriknya memang tidak terlalu bagus, listrik akan menyala kembali dalam tiga puluh detik. Mo Yeon tersenyum dan mengerti dengan situasinya.

Mo Yeon menatap Si Jin. Si Jin mengancam Mo Yeon untuk tidak melakukan hal-hal aneh padanya. “Tidak akan…” sahut Mo Yeon. Dan Shi Jin kembali mengulangi ucapannya, mengancam Mo Yeon untuk tidak melakukan sesuatu padanya. Lagi-lagi Mo Yeon memberi jawaban yang sama. Lalu Mo Yeon mengucapkan terima kasih karena Si Jin sudah menyelamatkannya.

Mo Yeon menatap Si Jin hingga lampu menyala lagi. Si Jin mengeluhkan cara Mo Yeon menatapnya, membuatnya tersipu malu. Mo Yeon menebak, Sh Jin pasti seorang playboy, pria lucu seperti Si Jin pasti selalu dikelilingi oleh gadis-gadis cantik.

“Jadi kau pasti tahu hanya aku pria yang terbaik dan yang lainnya tiada berguna. Tapi kau masih melihat bawahanku latihan tiap pagi,” protes Si Jin.

“Itulah indahnya kehidupan,” jawab Mo Yeon. Si Jin mengeluh, menyesal menyelamatkan Mo Yeon.

Lalu Mo Yeon teringat dengan mobil dan berpikir untuk memberitahukan toko. Dengan kesal Si Jin menjawab ia sudah menelepon ke sana dan besok dibawa untuk diperbaiki. Mo Yeon tersenyum, lega.


Keesokan harinya, mobil diderek ke depan toko Daniel. Daniel terkejut melihat kondisi mobilnya. Mo Yeon merasa bersalah karena menyebabkan mobil Daniel rusak parah. Si Jin menenangkan Mo Yeon, mengatakan kalau Daniel bisa memperbaiki apa saja.

Baru saja Mo Yeon akan bernafas lega, pintu mobil, satu persatu copot dan jatuh ke tanah. Membuat Mo Yeon semakin merasa bersalah.


Daniel memberikan sekotak walkie talkie yang diminta Si Jin. Si Jin memberitahukan Mo Yeon kalau walkie talkie jauh lebih berguna dibandingkan dengan ponsel karena sinyal sering menghilang. Si Jin mengatakan ia khawatir dengan keadaan Mo Yeon saat kemarin tidak bisa menghubungi Mo Yeon.

Mo Yeon menatap Si Jin karena tersentuh dengan ucapannya. Lalu ia beralih pada Daniel, bertanya berapa banyak ia berhutang pada Daniel. Daniel mengira Mo Yeon bertanya tentang walkie talkie, tapi ternyata yang dimaksud Mo Yeon adalah mobil Daniel.

Daniel mengatakan ia akan mencoba untuk memperbaikinya dulu, walaupun tidak akan sama dengan sebelumnya. Daniel mengeluhkan catnya yang tidak akan sama, lalu bensin yang baru ia isi penuh.
Shi Jin hanya berkata, “Semangat!”. Sebelum pergi, ia meminta Daniel mengucapkan selamat tinggal pada walkie talkienya karena mungkin ini juga terakhir kalinya Daniel bisa melihat walkie talkienya dalam keadaan baik. Mo Yeon menatap kesal Si Jin yang menyindirnya.


Setiba di camp, Si Jin mengajarkan Mo Yeon cara memakai walkie talkie. Si Jin memberitahukan tim medis akan memakai channel 7 dan tim tentara akan memakai channel 3.

Si Jin mempraktekkan cara pemakaiannya dan menyebutkan nama panggilannya ‘Big Boss’. Ia bertanya apa Mo Yeon sudah memutuskan nama panggilan Mo Yeon. Mo Yeon berpikir sejenak, dan Si Jin mengusulkan nama panggilan Mo Yeon, ‘Beauty’.


Mo Yeon tertawa, malu. Mereka saling menggoda dan tiba-tiba terdengar suara ketukan. Ternyata Myeong Ju sudah ada di sana dan meminta maaf karena mengganggu lovey dovey Si Jin dan Mo Yeon. Wajah Mo Yeon berubah tidak senang.

Si Jin bertanya kenapa Myeong Ju ke sini, bukannya Myeong Ju bertugas di markas Taebaek. “Aku datang untuk menikahimu,” jawab Myeong Ju.

Mo Yeon langsung kaget dan melihat ke arah Myeong Ju. Si Jin memarahi Myeong Ju yang bercanda sembarangan.

“Apa candaanku membuatmu takut? Wuah…”, sahut Myeong Ju, tidak merasa bersalah. Si Jin melirik Mo Yeon sekilas. Lalu Myeong Ju memberi laporan secara resmi pada Shi Jin bahwa ia diperintahkan untuk bergabung di medicube Mowuru mulai 28 Mei 2015.

Si Jin mengomentari Myeong Ju yang sudah menyalahgunakan kekuasaannya untuk bisa pindah ke sini. Myeong Ju beralasan karena hidupnya tidak mudah dan terus mengalami ketidakadilan.



Mo Yeon pamit pergi dan keluar dengan membawa sekotak walkie talkie di tangannya. Myeong Ju menyapa Mo Yeon dan mengajak Mo Yeon bersalaman, serta melupakan masa lalu. Mo Yeon menolak bersalaman dengan Myeong Ju karena kedua tangannya memegang kotak dan juga menolak untuk melupakan masa lalu.

Si Jin tersenyum melihat hubungan dingin antara Myeong Ju dan Mo Yeon. Ia bertanya pada Myeong Ju, apa hubungan Myeong Ju dengan Mo Yeon. Bukannya menjawab pertanyaan Si Jin, Myeong Ju malah balik bertanya, “Apa kau kebetulan bertemu dengan Kang Mo Yeon di sini? Ataukah kau hanya berpura-pura kebetulan bertemu dengannya di sini?”.

Si Jin menolak dirinya disamakan dengan Myeong Ju yang memang sengaja minta pindah. Ia juga protes dengan cara Myeong Ju memanggil Mo Yeon karena Mo Yeon lebih tua dari Myeong Ju. 

Si Jin meminta Myeong Ju tidak mengalihkan pembicaraan dan menyuruh Myeong Ju menjawab pertanyaannya. Lagi-lagi, bukannya menjawab, Myeong Ju malah mengatakan kalau ia tidak akan menganggap pertemuan Si Jin dan Mo Yeon adalah takdir, ia juga tidak setuju Mo Yeon menjadi kakak iparnya.

Si Jin tersenyum melihat kelakuan Myeong Ju dan menggodanya. “Kakak ipar apanya? Bukannya kau ke sini untuk menikah denganku?”

“Benar juga. Terserah…” sahut Myeong Ju tidak peduli.



Di luar Mo Yeon berusaha mencuri dengar pembicaran Shi Jin dan Myeong Ju dengan stateskopnya. Chi Hoon pun datang dan mengikuti apa yang dilakukan Mo Yeon. “Apa pintunya sedang sakit?”, tanya Chi Hoon, polos.
Mo Yeon terlonjak kaget, dan memberi isyarat dengan jarinya agar Chi Hoon diam, lalu menarik CHi Hoon pergi.


Si Jin memberitahu Myeong Ju bahwa ia sengaja ditelepon Komandan agar menjaga Myeong Ju baik-baik.  “Jadi, kau akan memperlakukanku dengan baik?”, tanya Myeong Ju.

Sebaliknya, Si Jin mengatakan ia berencana untuk membuat Myeong Ju menderita supaya Myeong Ju cepat minta pulang ke Korea. Myeong Ju hanya tertawa. Myeong Ju menyinggung tentang Si Jin yang kepulangannya dimajukan. Ia merasa ayahnya sangat menyayangi menantunya dan khawatir sepertinya Si Jin benar-benar akan menjadi menantu ayahnya.

“Jadi, kau harus baik padaku. Jika bukan karena tugasku, kita pasti sudah dinikahkan,” kata Shi Jin.

“Aahhh… apa kita memang harus menikah ya?” sahut Myeong Ju.

Si Jin malah takut dan minta maaf karena salah bicara tentang pernikahan. Myeong Ju biasa saja dan tersenyum.

Lalu Si Jin bertanya apa Myeong Ju sudah berbicara di telepon dengan Dae Young. Myeong Ju mengatakan Dae Young tidak mau mengakat telepon darinya. Si Jin mengambil ponsel dan menghubungi Dae Young. Ia berbicara seolah-olah Dae Young menerima telepon darinya padahal kenyataannya tidak. Myeong Ju menatap Si Jin dengan kesal karena Si Jin mengerjainya.


Dae Young sendiri sedang memberi pelatihan menembak. Ia menjelaskan arti 3 perintah dalam Kesatuan Khusus sambil berjalan diantara tembakkan. Perintah serangan artinya tetap maju. Perintah bertahan artinya pantang mundur. Perintah stand-by artinya tidak membuat gerakan apapun. Dae Young mengatakan perintah adalah nyawa untuk tentara dan kewajiban bagi Pasukan Khusus.

Seorang parjurit datang, memberitahukan bahwa Dae Young dicari oleh Komandan. Dae Young membubarkan anak buahnya.


Letjen Yoon menanyakan tentang parjurit yang menurut penilaian Dae Young memenuhi syarat untuk menjadi anggota Tim Alpha. Dae Young mengatakan ia akan memberi laporan setelah pelatihan seminggu selesai. Letjen Yoon berharap dengan kepulangan instruktur legendaris, maka mereka akan bisa memilih kapten yang terbaik.

Lalu Letjen Yoon memberitahukan tentang rencananya menempatkan Si Jin di Kementerian Pertahanan Menurutnya, Si Jin benar-benar telah membuat kesalahan dan harus berhenti dari misi luar negeri.

“Myeong Ju berpikir, aku telah menyalahgunakan kekuasaanku dalam transfer ini. Bagaimana menurutmu?”

“Saya setuju dengan Letnan Yoon, Pak”.

Letjen Yoon mengatakan ia bersedia diselidiki dan mempersilahkan Dae Young untuk melaporkannya. Tapi dengan tegas Dae Young mengatakan ia tidak akan melaporkan Letjen Yoon, ia sadar ia telah kalah dalam pertarungan itu.

Dae Young mengatakan Letjen Yoon memiliki ‘senjata’ yang tidak ia miliki, yaitu ketulusan hati sebagai seorang ayah. Dae Young mengerti, Letjen Yoon sangat memikirkan masa depan Myeong Ju dan tidak menerimanya. Ia setuju dengan keputusan Letjen Yoon dan ia memilih untuk mengalah demi masa Myeong Ju. 

Dae Young keluar dari ruangan Letjen Yoon dengan wajah muram. Teringat isi surat Myeong,

Hatiku berkata, bahwa kau tidak pernah membaca suratku ini. Jika kau membaca surat ini, itu berarti kita berpisah lagi. Dan artinya ayahku memerintahkanmu untuk pergi lagi. Maafkan aku. Aku memang wanita yang selalu merepotkan pria. Tapi aku akan selalu duduk di sini, bertanya bagaimana kabarmu? Tapi, kau tak akan bisa menjawab pertanyaanku itu. Jarak kita mungkin sangat jauh sekarang.


Dae Young kembali mendapatkan telepon dari Myeong Ju.

Maafkan aku karena aku tidak bisa melepaskanmu, meski aku tahu apa yang menghalangi kita. Maafkan aku karena masih memelukmu sepenuh hati. Tapi aku masih menyesal tak mengenggam tanganmu erat dan tak memelukmu erat. Maafkan aku karena masih mencintaimu. Aku berhrap kau tidak membaca surat ini. karena itu artinya kita akan bersama-sama di Urk. Jadi bagaimana nantinya? Apa kita akan bertemu? Atau kita akan terpisah lagi?

Dae Young menatap nama Myeong Ju, matanya berkaca-kaca. Ia tidak mengangkat telepon dari Myeong Ju. Myeong Ju menyerah, tidak berusaha menelpon Dae Young lagi. Wajahnya terlihat murung.


Tiba-tiba Chi Hoon datang, menyapa Myeong Ju. Ia ingin tahu apakah dokter tentara juga memiliki senjata. “Dokter tentara adalah tentara juga,” jawab Myeong Ju.


Lalu Chi Hoon ingin tahu apakah mereka juga boleh merawat musuh jika terjadi perang. “Dokter tentara adalah dokter juga,” sahut Myeong Ju. Chi Hoon takjub, merasa dokter tentara itu keren. Myeong Ju kegeeran, berpikir Chi Hoon sedang merayunya. Tapi Chi Hoon mengatakan tidak, itu hanya salah paham dan menurutnya Myeong Ju juga tidak terlalu cantik.

Myeong Ju hampir saja marah. Tiba-tiba Mo Yeon muncul, memuji Chi Hoon yang punya mata yang jeli. Mo Yeon bahkan mengatakan ia mencintai Chi Hoon. Ia menepuk punggung Chi Hoon dan mengajak Chi Hoon rapat.

Myeong Ju mengomentari Mo Yeon yang membawa begitu banyak perlengkapan padahal Mo Yeon cuma tinggal di sana 15 hari saja. Dengan nada kesal, Mo Yeon menjelaskan bahwa perlengkapan yang dimaksud Myeong Ju itu adalah medicube yang merupakan klinik lapangan terbaik dan akan disumbangkan untuk PBB setelah selesai bertugas.

Myeong Ju tidak mau menanggapi Mo Yeon dan mengatakan, “Terserahlah, aku sibuk”. Kemudian Myeong Ju pergi.

Belum juga Myeong Ju jauh, Mo Yeon mengatai Myeong Ju wanita yang picik. Chi Hoon menegur Mo Yeon, yakin Myeong Ju pasti mendengar umpatan Mo Yeon tadi. Tapi Mo Yeon mengatakan, ia memang sengaja mengatakannya supaya Myeong Ju mendengar. Mo Yeon mengometari sikap Myeong Ju yang pura-pura tidak mendengar.

Tim medis rapat di bangunan tempat para tentara. Sebelum menutup rapat, Mo Yeon bertanya apakah ada pertanyaan. Min Ji mengangkat tangannya, bertanya kenapa mereka rapat di sini, bukan di Medicube.

Mo Yeon menunjuk ke atas, ke arah kipas yang berputar dan bertanya apa ada yang bisa melepaskan kipas itu dan membawanya ke medicube. Semua orang kompak menjawab tidak ada.


Si Jin keluar dari ruangannya dan melihat tim medis yang masih berkumpul di bawah. Ia mendengar Mo Yeon mulai memakai walkie talkie dan memakai nama pemberiannya, ‘Beauty’. Mo Yeon dan temannya itu berbicara tentang rencana menu makan siang.

Mo Yeon yang sedang asik berbicara melalui walkie talkienya, tidak menyadari Si Jin yang sudah berdiri di belakangnya. “Aku yang akan memberitahukan menu makan siang nanti, tapi Beauty, apa kita bisa bicara? Ganti”, ucap Si Jin mengagetkan Mo Yeon.

Semua tim medis dengan penuh pengertian, bubar, meninggalkan Mo Yeon dan Si Jin. Si Jin mengatakan ia ingin bicara dengan Mo Yeon, tapi Mo Yeon yang masih kesal, balik bertanya apakah Si Jin diizinkan bicara dengannya? Karena menurutnya tunangan Si Jin sepertinya akan marah.

Mo Yeon berdiri dari kursinya dan pergi. Si Jin setengah berteriak, bertanya Mo Yeon mau kemana karena ada yang ingin ia katakan. Tapi tanpa berhenti, Mo Yeon mengatakan ia tidak mau mendengar apa-apa.


Sang Hyun membantu Ja Ae merapikan obat-obatan sambil membicarakan tentang Mo Yeon dan Shi Jin. Ia menanyakan pendapat Ja Ae, Mo Yeon dan Si Jin sedang menjalin suatu hubungan. Ja Ae bertanya hubungan apa? Sang Hyun menjawab, “Ya seperti hubungan yang sedang kita jalani.”

 “Hubungan kita apa? Penyesalan?” sahut Ja Ae.

Sang Hyun langsung marah dan mengacak-ngacak rak obat. Menyumpahi Ja Ae, semoga Ja Ae kesusahan membereskan semua obat-obatan itu. Ja Ae tidak menggubris Sang Hyun yang pergi begitu saja, ia malah mengatai Sang Hyun yang masih kekanak-kanakan.


Ye Hwa menemani Daniel yang berusaha memperbaiki mobil hingga malam hari. Ye Hwa menyuruh Daniel menyerah saja tapi Daniel tidak mau. Ye Hwa memuji Daniel yang sudah mirip pemilik toko perkakas.
 
“Aku memang pemilik toko perkakas,” sahut Daniel . Ye Hwa berkata ia merasa Daniel lebih seksi saat memegang pisau bedah daripada kunci. Tapi menurut Daniel, hanya orang Asia berpendapat seperti itu. Untuk wanita bule, mereka lebih menyukai pria yang memegang alat bengkel.

Ye hwa langsung marah dan mengatai Daniel pria yang nakal. Daniel hanya tersenyum dan masuk ke dalam mobil, berusaha menyalakan mesin mobil. Dan ternyata mobilnya menyala kembali. Ia meminta Ye Hwa membawakan pintu mobil padanya. Dengan susah payah karena keberatan, Ye Hwa mengangkat pintu mobil itu.


Si Jin mengemasi pakaiannya ke dalam tas ransel sambil mendengar channel 7, channel tim medis yang sedang asik bermain dengan walkie talkie. Saat membuka laci, ia menemukan batu putih yang ia bawa saat pergi ke bangkai kapal bersama Mo Yeon. Ia menggenggam erat-erat batu itu sambil mendengar Mo Yeon yang bernyanyi melalui walkir talkie.


Keesokan harinya, Si Jin memimpin anak buahnya mencari ranjau. Ia berdiri di dekat mobil dan sepertinya pikirannya terbang entah kemana.


Di camp, para tentara dibantu tim medis, mempersiapkan pesta. Mo Yeon datang dan mengomentari cake yang juga ada. Ia berpikir ada seseorang yang berulang tahun.

Sersan Choi mengatakan mereka mengadakan pesta perpisahan untuk kapten mereka yang sudah berakhir masa tugas dan akan kembali ke Korea besok. Mo Yeon sangat kaget mendengarnya.


Mo Yeon mondar-mandir dan marah-marah sendiri. Marah karena Si Jin sama sekali tidak memberitahukannya. Marah karena dari semua orang, ia yang terakhir mengetahuinya.

Mo Yeon memutar tombol walkie talkienya ke channel 3 dan marah-marah pada Si Jin. Mo Yeon kaget mendengar suara Si Jin yang mencarinya hingga walkie talkienya terjatuh. Mo Yeon memungut walkie-talkienya dan menjawab panggilan Si Jin.

Si Ji mengatakan untuk apa Mo Yeon mendengar chanel tentara apa Mo Yeon mata-mata dan bertanya di mana Mo Yeon sekarang. 


Dan sekarang ia sudah berdiri di depan Mo Yeon.

Mo Yeon marah pada Si Jin karena di antara semua orang di camp, ia yang terakhir tahu tentang kepulangan Si Jin. Si Jin berkata ia sudah mencoba memberitahukan Mo Yeon tapi Mo Yeon lari darinya. “Kau ingat kemarin?” tanyanya.

“Kalau begitu, seharusnya kau mengejarku. Kau bisa menyelamatkan Prajurit Ryan tapi kenapa tidak mengejarku?”, tuntut Mo Yeon.


Si Jin mengatakan ia tidak begitu yakin alasan Mo Yeon marah padanya, tapi ia merasa kemarahan Mo Yeon itu memberinya sedikit keuntungan. Mo Yeon mengatakan anggapan Si Jin itu salah. Lalu Si Jin bertanya apakah pikiran Mo Yeon masih belum jernih.

Mo Yeon hanya diam saja, lalu ia meminta izin bertanya satu hal lagi, karena ia berpikir saat ini mungkin kesempatan terakhir mereka bertemu.


“Tentang ciuman itu…” Mo Yeon memotong ucapan Si Jin, ia tidak ingin membahas tentang itu. “Lalu aku harus bagaimana? Haruskah aku minta maaf? Ataukah menyatakan perasaanku padamu?” tanya Si Jin. Mo Yeon diam, menatap Shi Jin.
Bersambung ke episode 6…




Tidak ada komentar:

Posting Komentar