Salah satu kesukaan saya adalah
menonton. Semua genre saya suka,
romance, komedi, historis, fantasi, animasi, time travel, musical, action,
melodrama. Hanya satu genre saja yang tidak saya suka; horror, triller.
Ada yang saya sadari, dulu saya
begitu sering menonton sinetron Indonesia. Tapi, kini saya lebih cendrung
menonton drama korea. Bahkan, tak ada satu pun sinetron yang benar-benar saya
ikuti. Dan itu memuculkan tanda tanya “kenapa bisa seperti itu?” “apa
alasannya?”
Ternyata setelah saya telusuri, tentang kekurangan dan kelebihan di antara
keduanya, serta persamaan dan perbedaannya. Saya pun menemukan jawabannnya.
Banyak sinetron yang telah saya
nonton, tapi yang masih membekas sinetron “Cinta Fitri” –sinetron yang tebanyak
episodenya-. Nah, saya masih ingat saat SMA
mati-matian membela “Cinta Fitri” dari serangan virus drama korea. Ya, “Before
Boys Flower” menjadi musuh yang terbesar pada waktu itu. Eh, malah “Before Boys
Flower” yang membuat saya kecantol dengan sederet drama korea yang lainnya,
bahkan telinga saya mulai tak asing lagi dengan lagu K-pop. *weleh-weleh*
So, saya jadi pecinta darkor drama
korea. Jujur, alasan yang pertama adalah alur ceritanya yang tidak bikin kesal,
yang membuat penonton ingin membanting TV karena tokoh utamanya (protagonis)
terlihat idiot –sudah diinjak-injak oleh peran antagonis tetap diam saja. Itu
kan nggak masuk akal, gini hari mana ada manusia sebaik malaikat atau sesabar
nabi Ayub kan? Perasaan itulah yang saya rasakan ketika menonton sinetron
Indonesia.
Walaupun begitu masih ada kok
sinetron sinetron yang dari segi cerita terasa ringan dan mudah dipahami,
misalanya sinetron tahunan “Kiamat Sudah Dekat”, “Para Pencari Tuhan”, dan
“Lorong Waktu. Tapi, sayangnya kebanyakan bila sebuah sinetron memiliki rating
tinggi, maka sinetron tersebut diperpanjang episodenya. Akhirnya, bisa bertahun-tahun
tamatnya.
Sebenarnya memperpanjang episode
sinetron adalah tindakan yang fatal. Bagaimana tidak? Cerita akan melenceng dari
konsep alur yang sudah ditata rapi dari awal. Akhirnya cerita tak lagi
berkonsep. Ibaratnya, kita yang sedang menyatap makan sampai kenyang, tapi
ditambah-tambah saja. Apa yang terjadi? Pasti rasanya ingin muntah, ngenyek.
Begitu pula dengan penambahan episode, akan membuat penonton muntah dan
meninggalkan sinetron tersebut.
Hal ini sangat berbeda dengan
drama korea. Misalnya, drama “The Heirs” yang menjadi drama fenomenal karena berhasil meraih rating yang tinggi. Meski sempat berhembus kabar
ada penambahan episode, tapi pihak produksi tetap menegaskan bahwa “The Heirs”
akan selesai 20 episode, sesuai rencana awal.
Dari sekian banyak drama korea
yang pernah saya nonton, rata-rata episodenya sedikit. Yang paling panjang
“Brilliant Legacy” 28 episode. Namun, ada juga drama korea yang mempunyai
episode panjang. Tapi, saya enggak
menontonnya, kerena saya kurang suka terhadap cerita yang panjang-panjang.
Jadi, drama korea benar-benar
terkonsep dan detail, sebelum dilaksanakan syuting, mulai alur cerita, pemain,
genre, episode, hingga soundtrack lagunya. Semuanya benar-benar dipikirkan
sangat matang. Dan yang paling penting tetap berkonsisten pada rencana awal.
Meskipun begitu, tidak semua
drama korea meraih rating tinggi. Seperti “Dream high 2” dan “Love Rain” yang
sebelum penanyangannya diprediksi menjadi drama yang akan meraih rating tinggi,
kenyataannya jauh dari harapan. Rating kedua drama tersebut anjlok di pasaran.
Dan tidak semua sinetron Indonesia juga buruk. Ada juga karya-karya anak bangsa yang bagus.
Jadi, semuanya berpulang ke
penonton mau memilih sinetron Indonesia atau drama Korea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar