Kamis, 21 Agustus 2014

Menyusuri Aliran Romantika Sungai Kapuas





Novel ini bercerita tentang kehidupan pemuda sederhana, bernama Borni yang tertinggal di tepi sungai Kapuas. Borno kecil termasuk anak yang kritis. Rasa ingin tahunya sangat besar. Beruntunglah ada tokoh Pak Tua yang bisa menjawab semua keingintahuannya.
            Cerita dimulai saat Borno kecil yang berusia 12 tahun, harus menerima kenyataan pahit bahwa sang ayah meninggal, ketika terjatuh dari perahu saat melaut dan tersengat ubur-ubur. Betapa mulianya hati beliau, karena mendonorkan jantungnya kepada pasien penderita gagal jantung sebelum meninggal. Bahkan, tidak meminta uang sepeser pun. Hebatnya, Borno mewarisi kebaikan dan ketulusan hati ayahnya.
            Setelah Borno lulus SMA, ia tidak melanjutkan kuliah karena tidak memiliki biaya. Jadilah  ia kesana-kemari mencari pekerjaan: menjadi pegawai di pabrik karet, (tetapi lama kemudian pabrik tersebut tutup karena bangkrut), bekerja di SPBU, bekerja sebagai penerima tiket di kapal feri. Namun, tidak ada satu pun pekerjaan yang bertahan. Kemudian takdir membawa Borno bekerja sebagai pengemudi sepit, yaitu: sebuah perahu kayu.
            Suatu hari ada sepucuk amplop merah alias angpau tertinggal di atas sepit Borno. Sepucuk angpau inilah yang membawanya bertemu dengan seorang gadis bernama Mei, Berawal dari sinilah, cerita romantika Borno dimulai.
            Sebenarnya, kisah cinta Borno di dalam novel ini, sangat sederhana. Tapi, siapapun yang membacanya pasti dapat merasakan perasaan yang benar-benar tulus adanya. Bayangkan saja, betapa lucunya kelakuan Borno. Setiap hari ia berusaha untuk mendapatkan anteran sepit nomor tiga belas, agar dapat menyeberangkan Mei dengan sepitnya.
            Dan yang lebih menggelikan lagi, mulanya Borno tidak tahu siapa nama Mei sebenarnya. Usahan Borno untuk mencari tahu nama Mei, dilakukannya dengan cara membuat lelucon tentang nama orang yang diberi dengan nama-nama bulan.
            “Namaku Mei, Abang.” Gadis itu beranjak berdiri. “ Meskipun itu nama bulan, kuharap Bang Borno tidak menertawakannya. Terima kasih buat tumpangannya.”
            Alamak! Betapa malangnya nasib Borno, tinggallah ia ternganga mendengar pernyataan gadis itu.
            Di dalam cerita cinta, pastilah ada suka dan dukanya. Begitu juga dengan kisah Borno. Mei tiba-tiba ingin menjauh darinya. Dan membuat hidup Borno menjadi resah. Ia sangat penasaran, mengapa Mei tiba-tiba bersikap demikian.
Akhirnya, setelah sekian lama Borno tertikam penasaran. Ia mendapatkan jawaban itu lewat sepucuk angpau merah yang dulu tertinggal di atas sepitnya. Angpau itu ternyata surat permohonan maaf Mei kepada Borno.

Novel ini dikemas dengan sangat apik oleh Tere Liye, dengan bahasa yang ringan sehingga kita tidak bosan membacanya. Inilah ciri khas dari Tere Liye, novel-novelnya selalu diceritakan dengan bahasa yang ringan dengan banyak pesan moral dan pengetahuan di dalamnya. Novel ini sangat bagus untuk dibaca oleh semua kalangan. Selamat Menyusuri romantika aliran sungai Kapuas!


Judul Buku      : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpao
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal               : 512 Halaman
Tahun terbit     : Januari 2012
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar