Senin, 02 November 2015

Sinopsis She Was Pretty Episode 11 Part 1



Sung Joon berteleponan dengan Ha Ri mengabarkan kalau dia sudah selesai meeting. “Kau ada di mana?” Ha Ri menjawab kalau dia masih ada kerjaan dan pasti datang.

Setelah mematikan HP nya.  Ternyata Sung Joon melihat poster gambar Ha Ri yang tertulis sebagai  staf Hotelier terbaik bulan ini dan tentunya dengan nama aslinya. Sung Joon memanggil Ha Ri dengan nama aslinya dan Ha Ri pun berbalik terkejut.

“Min Ha Ri, kau siapa? Kenapa? bagaimana bisa kau jadi Kim Hye Jin? Selama  ini apa yang kau lakukan? Kau siapa? Siapa kau sebenarnya?”

“Akan kujelaskan semuanya Sung Joon. Sung Joon yang terjadi adalah…. ”

Sung Joon tak mau tahu, yang terpenting baginya adalah Ha Ri itu siapa.

“Temannya Hye Jin. Dia minta tolong. Harusnya aku hanya bertemu denganmu sehari saja. Tapi setelah bertemu denganmu di hotel, hal ini jadi rumit. Tadinya hari ini aku mau bertemu denganmu menjelaskan semuanya dan minta maaf.”

Lagi-lagi Sung tak mau dengar kerena yang paling paling penting sekarang tentang Hye Jin-nya. “Jadi Kim Hye Jin yang sebenarnya… adalah dia? orang yang kupikir (selama ini)?.”

“Ya. Sung Joon maaf telah membohongimu. Aku tak bermaksud mengulur waktu untuk mengatakan semuanya…” Sung Joon pergi begitu saja mencari Hye Jin-nya yang asli tanpa mendengar penjelasan Ha Ri. Ha Ri menangis. Ya, ketidakpedulian Sung Joon lebih sakit daripada kemarahaannya itulah yang dirasakan Ha Ri.

Sung Joon mengingat kembali persamaan Hye Jin dengan Hye Jin kecil mulai dari rambut keriting, saat Hye Jin mabuk mengaku kalau dia Kim Hye Jin, kebiasaan Hye Jin berkata setiap melihat lampu hijau penyebrangan, saat Hye Jin menyelamatinya saat hujan-hujannan ditengah jalan, saat Hye Jin menggunakan payung yang sama seperti payung yang diberinya (di episode 1), saat Hye Jin ketawa melihat ia memilih kacang polong, puncaknya Sung Joon mengingat perkataan Hye Jin kecil “Tapi si gadis pengintip itu membuat gambranya seperti puzzle. Kalau tidak diperhatikan seksama, kau tak tahu di mana dia, seperti gambar puzzle.”



“Permintaan terakhir akan kugunkan hari ini. Permintaan terakhirku adalah ini.” Ucap Shin Hyuk sambil memeluk Hye Jin. “Kalau kau ragu bertemu dengannya, datanglah padaku. Beri kesempatan juga padaku, ya?”

Hye Jin bingung harus menjawab apa, saa itulah Sung Joon meneleponnya. Shin Hyuk menyuruhnya untuk mengangkat telepon dulu.



“Sudah lama sekali tidak bertemu, Kim Hye Jin-ssi.”

“Tadi kan kita barusan ketemu di galeri seni. Apa maksud Anda?”

“Sudah lama sekali tidak bertemu, Hye Jin-a (panggilan yang digunakan untuk orang yang sangat akrab). Aku merindukanmu Kim Hye Jin.”

Barulah Hye Jin sadar kalau Sung Joon sudah tahu siapa dia sebenarnya. Mata Hye Jin sudah berkaca-kaca. “Sung Joon-a.”

“Kau di mana sekarang? kita harus ketemuan.”

Shin Hyuk yang juga sadar dengan perubahan sikap Hye Jin, mencoba menghalanginya “Jangan pergi Jackson.”

“Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf, Reporter Kim.” Dan Hye Jin langsung pergi bertemu Sung Joon-nya. (Arghhhh…. Repoter kita yang keren sekali lagi patah hati)

Sung Joon sibuk mencari Hye Jin “Hye Jin sekarang kau di mana?”   

“Aku di penyeberangan depan kantor. Kau di mana? Ohh jadi kau sisi yang lain. Sekarang aku akan menyeberang.”  


Dan dari arah yang sama, Sung Joon menarik tangan Hye Jin. Pertemuan itu benar-benar terjadi. “Aku menemukannmu.” Perasaan takut kehilangan, bahagia dna haru bercampur aduk. Keduanya berkaca-kaca bahagia.

“Kenapa kau bersembunyi? Kenapa tak bilang apa-apa? Kau tahu betapa aku sangat….” Sung Joon kesal pada dirinya yang tak bisa mengenal Hye Jin. “Sudahlah, Hye Jin. Aku terlambat mengenalimu. Harusnya aku menemukanmu lebih cepat tapi ternyata aku terlambat. Maafkan aku. Kau pasti menderita sendirian. Selama ini kau berada di dekatku. Seperti orang bodoh, bisa-bisanya aku tak mengenalimu.”



Sung Joon menyakinkan dirinya kalau di depan ini adalah Hye Jin, teman masa kecilnya juga cinta pertamanya. Dengan melihat wajah Hye Jin dari segala arah. “Biar kulihat. Meski kulihat begini, memang kau. Meski melihatmu seperti ini pun, ini dirimu juga. Benar temanku, Kim Hye Jin.”


Sung Joon dan Hye Jin berjalan di taman sungai Han. Hye Jin menjelaskan kalau sebenarnya dia datang hari itu, tapi Sung Joon melewatinya saja dan membuat hatinya menciut. Saat itu aku pengangguran dan merasa sangat berbeda dari bayanganmu mengenai Kim Hye Jin. Jadi aku tak percaya diri bertemu denganmu. Sung Joon berkata jadi karena kesalahannya Hye jin bersembunyi. Hye Jin menangkal kalau dialah yang salah karena takut dan bersembunyi.  

Hye Jin terkagum melihat kapal kapal yang berlayar. Sung Joon pun mengajak Hye Jin naik kapal itu. Sung Joon bertanya apa yang dirasakan Hye Jin saat melihatnya sedangkan ia tak tahu apa-apa. Hye Jin bilang kebohongan itu kian membesar bak bola salju menggelinding dan menggelinding hingga suatu saat menjadi terlalu besar untuk bisa kukendalikan. Karena itulah makin lama makin sulit bagiku mengungkapkan semuanya.

Sung Joon bertanya, gimana kalau penampilannya lebih jelek dari sebelumnya, kau bakal kecewa dan menyesal bertemu denganku? Kupikir itu bukanlah masalah penting di antara kita. Apa cuman aku yang ngerasa gitu? Hye Jin menggeleng.

“Tak peduli bagaimana kondisimu, tak peduli seperti apa penampilanmu saat ada di depanku, hal itu sama sekali tak masalah buatku.”

“Saat itu…. Kalau saja aku tak sembunyi, pasti sangat…. Sangat menyenangkan. Aku menyesalinya.”

“Tak perlu disesali. Kita tak usah menoleh ke belakang. Mulai sekarang, kita lihat sekarang ini saja, Hye Jin.” Hye Jin mengangguk. Hye Jin bilang pasti Sung Joon sudah mendengar soal ini dari Ha Ri. Sung Joon berkata tidak, ini pertama kalinya kudengar darimu. Saat  kemari, aku cuma mengasumsikan apa yang terjadi selama ini.” Suasana kebahagian pun jadi berhenti.



Hye Jin pulang mengkhawatirkan Ha Ri. Hye Jin bertanya kau tak apa? kudengar kau belum menjelaskannya pada Sung Joon. Ha Ri bilang mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya. Seharusnya aku mengatakanya padamu lebih awal. Maafkan aku, Hye Jin-a.

“Kau bilang kau akan menceritakannya sendiri dan mengembalikan semuanya seperti awal. Kau memintaku menunggu.”

“Lagipula hari ini dia memang akan tahu. Hanya saja terjadi sejam lebih awal.” Ha Ri yang sudah tak tahan lagi membendung airmatanya cepat-cepat permisi keluar dengan alibi kalau ada oppa kenalannya yang sedang menunggunya.

Tapi ternyata Ha Ri berbohong, karena sekarang Hye Jin mengangkat telepon dari teman pria Ha Ri yang mencarinya dan mengeluh karena Ha Ri tak mengangkat-angkat teleponnya. Ha Ri mendmukkan sobekkan surat yang ditulis Ha Ri untuk Sung Joon. Sobekkan surat itu disatukan Hye Jin. Hye Jin pun tahu kalau Ha Ri menyukai Sung Joon.

“Harus dari mana aku menjelaskannya? Sepertinya aku tidak bisa mengatakan secara langsung, jadi aku menulis surat ini. Pertama, aku minta maaf Sung Joon. Sungguh aku tidak bisa berkata lain, selain maaf. Anehnya, tiap kali aku kesulitan, aku selalu bertemu dneganmu. Tiap kali aku dihibur olehmu, sikap dan perkataanmu. Aku bahkan berpikir kalau kita berdua sangat mirip. Meskipun semua perkataanmu diucapkan karena kau kira aku Hye Jin. Aku sudah salah seperti orang bodoh. Jadi untuk sesaat aku jadi jahat dan serakah. Terima kasih atas segalanya… aku sungguh, minta maaf. Perkataan ini tidak cukup tapi maafkan aku. Selama kau mengira kalau aku adalah Hye Jin dan bahkan saat ini, aku tahu benar kalau yang kau suka adalah Hye Jin. Kalau Kim Hye Jin satu-satunya. Aku minta maaf karena sudah masuk ke dalam hidupmu dan membuatmu mengambil jalan yang panjang. Aku sungguh mendukungmu dan Hye Jin. Temannya Hye Jin, Ha Ri.”   




Hye Jin lalu keluar mencari Ha Ri ke mana-mana dan menemukannya yang sedang menangis. Hye Jin sedih melihat Ha Ri.

Besoknya, Hye Jin mencari Ha Ri di rumah, tapi ternyata Ha Ri baru pulang olahraga pagi. Hye Jin bilang, semalam pulang larut, kapan kau bagun dan olahraga? Ha Ri beralasan kalau oppa mengajaknya minum dan sekarang badanku kurang enak. Hye Jin hanya melihatnya dengan sedih, karena tahu Ha Ri sedang berbohong. Ha Ri berkata kalau ia haus tapi malah masuk ke kamarnya. Hye Jin bertanya, kalau mau minum kenapa masuk kamar? (Ha Ri sudah linglung).

Sedangkan Sung Joon sendiri tampak bahagia, bahkan berlatih menyapa Hye Jin. Berbanding terbalik dengan reporter aneh kita yang tampak galau bego.

Di tempat penyeberangan, Hye Jin melihat lama Sung Joon yang sedang fokus membaca tabletnya, hingga tak mneyadari kehadiran Hye Jin.

“selamat pagi!” sapa Hye Jin dengan ceria.

“Oh, Hye Jin-a.” sahut Sung Joon dengan tersenyum.

“Harusnya jangan melihat itu di jalan, Wapemred. Makanya kau selalu menabrak ini dan itu seperti orang bodoh.”

“Ya aku mengerti.” Sung Joon menyimpan tabletnya ke dalam tas. Hahaha…. Sung Joon jadi penurut ya.

Sung Joon mau meraih tangan Hye Jin untuk menyeberang, tapi Hye Jin cepat-cepat 
menghindar dengan berpura-pura olahraga. Sung Joon mengajak untuk makan malam bersama di daerah dekat rumah lama mereka. Sung Joon mau tahu apa tokonya masih buka. Toko kue tempat Hye Jin membelinya kue saat mengira hari kidal internasional adalah ultah nya. Apa kau ingat? Sayangnya, Hye Jin pura-pura tak ingat.   


Saat di lift, Hye Jin pun justru membahas soal dia harus memanggil Sung Joon apa? Teman Wapemred? Teman sekelas? Teman sekelas Wapemred… aneh ya? Apa kau ada ide yang lain? Sung Joon melihatnya dengan tatapan heran dan sedih melihat perubahan sikap Hye Jin yang berbeda dengan semalam. Sung Joon yang tidak tahan, mengajak Hye Jin bicara secara pribadi di lantai 20.


Sung Joon bertanya kenapa Hye Jin berubah. Hye Jin seperti orang lain dalam semalam. Hye Jin bilang saat di kantor, aku kira kita harus tetap professional dan menyisihkan hal pribadi. Situasinya sedikit… kau tahulah. Memberitahu orang kalau kita teman sekelas. Sung Joon bertanya lagi kita cuman teman sekelas? Hye Jin mengiyakan.

“Sehari sebelumnya, kau berlari menemui aku, tapi aku cuma teman sekelas? Kenapa kau mendadak begini?” Dalam hati Hye Jin menjawab kalau Ha Ri sangat menyukai Sung Joon, tapi yang keluar dari mulutnya berbeda.

“Jangan-jangan maksudmu cinta pertama dan apa yang terjadi saat kita masih kecil? Tidak kan? Kuno sekali.”

“Kau paling bisa membuatku merasa kosong. Selama ini karena kau betapa besar… kenapa kau begini? Aku tidak mengerti sikapmu. Apa alasannya?”

“Yah, kenapa serius sekali?”

“Sepertinya cuma aku sendiri yang menganggap kita ini sesuatu. Bertemu setelah sekian lama. Aku kira cuma aku yang sedih dan tak ingin membuang waktu. Bagimu aku cuma teman sekelas. Aku tanya sekali lagi. Apa alasanmu?” Hye Jin tak menjawab, Sung Joon pun mengerti dan pergi.



Hye Jin memberi Shin Hyuk biaya pengobatan. Shin Hyuk membuka justru membahas soal gambar uangnya. Shin Hyuk tak mau menerimanya. Poong Ho juga datang datnag bertanya kenapa wajah Shin Hyuk pucat? Shin Hyuk menjawab karena tidak asyik lagi dan ia meminta izin sehari tak masuk kantor setelah melakukan wawancara.

Hahah… Poong Ho menuduh kalau Hye Jin dan Shin Hyuk pacaran dan sekarang sedang bertengkar. Bagaikan menabur garam di atas luka, Sung Joon pun mendengarnya. Hye Jin membantah tuduhan itu.

Joon Woon berteleponan dengan ayahnya. Han Sul datang dan bertanya apa ayah Joon Woo seorang presdir? Joon Woo bilang ayah presdir klub bola. Han Sul heran dan memastikannya sekali lagi. “Ayah pasti sibuk tapi dia main sepak bola juga.” Joon Woo mengiyakan karena seharian harus menyetrikan. Han Sul semakin heran. Joon Woo bilang kalau ayahnya punya usaha cuci laundry. Tek… tok… Han Sul salah orang.

Dan orang kaya yang sebenarnya sedang diantar supirnya dengan mobil mewah. Dia adalah Shin Hyuk yang risih dengan perlakukan pegawainya yang memberi hormat.

Sung Joon teringat kalau Shin Hyuk pernah menggendong Hye Jin dan bilang kalau ia menyukai Hye Jin, tepat dengan Hye Jin masuk ke ruangnya membawa notulen. Dengan dingin dan tanpa melihat Hye Jin, Sung Joon berkata, kalau mulai sekarang letakkan notulen dalam file. Tidak perlu dibawa ke aku satu per satu.  Sung Joon juga memberi uang untuk membayar ongkos pengantar. Hye Jin menolaknya. Tapi Sung Joon bilang Hye Jin adalah orang yang tidak suka membawa urusan pribadi. Hye Jin akhirnya mengambil uang itu dan pergi


Sung Joon tak tahan lagi bersikap seperti yang diminta Hye Jin. Sung Joon bilang dia tak bisa hanya menjadi teman sekelas Hye Jin. Dia juga tidak bisa dan tak mau memisahkan antara pekerjaan dan pribadi. 



Mendengar itu, Hye Jin berbalik menghadap Sung Joon seperti mau membicarakan sesuatu, tapi Joo Young tiba-tiba masuk juga. Hye Jin pun permisi keluar.

Shin Hyuk selesai wawancara. Tapi narasumber berkata Shin Hyuk hari ini membosankan. Shin Hyuk itu biasanya menyenangkan makanya ia tak mau diwawancarai orang lain. (yaelah, dia kan sedang patah hati pak, cemana mau ceria seperti biasanya). Shin Hyuk pun mengubah suasana dengan bercanda.


Shin Hyuk berteleponan dengan seseorang dengan menggunakan bahasa inggris. Siapa? Ibunya? Ayahnya? Entahlah. Tapi setelah mematikan teleponanya Shin Hyuk berguman “Mungkin sudah waktunya aku pergi.”

Bersambung ke part 2

Komentar:
Pertemuan Sung Joon dan Hye Jin layaknya teman lama yang saling merindukan. Aku mengerti akan sikap Hye Jin yang menjaga jarak dengan Sung Joon. Bagaimana dia bisa bahagia sendiri di atas kesedihan temannya. Apalagi mengingat kalau Hye Jin itu adalah orang yang benar-benar baik.
Shin Hyuk ini benar-benar orang misterius ya. Who are You?   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar