Senin, 03 Februari 2014

Antara Sinetron (Indonesia) dan Drama (Korea)





Salah satu kesukaan saya adalah menonton.  Semua genre saya suka, romance, komedi, historis, fantasi, animasi, time travel, musical, action, melodrama. Hanya satu genre saja yang tidak saya suka;  horror, triller.
Ada yang saya sadari, dulu saya begitu sering menonton sinetron Indonesia. Tapi, kini saya lebih cendrung menonton drama korea. Bahkan, tak ada satu pun sinetron yang benar-benar saya ikuti. Dan itu memuculkan tanda tanya “kenapa bisa seperti itu?” “apa alasannya?”

Ternyata setelah saya telusuri,  tentang kekurangan dan kelebihan di antara keduanya, serta persamaan dan perbedaannya. Saya pun menemukan jawabannnya. 

Banyak sinetron yang telah saya nonton, tapi yang masih membekas sinetron “Cinta Fitri” –sinetron yang tebanyak episodenya-. Nah, saya masih ingat saat SMA mati-matian membela “Cinta Fitri” dari serangan virus drama korea. Ya, “Before Boys Flower” menjadi musuh yang terbesar pada waktu itu. Eh, malah “Before Boys Flower” yang membuat saya kecantol dengan sederet drama korea yang lainnya, bahkan telinga saya mulai tak asing lagi dengan lagu K-pop. *weleh-weleh*
 
So, saya jadi pecinta darkor drama korea. Jujur, alasan yang pertama adalah alur ceritanya yang tidak bikin kesal, yang membuat penonton ingin membanting TV karena tokoh utamanya (protagonis) terlihat idiot –sudah diinjak-injak oleh peran antagonis tetap diam saja. Itu kan nggak masuk akal, gini hari mana ada manusia sebaik malaikat atau sesabar nabi Ayub kan? Perasaan itulah yang saya rasakan ketika menonton sinetron Indonesia.

Walaupun begitu masih ada kok sinetron sinetron yang dari segi cerita terasa ringan dan mudah dipahami, misalanya sinetron tahunan “Kiamat Sudah Dekat”, “Para Pencari Tuhan”, dan “Lorong Waktu. Tapi, sayangnya kebanyakan bila sebuah sinetron memiliki rating tinggi, maka sinetron tersebut diperpanjang episodenya. Akhirnya, bisa bertahun-tahun tamatnya.

Sebenarnya memperpanjang episode sinetron adalah tindakan yang fatal. Bagaimana tidak? Cerita akan melenceng dari konsep alur yang sudah ditata rapi dari awal. Akhirnya cerita tak lagi berkonsep. Ibaratnya, kita yang sedang menyatap makan sampai kenyang, tapi ditambah-tambah saja. Apa yang terjadi? Pasti rasanya ingin muntah, ngenyek. Begitu pula dengan penambahan episode, akan membuat penonton muntah dan meninggalkan sinetron tersebut.

Hal ini sangat berbeda dengan drama korea. Misalnya, drama “The Heirs” yang menjadi drama fenomenal karena berhasil meraih rating yang tinggi. Meski sempat berhembus kabar ada penambahan episode, tapi pihak produksi tetap menegaskan bahwa “The Heirs” akan selesai 20 episode, sesuai rencana awal.   

Dari sekian banyak drama korea yang pernah saya nonton, rata-rata episodenya sedikit. Yang paling panjang “Brilliant Legacy” 28 episode. Namun, ada juga drama korea yang mempunyai episode panjang.  Tapi, saya enggak menontonnya, kerena saya kurang suka terhadap cerita yang panjang-panjang.

Jadi, drama korea benar-benar terkonsep dan detail, sebelum dilaksanakan syuting, mulai alur cerita, pemain, genre, episode, hingga soundtrack lagunya. Semuanya benar-benar dipikirkan sangat matang. Dan yang paling penting tetap berkonsisten pada rencana awal.   

Meskipun begitu, tidak semua drama korea meraih rating tinggi. Seperti “Dream high 2” dan “Love Rain” yang sebelum penanyangannya diprediksi menjadi drama yang akan meraih rating tinggi, kenyataannya jauh dari harapan. Rating kedua drama tersebut anjlok di pasaran. Dan tidak semua sinetron Indonesia juga buruk. Ada juga karya-karya anak bangsa yang bagus.

Jadi, semuanya berpulang ke penonton mau memilih sinetron Indonesia atau drama Korea.