Kamis, 28 April 2016

Giveaway Anniversary 5th Garis Gerimis.



Gerimis memanggil readers, over.

Hmmm… test…test… satu… dua…tiga… ini masih bulan April kan? 


Nah, bulan ini bertepatan dengan lahirnya blog ini. Horeee..... oppa Song Joong Ki ngikut ngerayain tuh....


Aku akan membagi-bagikan pulsa masing-masing sebesar Rp. 10.000 kepada 2 orang yang beruntung dan 2 tas cantik make up untuk kalian semuanya dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Kalian diwajibkan untuk mem-follow akun twitter-ku @a_gerimis dan IG-ku Ayu Sundari Lestari.

2.Kalian diwajibkan untuk me-like halaman FB blog ini di Garis Gerimis

Lalu yang enggak punya gimana, Ay? Ya tinggal dibuat saja lah. Gampang kan?


Berhubung aku-nya belum juga bisa move on dari drama Descendants of the Sun, padahal dramanya sudah tamat dua minggu yang lalu. Maka aku akan membuat pertanyaan seputar drama ini dan berharap bisa lekas move on.

Terus apa pertanyaan, Ay? Tenang, pertanyaannya enggak susah-susah banget kok. Bagi kalian yang sudah menonton drama ini, pasti mudah menjawabnya. Dan bagi yang belum nonton, ayo lekas nonton! Atau baca sinopsisnya di sini  LINK Kumpulan Artikel Descendants of the Sun bakalan enggak rugi deh. Dijamin 100 % kalian pasti terkena syndrome Song Joong Ki. Jadi berhati-hati lah.

Pertanyaannya akan dibacakan langsung oleh couple utama kita Kapten Yoo dan Dr. Kang ya…



1. Menurut pendapat kalian, sebutkan;
a. Tiga adegan yang paling lucu dalam drama Descendants of the Sun!
b. Tiga adegan yang paling menyentuh dalam drama Descendants of the Sun!
c. Tiga adegan yang paling dramatis dalam drama Descendants of the Sun!
d. Tiga adegan yang paling romantis dalam drama Descendants of the Sun!
e. Tiga hal yang membuat kalian menyukai drama Descendants of the Sun!
f. Tiga hal yang membuat kalian susah move on dari drama Descendants of the Sun!

2. Siapakah tiga couple yang paling kalian sukai selain kedua couple utama kita Si Jin Mo yeon dan Dae Young Myeong Ju dalam drama Descendants of the Sun? dan kenapa?

3. Tuliskan tiga kalimat drama Descendants of the Sun yang paling membuat kalian baper!

4. Menurut pendapat kalian apa yang membuat drama Descendants of The tiap episode berada di puncak rating!

Selanjutnya, berhubung aku juga sangat menyukai sastra, jadi aku ingin kalian juga membuat satu puisi untukku dengan tema "gerimis" dan pemenangnya akan mendapatkan tas cantik make up. Enggak apa-apa kan sekali-kali kita berpuisi ria.

Tiap orang diperbolehkan untuk mengikuti kedua-duanya. Jawabannya berserta puisinya dapat kalian kirimkan melalui email-ku: alayulestari1@gmail.com

Aku akan menunggu jawaban dan puisi kalian sampai tanggal 19 Mei 2016.  Ok! What are you waiting? Lets Go!

Selasa, 26 April 2016

[FINAL] Sinopsis Descendants Of The Sun Episode 16 Part 1




Mo Yeon tak percaya melihat Si Jin yang berjalan menujunya. Ia pun berlari ke arah Si Jin, tapi ia malah terjatuh. Si Jin berlari, membantu Mo Yeon untuk berdiri, lalu menyapanya sudah lama tak berjumpa. Mo Yeon masih tak percaya Si Jin masih hidup.

Si Jin mengaku ia sempat kesulitan menjaga janjinya untuk tetap selamat. Lalu memeluk Mo Yeon. Mo Yeon berulang kali bertanya “Kau masih hidup”. Dengan air mata mengalir, Si Jin meminta maaf karena membuat Mo Yeon menderita. 


Tiba-tiba Mo Yeon melepaskan pelukannya, sambil mengumpat kesal tak akan memaafkan Si Jin begitu saja. Lalu berjalan menjauh dari Si Jin dan berjongkok sambil menangis. Si Jin hanya bisa dia melihat Mo Yeon menangis.  

Beberapa saat kemudian, Mo Yeon memukul-mukul dada Si Jin mengungkapkan perasaanya, kalau setiap detiknya ia merindukan Si Jin. Setelah itu, berbalik badan  mengatakan ia tidak membutuhkan Si Jin. Ia akan hidup sendiri dan menjadi biarawan. 


Tapi kemudian, ia memeluk Si Jin sambil menangis mengatakan “Aku mencintaimu.” Si Jin hanya bisa memeluk Mo Yeon dengan erat, menenangkan Mo Yeon tanpa bisa berkata apa pun.

Kim Bum sedang makan ramen, terpesona melihat salju turun di Urk. Myeong Ju pun berbalik melihat salju itu. Ki Bum memberitahu kalau salju turun tiap 100 tahun sekali di Urk. Myeong Ju keluar menatap langit, lalu mengulurkan tangan menampung salju di tangannya.


Hari itu Myeong Ju berkata, “Untuk pertama kalinya dalam 100 tahun, salju akhirnya turun. Dan dia juga berkata, “Dia datang di tengah turunnya salju.” 

Dae Young tiba-tiba muncul di tengah-tengah turunnya salju dengan keadaan yang kumal dan tangan cedera. Myeong Ju terpaku melihat Dae Young yang selama ini dianggap meninggal, sedang berjalan mendekatinya. Keduanya saling menantap. Airmata Dae Young mengalir di pipinya.

“Jawabanku ini mungkin sangat terlambat. Aku tak akan melepaskanmu. Bahkan jika aku harus mati, aku tak akan pernah melepaskanmu,” ucap Dae Young.

Myeong Ju memukul dada Dae Young sambil menangis. Dae Young mencium Myeong Ju untuk menghentikannya, tapi Myeong Ju melepaskan dan kembali memukul Dae Young. Dae Young kemblai mencium Myeong Ju, kali ini Myeong Ju tak melepaskannya.

Kim Bum berjalan di dalam ruang tidur tentara junior, seperti layaknya komandan yang memimpin, mengatakan, “Ingat, prajurit yang tak bisa melindungi dirinya sendiri, maka tak akan bisa melindungi bangsanya juga. Kalian harus mengingat satu hal dalam melaksanakan misi. Apa itu?”

“Jangan mati dan jangan terluka.”jawab tentara junior dengan serentak.

“Bagus, kalian memiliki waktu 5 menit untuk mengenakan perlengkapan musim dingin,”ucap Kim Bum. Semuanya pun mengerti dan langsung bergegas mengganti baju.


Dae Young berjalan masuk sambil memberikan senyuman pada Kim Bum. Kim Bum tak bisa menahan tangis saat Dae Young mendekatinya. Dae Young menarik kepala Kim Bum agar bersadar di bahunya, tangis Ki Bum benar-benar pecah.

“Hei, apa wakil platoon bisa menangis di depan pasukannya begini?” goda Dae Young. Kim Bum mengankat wajahnya meski masih menangis.

“Bagaimana dengan ujian GED-mu?” tanya Dae Young. Kim Bum tertunduk menangis dan menjawab ia berhasil lulus dan sudah mendapat ijazah.



Di dapur, Myeong memakaikan kalung tentara milik Dae Young, lalu mengoleskan form untuk mencukur jengot dan kumisnya. 

“Aku tak akan mati lagi. Aku tak akan pernah lagi melakukan kesalahan yang sama,” ucap Dae Young janji.
Myeong Ju tak percaya tapi ia memohon untuk jangan mati, karena salju turun setelah 100 tahun dan Dae Young kembali.  “Aku mengucapkan satu-satunya keinginanku, dan keinginanku itu hanyalah kau,” ucap Myeong Ju.

Dae Young memegang tangan Myeong Ju, mengangguk mengerti. Lalu Myeong Ju ingin tahu bagaimana Dae Young bisa ada di sini dan bagaimana dengan Si Jin.

“Saat kami pergi melapor ke markas bahwa kami masih hidup, mereka memberitahuku. Kami meninggalkan markas dan aku langsung menuju ke sini, lalu kapten pergi ke Albania,” jelas Dae Young.

“Apa yang terjadi pada kalian? Kau dan juga Si Jin-sunbae kalian tewas dalam serangan bom dan mayat kalian tak ditemukan,” ucap Myeong Ju penasaran.

Dae Young mengambil handuk membersihkan sisa form di wajahnya dan bercerita ada sekelompok liar datang lebih cepat selangkah daripada serangan bom. Mereka diseret ke sebuah tempat asing, dibawa ke ruang bawah tanah yang asing selama 150 atau 155 hari.

Flash Back


Si Jin dan Dae Young dikurung dengan keadaan yang babak belur. Beberapa orang datang dengan senjata laras panjang dan menggunakan masker wajah. “Bunuh mereka, kita harus cepat pergi,” ucap dua orang di depan penjara.


Tiba-tiba terdengar tembakan yang membuat keduanya mati, seseorang dibelakang keduanya mengambil kunci dan membuka maskernya. Ternyata orang itu adalah tentara Korea Utara Ahn Jung Joon.

Saat di hotel Jung Joon berjanji akan membalas utang cookie di kehidupan selanjutnya. Ia membalasnya dengan cara membebaskan keduanya dari penjara dan berharap keduanya selalu beruntung.


Si Jin berbaring dengan tangan digips, bercerita kalau temanya yang membantunya, teman yang sangat jauh. Mo Yeon duduk di sampingnya sambil mengatakan, “Aku sudah mengobatimu. Bagaimana bisa wajahmu hancur begini? Padahal aku lah yang mau merusaknya sendiri.”

“Untunglah pacarku seorang adalah dokter. Karena pacarku lah yang merawatku, jadi aku tak perlu khawatir,” goda Si Jin sambil bangun untuk duduk.

“Aku sangat merindukan leluconmu.” Ucap Mo Yeon mengaku, lalu memeluk Si Jin dengan erat dan memujinya yang sudah bekerja keras.

Si Jin menjerit kesakitan karena jarum infusnya tersenggol Mo Yeon. Mo Yeon langsung melepaskan pelukannya, “Jarumnya ya? maaf,”

“Untuk apa kau minta maaf? Aku lah yang harus meminta maaf,” ucap Si Jin tersenyum.

Mo Yeon menatap Si Jin yang terlihat melamun. Si Jin mengingat sebelumnya dirinya pernah disandera dengan tangan diikat, pihak penyabdera ingin tahu kode radio US. Lalu pinggangya yang terkena pisau saat berkelahi dengan tentara Korea Utara, terkena tembakan Argus saat menyelematkan Mo Yeon, nyawanya hampir melayang saat mengejar orang-orang yang menyandera Jung Joon. Dan terakhir nyawanya hampir melayang lagi, saat tertembak musuh dan membuatnya setahun tak bisa menemui Mo Yeon.

“Aku tak akan mengulanginya lagi,” ucap Si Jin berjanji.

“Wah, sepertinya aku selalu saja percaya padamu,” sahut Mo Yeon.

“Sejak tadi aku penasaran. Itu benda apa?” tanya Si Jin menujuk beberapa tumpukan buah-buahan dan wine di sudut tenda.

“Itu makanan untuk kematianmu. Hari ini adalah peringatan untuk hari kematianmu. Aku ini pacar yang baik. Bahkan menyiapkan…” kata Mo Yeon terputus.

“Apakah kau ini manusia?” tanya Mo Yeon. Si Jin tak mengerti apa maksud Mo Yeon.


Pria bule datang untuk mengembalikan pisau bedah. Lalu Mo Yeon bertanya, apakah pria itu bisa melihat Si Jin. Pria itu mengangguk dan memuji pacar Mo Yeon itu tampan. Mo Yeon mengucapkan bersyukur karena ia merasa seperti melihat roh. Pria bule itu pergi meninggalkan tenda.

“Aku merasa mati dua kali sekarang. apa si dokter ini menganggapku roh gentayangan? Apa kau percaya tahayul,” keluh Si Jin kesal.

“Salahmu sendiri yang mucul pada peringatan kematianmu.” Sahut Mo Yeon, lalu menyuruh Si Jin yang berwujud roh atau tidak untuk memakan buahnya dan wine.

“Kau ternyata menyiapkan banyak hal meski sedang di luarg negeri,”  ucap Si Jin yang langsung memakan apel.

Ponsel Mo Yeon berdering. Mo Yeon duduk sambil menerima video call dari teman-temannya. Ji Soo memarahinya yang lama sekali mengangkat telepon dan membuat khawatir. Mo Yeon meminta maaf karena ia sibuk sekali. Ji Soo mengumpat, “Sibuk apanya?”



Chi Hoon berteriak gembira memanggil seniornya, begitu juga dengan yang lainnya. Mo Yeon tersenyum, lalu menanyakan kenapa harus video call. Ia merasa seperti artis saja. Ji Soo meminta Mo Yeon untuk mencari angel yang lain agar bisa melihat wajah Mo Yeon. Mo Yeon pun menggeser kamera ponselnya. Semuanya pada terdiam melihat bayangan seseorang di belakang Mo Yeon, sedang memakan buah untuk upacara kematian. 

“Bukan hanya aku yang melihat roh-nya, kan?” tanya Chi Hoon tak percaya.

“Aku juga melihatnya,” sahut Min Jin.

“Kau baik-baik saja? Kau tak melihatnya?” tanya Ji Soo yang khawatir. Mo Yeon kebingungan apa maksud teman-temannya sambil melihat ke belakang, dan Si Jin sedang membuka botol anggur.

“Hari ini adalah hari peringatan kematian Kapten Yoo, kan?” tanya Ja Ae memastikannya.

“Kalau begitu yang di meja peringatan itu, dan yang…” ucap Chi Hoon yang mulai mengerti. Mo Yeon menahan tawa melihat teman-temannya shock.

“Ya, benar. Dia datang untuk memakan makanannya.” Sahut Sang Hyun yang langsung pingsan. Semua menjerit ketakutan dan smart phone terlepas dari tangan Ji Soo. Mo Yeon tertawa melihat semua temannya ketakutan.

“Sekarang aku merasa sudah mati tiga kali. Menyenangkan ya?” keluh Si Jin kesal.

“Memangnya kau tak mau menakuti mereka? Tapi tim-ku itu lucu sekali kan?” tanya Mo Yeon balik. Ponsel 
 Mo Yeon berdering dan yakin kalau teman-temannya pasti sudah lebih tenang sekarang.

 
“Sunbae, dengarkan aku baik-baik sekarang. Tolong jangan tanya apa alasannya,” ucap Chi Hoon. Mo Yeon tanya kenapa.


“Aku sangat mencintaimu dan merindukanmu. Tolong lapangkan hatimu agar dia tak perlu bergentayangan lagi di dunia ini,” ucap Chi Hoon sambil menahan tangisnya bersama yang lainnya. Mo Yeon menahan tawanya.

“Meskipun kau tak bisa percaya, tapi Kapten Yoo sudah tenang di sana. Tolong biarkan dia untuk hidup di dunianya sendiri,” ucap Chi Hoon lagi.


Mo Yeon tertawa sambil mendekatkan video call ke arah Si Jin yang sedang asyik menikmati makanannya. “Gila, mereka  memintamu untuk hidup tenang di sana,” ucap Mo Yeon.


“Aku bisa marah jika kalian mengusirku dengan cepat begini. Apa kabar semuanya?” ucap Si Jin melambaikan tangan ke kamera, semuanya menjerit kaget sampai merinding.

“Nah, kapten Yoo sekarang ada di sini. Jadi, kalian pasti tahu kan betapa bahagianya aku malam ini? aku akan menceritakannya saat aku pulang nanti. Tak usah mengangguku lagi,” ujar Mo Yeon, lalu menutup ponselnya.

Semuanya langsung menjerit tak percaya itu adalah Si Jin bukan hantu. Sang Hyun yang tadinya terbangun akhirnya pingsan lagi.


Dae Young dan Si Jin disambut dengan tepukan tangan dari semua tentara di markas seoul. Si Jin mau melakukan laporan, tapi Letnan Yoon langsung memeluk keduanya dan mengucapkan terimakasih sudah kembali dengan selamat.


Letnan lain juga memberikan jabatan tangan pada keduanya. Byung Soo maju ke depan mengakui sangat kesal mengingat sikap kurang ajr kalian sambil menahan tangisnya. Dengan memejamkan mata, Byung Soo merasa bangga akhirnya ia mendapat promosi menjadi kolonel.

Namun beberapa tentara kembali masuk ke dalam markas, Si Jin dan Dae Young menghampiri Woo Geum dkk yang berteriak bahagia melihat keduanya kembali. Mereka saling berpelukan dan berputar-putar. Byung Soo masih menutup matanya dan merasa bangga bisa masuk koran. Menurutnya keduanya adalah pasukan yang… lalu tersadar ia sedang bicara sendiri.


“Yoo Si Jin dan Seo Dae Young diperintahkan menulis laporan dan laporan itu harus setebal kitab suci.” Ucap Byung Soo memberikan hukuman karena kesal ditinggali sendiri. Woo Geum dkk melepaskan pelukan dan pergi, tak mau ikutan terkena hukuman.


Si Jin meraba bagian pinggir kertas, Dae Young pun bertanya heran melihat tingkah kaptennya.

“Aku lebih takut pada A4 daripada C4. Lihatlah sudut tajam ini. Jika sudut ini mengirismu, pasti akan sangat sakit.” ucap Si Jin.

Dae Young malah bercerita tentang kelompok liar yang punya tato Spetsnaz (spetsnaz: mantan pasukan soviet) di pergelangan tangan.  Menurut Si Jin mereka ahli dalam bersenjata.

“Tapi tidak keren jadinya jika kita menulis bahwa kita dipukuli terus. Jadi kita tulis saja laporan bahwa seminggu sekali kita melakukan serangan balasan. Dan kita berusaha melarikan diri tiap sebulan sekali. Kita coba tulis begitu saja.” Ucap Si Jin.

“Jadi maksudmu, dua kali sebulan, kan? Lagipula mereka tak akan pergi untuk mengkonfirmasi laporan kita,” ucap Dae Young yang mendukung ide Si Jin.

“Melihat situasi kita, mereka pasti akan percaya, tapi masalahnya kita haarus menulis laporan yang seimbang, antara realita dan drama. Bagaimana jika kita mengikuti prosedur Rambo?”

“Tapi, prosedur itu terjadi saat perang Vietnam dan senjatanya tak cocok. Kita lebih baik menggunakan Bourne saja karena Letnan Yoon menyukai Matt Damon,” ucap Dae Young.


Si Jin merasa ide itu sempurna, lalu pamit pergi. Dae Young pun bertanya ke mana Si Jin mau ke mana. Si Jin menyuruh Dae Young yang menulisnya karena jika mereka berdua yang menulis, mungkin saja aka nada cerita yang tak sesuai satu sama lain.

Dae Young tak mengerti kenapa ia yang harus menulisnya. Si Jin beralasan Letnan Yoon ada di Urk, jadi Dae Young pasti lebih semangat menulisnya. Dae Young hanya bisa melongo menatap kepergian Si Jin. *wah… Si Jin memang Raja-nya modus ya?


Dan ternyata Kapten kita malah sibuk kencan sama Mo Yeon di kafe tempat Mo Yeon memutuskannya. Si Jin terkejut mendengar Mo Yeon mengatakan mungkin hal itu akan terulang lagi. Si Jin mengaku ia sedikit trauma dengan hal itu.  


“Aku serius. Karena itulah kita ke sini. Sekarang dan juga nanti, kau akan tetap pergi ke ‘Mall’ kan? Apa kau melakukanya karena kau ini seorang pahlawan?,” tanya Mo Yeon.

“Jika menjadi pahlawan dan harus mati, sepertinya tentara tak akan suka. Iyakan? Kami hanya melindungi perdamaian dan tempat yang harus dilindungi,” jelas Si Jin.

“Sepertinya kau akan terus melakukan tugas itu meski aku keberatan.” Ucap Mo Yeon.

“Apa kau keberatan?” tanya Si Jin.

“Apa menurutmu tidak? Mungkin suatu hari kau tak akan mungkin bisa kembali lagi, tapi jangan khawatir. Aku tak akan keberatan. Percuma saja aku melarangmu. Bahkan jika kau mengungkapkan rasa penyesalan padaku, kau akan tetap pergi. Dan aku akan tetap mendukungmu meskipun aku tak menyukainya. Maka jika begitu, aku juga akan memilih untuk menjaga perdamaian. Dan tentu saja, persetujuanku ini adalah perdamaian khusus untukmu.” Ujar Mo Yeon.

Si Jin mengucapkan terima kasih dan permintaan maaf, karena yang bisa dikatakan hanya kata ‘maaf’. Mo Yeon mengajak Si Jin memancing besok karena ia tak akan memutuskan Si Jin sebagai terapi emosi.

“Dan jangan kaget melihat bakatku besok. Dan tak usah sedih karena aku akan membuatmu tersenyum. Kau harus bersyukur punya pacar sepertiku.” Ucap Mo Yeon percaya diri.
Duduk di pinggir danau, Si Jin merasa melihat pemandangan yang indah, membuatnya hatinya damai dan mulai sembuh sekarang. Mo Yeon tak mempedulikan ucapan Si Jin. Ia malah meminum air botolnya dengan kesal, sudah 2 jam tapi tak berhasil memancing satu pun ikan, lalu meremas botol minumnya dengan memberikan lirikan sinis pada Si Jin.


“Emm… apa kau mau memberiku trauma yang baru agar trauma lamaku itu menghilang?” tanya Si Jin. Mo Yeon mengaku ia stress jika begini terus sambil mencari sesuatu dari ponsel jam tangannya.    

“Arboretum ada di dekat sini. Perubahan rencana. Kita bisa pergi menghirup udara segar saja,” usul Mo Yeon.

“Apa kau tahu, berapa total kilometer yang sudah kulewati dalam setahun itu?” keluh Si Jin.

“Oh, biaranya juga ada . bagaiamana jika kita ke biara saja,” usul Mo Yeon lagi.

“Apa kau tahu berapa bulan aku terjebak dengan sekumpulan pria?” keluh Si Jin lagi.


“Lalu, kau mau apa?” tanya Mo Yeon kesal.

“Kegiatan yang tradisional. Cuaca yang dingin dan pancing yang tak kunjung digigit ikan. Apa kau tak ingin berlama-lama lagi?” ucap Si Jin. “ Ataukah bermain, ‘Hanya satu kamar’?” usul Si Jin sambil menunjuk ke arah tenda.

Mo Yeon tersenyum, memperingati Si Jin untuk jangan melewati garis. Si Jin malah menanyakan, apa artinya mereka bisa sekamar. Mo Yeon menjawab itu tentu saja. Si Jin mengingatkan bukannya Mo Yeon pernah bilang tak mau seranjang dengan pria. Mo Yeon malah menggoda, kalau itu bukan dirinya, tapi wanita yang muda setahun darinya.

Si Jin tersenyum menepuk bahu Mo Yeon, mengatakan ia tak suka wanita muda itu. Tiba-tiba kailnya dimakan ikan, Mo Yeon langsung berdiri. Si Jin menahan tangan Mo Yeon untuk menyelesaikan diskusinya, sambil menanyakan Mo Yeon memilih dirinya atau ikan bakar itu. Mo Yeon melepaskan tangannya, memilih untuk mengurus ikannya.

Mo Yeon memakai sarung tangan, sambil mengejek Si Jin, yang seorang tentara tapi tak berani memegang ikan yang masih hidup. 


“Aku akan menepati janjiku untuk tak mati dan terluka, tapi aku sungguh tak bisa menyentuh ikannya,” ucap Si Jin ketakutan.

Mo Yeon tersenyum, melihat sikap Si Jin yang imut dan bisa memaafkannya. Mo Yeon meminta pisau bedah untuk ‘membedah’ ikannya. Si Jin pun memberikan pisaunya. Si Jin yang melihat Mo Yeon yang berani memotong ikan hidup-hidup mengatai Mo Yeon wanita tak berperasaan.


Di dalam tenda, Mo Yeon asyik melihat gambar hotel-hotel di ponselnya. Si Jin berkomentar hotel itu bagus dengan kasur yang besar dan nyaman. Mo Yeon mengatai Si Jin bodoh karena kasur yang kecil yang bagus. Dengan nada marah, Si Jin bertanya siapa bajingan yang memberitahu hal seperti itu.

“Pria brengsek yang bernama Yoo Si Jin. Aku hidup seperti ini saat pria itu tidak ada. Apa aku harus menaruh batu ini di sana ataukah membawanya? Apa harusnya aku bisa melupakan semuannya. Saat aku bisa melupakan semuanya, aku harus melempar batu ini. Aku pernah memesan tiket dan juga hotel, tapi aku membatalkannya. Bahkan aku pernah meminta cuti tapi aku membatalkannya juga,” jelas Mo Yeon.

“Ya, pria bernama Yoo Si Jin ini memang brengsek.” Akui Si Jin karena membuat Mo Yeon galau selama setahun.

“Apa menurutmu kita bisa kembali ke sana?” tanya Mo Yeon.

“Kau mau ke sana bersama siapa?” tanya balik Si Jin.

Mo Yeon menjawab, tentu saja dengan Si Jin. Si Jin tersenyum mendengarkan dan bertanya lagi, kapan mereka akan pergi. Mo Yeon pun tak tahu dan lihat saja nanti, serta memperingati Si Jin tak usah berjanji karena mereka akan melihat situasinya saja. Si Jin setuju dan menganggapnya sebagai hukumannya.

“Kau harus setuju saat aku mengatakan ‘sekarang’, meskipun kau sedang sibuk, jadi selalu sediakan passport-mu.” Ucap Mo Yeon.

Si Jin mengangguk setuju, lalu bergeser mendekati Mo Yeon, menanyakan garisnya di mana yang tak boleh dilewati, supaya tahu untuk tak melewatinya. Mo Yeon heran Si Jin tak mengetahuinya. Si Jin sengaja menyadarkan kepalanya di pundak Mo Yeon karena ia merasa kedinginan dan ingin mencari kehangatan. “Kau ini bodoh sekali sih. Tatapanku dan juga usahamu,” goda Mo Yeon.

Si Jin tersenyum dan ingin mencium Mo Yeon. Mo Yeon memalingkan kepalanya dan berkata, “Tidak sekarang.” 


Kepala Si Jin pun terjatuh sambil berteriak kesal, “Kau ini jual mahal sekali, sih.”  Mo Yeon mengusap-ngusap rambut Si Jin sambil tersenyum dan melihat layar ponselnya.



Dae Young masih berkutat di depan computer membuat laporannya. Myeong Ju menelepon, menanyakan apa laporannya sudah selesai. “Aku merasa sudah menjadi seorang penulis sekarang,” ucap Dae Young.

Myeong Ju bertanya apakah Dae Young tahu cara mengaktifkan font Korea. Dae Young menyahut apa ia sebodoh itu. Myeong Ju mengaku ia memikirkan Dae Young sebagai seorang pria sejati. Dae Young bertanya, apa Myeong Ju tak sibuk dan ia merasa senang bisa mendengar suaranya.

Myeong Ju bercerita, tiap terbangun ia selalu bertanya pada Ki Bum, apakah ini mimpi. Tapi akhirnya Ki Bum yang duluan datang padanya dan berkata ‘Sersan Se bukanlah mimpi’. meski ia sudah tahu, tapi ia ingin selalu memastikannya dan merasa tenang mendengar suaramu.

“Kau bisa meneleponku kapan saja. Bahkan saat aku sedang tidur. Tapi, sepertinya besok aku tak bisa mengangkatnya karena kedatangan VIP.” Ucap Dae Young. Myeong ingin tahu siapa tamu VIP.


Si Jin mengunakan earphone-nya, bertanya apakah VIP sudah tiba. Chul Hoo dengan senapan laras panjangnya melapor, mobilnya sudah mendekat. Woo Geum juga melaporkan, tak ada gerakan yang aneh. Si Jin menerima laporan dan meminta semuanya jangan sampai gegabah karena ia akan mengurus kursi VIP.


Dae Young juga ikut melapor kalau harus standbye di lokasi dan bersama Snoopy bertugas di pintu keluar VIP.  Lalu menyuruh Snoopy membuka pintu mobil. Dan ternyata VIP itu adalah gilr band Red Velvet yang keluar dari mobil. Si Jin mengumpat kalau mereka pria licik yang bergerak cepat.

Semua tentara berteriak bahagia menyambut Red Velvet yang sudah berdiri di atas panggung. Red Velvet pun menyapa semuanya dengan memberikan tanda hormat. Dae Young dan Si Jin berjalan ke depan panggung membalas hormat.


Red Velvet mulai menari sambil bernyanyi. Dae Young pun mengikuti gerakan Red Velvet dengan penuh semangat. Sampai-sampai Si Jin menolak-nolak Dae Young, mungkin mau berkata “ Hei, hentikan itu! Kamu malu-maluin aja tau.” Tapi Dae Young-nya malah terus menari. Si Jin pun kesal, memberikan balon pada Dae Young, berharap temannya itu berhenti menari. Tapi tetap saja Dae Young masih asyik menarik. Si Jin tak bisa lagi menahan dirinya, akhirnya ia mengangkat papan nama-nya yang bertulis “Red Velvet, tak hanya sekadar malaikat” dan mulai mengoyangkan pinggulnya.


Semua tentara ikut menyanyi, Si Jin tak melewatkan kesempatan itu untuk selfie bersama Dae Young, dengan latar belakang Red Velvet. Keduanya tertawa bahagia. Byung Soo yang kaku juga ikut mengoyangkan badannya menyaksikan pertunjukan Red Velvet.



Chi Hoon sedang menonton video Red Velvet itu dari tab-nya, ia langsung menjerit dan menutup mulutnya. Sang Hyun dan Min Ji pun penasaran, dan melihat video itu. Min Jin langsung berlari ke meja Mo Yeon menunjukan video itu. Mo Yeon melihat Si Jin mengangkat papan sambil berteriak, “Kami mencintaimu, Kang Seul Gi. Selama-lamanya” 

Min Jin tahu tanggal konsernya 23 dan itu sama dengan hari keberangkatan Kapten Yoo. Menurut Ja Ae ini adalah misi yang hebat. Sang Hyun sependapat, ini sama saja misi untuk menjaga perdamaian. Mo Yeon menegaskan itu bukan Kapten Yoo sambil meremas botol minumannya.

Di ruang make up, Mo Yeon masih tampak kesal melihat kalung pemberian Si Jin. Mo Yeon pun merencanakan aksi balas dendam dengan meminta pembawa acara membahas tentang pacarnya dalam talk show. Saat acara “Sehat bersama Kang Mo Yeon” dimulai, pembawa acara pun mengajukan pertanyaan, “Apakah anda sudah punya pacar?”    


Mo Yeon tersipu malu karena merasa begitu tiba-tiba ditanya seperti itu. “Pasti akan menyenangkan memiliki pacar, bisa diajak untuk berolahraga. Tapi sayangnya aku tak punya karena aku sangat sibuk,” jawab Mo Yeon dengan senyuman menatap ke arah kamera.


Di rumah Mo Yeon, Si Jin merasa kesal dan memberitahu kalau ia sudah melihat acara Mo Yeo tadi. “Ah, jadi kau tak punya pacar karena kau sibuk, ya? Lalu aku ini siapa? Ah, teman dekat, hanya teman tentara.” sindir Si Jin.

“Pacarku juga berteriak seperti anak ABG yang tak punya pacar. Aku juga melihat acara itu, teriakanmu sungguh membahana,” ucap Mo Yeon tak mau kalah.



Sementara di Urk, Myeong Ju juga membahas hal yang sama dengan Dae Young. “Wah, aku tak tahu kau ini dancer yang hebat,” ucap Myeong Ju kesal.

“Kau salah paham. Mungkin editor-nya yang salah mengedit video-nya,” ucap Dae Young beralibi.

“Oh, salah editor-nya, ya?” sahut Mo Yeon.

“Benar sekali, Bu. Aku hanya berteriak menyemangati Komandan Batalion, tapi editor-nya salah memasukan video-nya.” Ucap Si Jin yang juga mengkambinghitamkan editor.

“Hmmm... Jadi, kau berteriak seperti anak ABG pada Komandanmu, ya? Komandanmu ternyata mempunyai kulit yang mulus, ya?” tanya Mo Yeon menyindir.

“Komandan memang biasanya mempunyai kulit yang mulus,” jawab Dae Young, membuat Myeong Ju tak bisa lagi menahan emosinya. Ia memukul meja lalu berdiri dari kursi. “Kubunuh kau nanti! Apa kau segitu sukanya dengan Red Velvet?” teriak Myeong ju.

“Ingatlah, aku tak akan pernah melepaskanmu.” Ucap Dae Young. Myeong Ju tak ingin dirayu karena ia sudah melihat semuanya. Lalu mengancam akan menyusun rencana pembunuhan Seo Dae Young. Dae Young yang mendengarnya hanya bisa menjatuhkan kepalanya di atas keyboard.

Si Jin merasa sikap Mo Yeon itu berlebihan, karena ia tidak membunuh seseorang. Itulah yang bisa diucapkan anak ABG, tapi dirinya itu berbeda. Ia akan mencoba yang terbaik. Mo Yeon mepersilahkan Si Jin menunjukan usaha terbaiknya sebagai seorang Kapten.

“Ini semua karena kesalahanku. Red Velvet tidak lah bersalah,” ucap Si Jin tersenyum. Mo Yeon pun kesal merasa Si Jin mau mati hari ini dan memukulnya dengan bantal. Si Jin berusaha menghindar meminta Mo Yeon untuk bersabar.    


Si Jin mengaku ia bukan lagi Kapten. Mo Yeon pun panik apa Si Jin dipecat. Si Jin mengatakan bukan begitu, ia akan naik jabatan. Mo Yeon pun langsung terlihat tersenyum bahagia, membuat Si Jin bertanya, “Kenapa kau senang sekali, Dr. Kang?”

“Itu artinya gajimu akan naik kan?” tanya Mo Yeon dengan senyuman.

“Kenapa kau sesenang itu, Dr. Kang? Lalu kenapa matamu jadi berbinar seperti itu?” tanya Si Jin kembali.

“Tatapanku dan juga usahamu,” ucap Mo Yeon dengan senyuman sambil mengedipkan matanya. Si Jin tersenyum melihat sikap Mo Yeon yang cepat sekali berubahnya.
Bersambung ke part 2…

Komentar:   
Maafkan saya reader yang sangat terlambat melanjutkan sinopsis ini, maklum lah saya masih terserang syondrom Song Joong Ki sampai sekarang ini, dan ditambah rasanya saya tak mau berpisah dengan drama ini. Mungkin ini adalah sinopsis saya yang terpanjang, itu karena saya ingin menuliskannya dengan cara detail. Banyak moment-moment yang sayang untuk tidak dituliskan.