Senin, 09 Mei 2016

[FINAL] Sinopsis Descendants Of The Sun Episode 16 Part 2




“Lapor. Mulai 25 Maret 2016, aku Kapten Yoo Si Jin akan menjadi Mayor dan menerima perintah kenaikan gaji sesuai jabatan ini. Laporan selesai. Hormat,” ucap Si Jin memberikan hormat pada Letjen Yoon.  Disaksikan oleh ayahnya dan tim Alpha. Letjen Yoon menerima hormat dari Si Jin, lalu mengganti lambang di bagian pundaknya sebagai Mayor. Tim Apha pun tepuk tangan bahagia.

Narasi Mo Yeon: “Pria yang aku sukai itu, hanya ada satu di dunia ini, dia hidup sebagai tentara Korea.”

Flash back 
saat Si Jin dan tim-nya bertugas di Urk.

Narasi Mo Yeon: “Dan Prinsipnya tak berubah. Melindungi anak-anak, orang tua dan wanita cantik.”

Si Jin membantu seorang nenek dengan membawakan tas berukuran besar menaiki tangga subway.

Narasi Mo Yeon: “Dan aku masih menjadi dokter idola.”

Si Jin tersenyum melihat poster gambar Mo Yeon di halte yang memakai jas dokter sambil tersenyum, Si Jin pun melambaikan tangan pada gambar Mo Yeon itu.

Narasi Mo Yeon: “Dan tentu saja, aku masih di RS. Haesung.”

Mo Yeon masuk ke dalam ruangan bertemu dengan dokter dan bertanya apakah mereka sudah mengerti tanpa harus dijelaskan. Semuanya menjawab mengerti.


Myeong Ju membanting gelasnya dengan penuh amarah, “Selama 157 hari, aku memikirkanmu bagaimana cara untuk membunuhmu. Itu artinya, selama di sana aku hanya bisa memikirkanmu dan sangat merindukannya hingga rasanya aku mau mati saja. Dae Young yang tadinya menunduk, langsung tersenyum mengelus rambut Myeong Ju.      

Myeong Ju bukankah menakjubkan Dae Young bisa kembali padanya. Dae Young malah merasa senang, karena Myeong Ju kembali dnegan tubuh yang sehat. Dae Young mengatakan ia akan menemui Komandan besok, jadi Myeong Ju harus bersiap-siap. Myeong Ju merasa khawatir mereka harus tetap menyelesaikan masalah ini.

Dae Young meminta Myeong Ju tak usah khawatir, ia tak akan melepas seragamnya hanya Myeong Ju yang bisa melepaskan seragamnya.  Myeong Ju tak percaya, tapi Dae Young menegaskan ia akan bertemu Komandan besok dan meminta Myeong Ju untuk bersiap-siap.

Myeong Ju menjerit bahagia mengatakan,  mereka harus menemui ayahnya pagi-pagi dan berangkat saat fajar karena ia juga mempunyai rencana sembari menuangkan soju ke dalam gelas. Dae Young mengambil botol soju bertanya, apa Myeong Ju mau menemuinya dalam kedaan mabuk. Myeong Ju mengingatakan selama ia di Urk tak pernah minum alcohol. Dae Young pun akhirnya membiarkan Myeong Ju minum.


“Seperti yang anda janjikan, kita bisa minum dua cangkir teh hari ini,” ucap Dae Young pada Letjen Yoon sambil memegang tangan Myeong Ju. Letjen Yoon mempersilahkan keduanya untuk duduk, lalu memesan dua cangkir teh pada bawahan.

“Ayah, aku hamil,” ucap Myeong Ju. Dae Young menyangkalnya dengan gugup dan berbisik apakah ini rencana yang dimaksud Myeong Ju. Myeong Ju meminta Dae Young untuk bersantai saja.

“Rencanaku adalah mengakuinya sebelum kita melakukannya. Saat kita dalam posisi terancam, ‘Serangan pertama’ adalah taktik hebat,” jelas Myeong Ju.

“Apa dia bisa keluar saja?” tanya Letjen Yoon dengan wajah kaget pada Dae Young.



Mereka bertiga duduk dengan dua cangkir teh di atas meja. Letjen Yoon meminta Dae Young berbicara walaupun hanyalah ‘serangan pertama’. Myeong Ju ingin berbicara, tapi ayahnya langsung menyuruhnya untuk diam saja.

“Mengenai janjiku untuk melepas seragamku, sepertinya tak bisa kutepati. Terkunci di ruang bawah tanah, patah tulang dan hal lainnya. Aku tak pernah menyesal menjadi seorang tentara. bahkan, negara tak seharusnya kehilangan tentara seperti aku. Aku akan melepas seragam dengan cara yang terhormat dan akan mencari cara lain agar anda mau mengakuiku,” ucap Dae Young.

Menurut Letjen Yoon sekarang bukan masalah apakah ia mengakui Dae Young atau tidak. karena negara mengakui seorang sersan Seo, maka ini semua adalah kehormatan memiliki menantu seperti Dae Young.
Letjen Yoon mengaku sebenarnya ia sudah merestui keduanya, saat mengirim Dae Young ke Urk dan ia bahagia dengan keputusan itu.

Dae Young mengucapkan terima kasih. Myeong Ju langsung memeluk ayahnya. Letjen Yoon pun mempercayakan Dae Young untuk menjaga putrinya. 


Mo Yeon memanggil Myeong Ju dengan ‘Wali sersan Seo’. Myeong membalas dengan memanggil Mo Yeon ‘Princess Mo Yeon’. Mo Yeon merasa mereka sering bertemu karena masalah pria, lalu keduanya tersenyum. Mo Yeon bertanya kabar Myeong Ju. Menurut Myeong Ju Mo Yeon bisa melihatnya kalau ia baik-baik saja. Mo Yeon bertanya lagi bagaiamana perangnya bersama Dae Young.

“Perangnya telah berakhir, kami mendapat restu dari ayahku,” cerita Myeong Ju bahagia, Mo Yeon juga ikut bahagia mendengarnya dan mengucapkan selamat serta mengajaknya minum soju siang lagi. Myeong Ju menyahut ia siap kapan saja, tapi ia ke sini untuk tujuan lain. Lalu memberikan sebuah surat.

Ternyata itu kartu ucapan dari Fatima berserta fotonya dengan bahas korea. Mo Yeon pun membacanya.

Apa kabar, Unni? Ini aku Fatima. Aku belajar bahasa Korea. Dan aku ingin menjadi seorang dokter sepertimu. Selamat Natal. Sampaikan salamku pada Ahjussi. Aku merindukanmu dan aku mencintaimu.”

Mo Yeon tersenyum membacanya dan merasa tidak  sia-sia sudah menghabiskan uang untuk membayar biaya sekolah Fatima.

Chi Hoon tampak bahagia berlari ke ruangan menyapa Ja Ae yang ada di situ dan meminta izin meminjam laptop. Ia pun bertanya apa password laptop Sang Hyun. Ja Ae menjawab, “Song Sang Hyun yang jenius.” Mi Jin menahan tawa tak menyangka Sang Hyun orangnya sangat narsis.

Chi Hoon mengajak semuanya melihat berita dari Urk yang dibawa Letnan Yoon Myeong Ju, lalu memasukan flashdisk ke dalam laptop. Terlihat video Blackie, anak Urk yang keracunan timah sedang memegang tali kambingnya.

Mi Jin berkomentar Blackie sudah makin besar. Chi Hoon menambahkan kalau masih butuh waktu lama agar bisa cocok dengan sepatu yang diberikannya. Anak itu memberitahu, Blackie adalah nama kambingnya. Dan saat memberitahu namanya malah terdengar suara kambing.

Chi Hoon memasang earphone agar mendengar lebih jelas tapi yang terdengar memang suara kambing. Chi Hoon menjerit kesal dan mengucapkan selamat tinggal karena tak tahu siapa anak itu sebenarnya. Baginya nama anak itu Blackie selama-lamanya. Chi Hoon hendak mematikan laptopnya, tapi Ja Ae mencengahnya    

Flash Back
Di Urk, Sang Hyun berpesan Ja Ae jika dirinya mati di sini, maka Ja Ae harus membuka drive C di laptop dan akan menemukan folder di dalam file-file  rumah sakitnya, lalu pastik untuk menghapus file itu. Ja Ae bertanya isi folder itu. Sang Hyun merasa nanti Ja Ae akan terkejut melihatnya.
End Flashback


Ja Ae membuka folder itu dan marah menebak video itu berisi wanita berusia 10 sampai 30 tahunan.  Saat dibuka ternyata ketiga folder itu adalah fotonya dari 10 sampai 30 tahun. Mata Ja Ae berkaca-kaca melihat foto-foto dirinya sendiri.


Ja Ae berjalan lemas, hingga tertabrak seseorang sampai jatuh. Sang Hyun berlari mendekati Ja Ae mengakui kalau ia adalah walinya. Sang Hyun mendudukkan Ja Ae di bangku. Ja Ae mau berdiri tapi Sang Hyun malah memegang bahunya untuk duduk kembali.

“Jika kau lelah, duduk dan bukannya berpelukan dengan pria lain. Jika kau sudah melihatnya, maka katakan padaku. Kau sudah melihatnya kan? Folder itu sudah ada di recyle bin,” ucap Sang Hyun.

“Kau memintaku menghapusnya, kan?” balas Ja Ae tanpa menatap Sang Hyun. Sang Hyun membenarkannya dan bertanya kenapa Ja Ae menghapusnya. Ja Ae balik bertanya kenapa Sang Hyun masih menyimpanya?

“Untuk melamar, aku ingin menggunakannya sebagai alat lamaran. Mulai umur 10 tahun, hingga sekarang, hanya kau orangnya,” akui Sang Hyun.

“Apa kau tak merasa, kau hanya kasihan padaku?” tanya Ja Ae.

“Kau tahu apa? Aku yang punya hati. Tanpa ada perasaan lain, inilah yang namanya cinta,” tegas Sang Hyun.      
Ja Ae meminta Sang Hyun jangan mengakui perasaannya, karena ia sendiri yang akan melakukannya. Sang Hyun mengartika Ja Ae mau mengakui perasaannya. Ja Ae membenarkan, tapi itu setelah membayar hutangnya, lalu langsung pergi. Sang Hyun setuju, lalu tersadar dengan ucapan Ja Ae.

Sang Hyun bertanya Ja Ae mau ke mana, Ja Ae menyahut mau mencari uang. Sang Hyun mengejarnya, bertanya apa Ja Ae akan cepat mencari uang atau menganggap hutangnya sudah lunas. Ja Ae terus belari dengan wajah malu. Sang Hyun mengusulkan Ja Ae meminjam uang Mo Yeon dulu untuk membayar hutangnya.


Si Jin mengeluh harus mengendarai mobil, Mo Yeon malah menyuruh Big Boss untuk terus berjalan dengan cepat. Si Jin menyahut ia sudah mengemudikan mobil dengan cepat. Mo Yeon menjelaskan bukan pria yang duduk di sebelahnya melainkan mobilnya yang ia beri nama Big Boss.

“Aissh… apa kau segitu menyukaiku? Hingga menamai mobilmu dengan namalku,” ejek Si Jin. Mo Yeon berteriak membenarkan, membuat Si Jin kaget. Mo Yoen tersenyum bahagia dan menyuruh untuk memutar di sana, karena hari ini ‘Big Boss’ harus mandi. Mo Yeon menegaskan bukan Si Jin tapi mobilnya.

“Timing –nya jadi aneh. Aku masih tak mengerti kenapa aku harus mengenderai mobil ini?” tanya Si Jin.

“Ayolah, demi aku. Jika aku yang menyetir, mobilnya bisa rusak. Big Boss tidak boleh hancur,” ucap Mo Yeon. Si Jin masih merasa timing-nya memang aneh.

Si Ji menyiramkan air ke jendela mobil. Mo Yeon yang melihat dari dalam mobil memberikan tanda cinta dan hatinya. Si Jin membalasnya dengan senyuman.

“Apa aku tak usah pacaran saja, ya?” gumam Si Jin menyesal dan mengeluh dingin.

Mo Yeon mengeluarkan kepalanya dari jendela, apa yang dikatakan Si Jin. Dengan senyuman Si Jin mengaku ia sangat mencintai Mo Yeon, lalu menyuruh Mo Yeon menutup jendelanya karena udara di luar sangat dingin.

Mo Yeon memilih untuk turun dari mobil karena ia harus juga keluar. Si Jin mengingatkan ia sudah bilang di luar dingin tapi malah memberikan selang airnya yang. Mo Yeon menekan selang itu hingga airnya tersemprot keluar mengenai Si Jin sampai basah kuyup. Mo Yeon kaget ternyata airnya keluar. Si Jin merasa Mo Yeon memang wanita yang menakutkan.



Mo Yeon meminta maaf karena membasahi baju Si Jin. Si Jin merasa semakin dingin. Mo Yeon melepaskan jaketnya, takut pakaian dalam Si Jin terlihat dan tak mau ada wanita lain yang melihatnya.

“Aku suka pacaran denganmu. Kau ini sangat seksi,” akui Si Jin.

“Aku?” tanya Mo Yeon.

“Kau lebih seksi saat kau sedang tertawa.” Jelas Si Jin. Mo Yeon tertawa. Si Jin merengek manja karena kedinginan, lalu sengaja menyanderkan kepalanya di bahu Mo Yeon, Mo Yeon pun memeluknya.

Saat makan siang di kantin markas tentara, Dae Young  merasa sikap Myeong Ju kelewatan karena terus menganggunya. Myeong Ju malah menyuruh Dae Young melaporkannya saja sambil menggoda Dae Young. Dae Young tetap berusaha menahan diri, mengatakan ia ingin makan dengan tenang karena pencernaannya bisa terganggu nanti.

Myeong Ju malah menyuruh Dae Young datang ke klinik, biar ia yang akan mengobatinya. Dan sadar kalau itu adalah ide yang bagus. Lalu memberikan nasinya ke piring Dae Young agar pencernaan Dae Young terganggu. Tapi Myeong Ju berpikir lain, apa lebih baik mematahkan tulang Dae Young saja. Tapi tidak bisa karena mereka nanti tidak jadi pergi ke Kanada.

Myeong memberikan undangan pernikahan Daniel dan Ye Hwa. Myeong memberitahu acaranya di Vancouver, Kanada. Dan mengundang mereka berdua.


Ja Ae kaget mendengar acara pernikahan Daniel, Min Jin tak percaya Ye Hwa dan Daniel akan menikah. Chi Hoon membagi-bagikan tiket pesawat dan hotelnya. Chi Hoon berpikir keduanya sudah menikah. Min Jin langsung menyangkalnya, keduanya hanya teman saja. Ja Ae menambahakan kalau keduanya hanya rekan. 


Ye Hwa terlihat membuah gerbang dan membalikan papan di depannya dengan tulisan ‘Open’. Chi Hoon bercerita ayah Ye Hwa seorang dokter herbal. Mulai di  Rusia, siapa pun yang membutuhkan. Maka dia akan mengobatinya. Tapi ayah, kakak dan ibunya tertembak. Ja Ae dan Min Ji terkejut mendengarnya.

Myeong Ju juga menceritakan Daniel hanya bisa menyelematkan Ye Hwa dan mereka menjadi relawan Kanada, tapi Amerika hanya mengijinkan Daniel, karena Ye Hwa adalah orang Rusia dengan demikian tak akan menerimanya karena hukum internasional. Dae Young membenarkan, lalu menanyakan kelanjutannya.

“Jadi Daniel bilang, dia akan menikahi Ye Hwa saja. ‘Ambil ini, dia adalah istriku.’ Begitulah cara dia menyelematkan Ye Hwa,” jelas Myeong Ju.

Dae Young menyimpulkan jadi kalian sering berbagi cerita. Myeong Ju menjelaskan saat ia menceritakan surat Dae Young, dia mulai bercerita.  Dae Young bertanya apa Myeong Ju sudah membaca suratnya. Myeong Ju bertanya balik kenapa ia harus membacanya, karena Dae Young hanya mencontoh lirik-lirik lagu saja. Dae Young menyahut tidak. Myeong Ju sangat yakin Dae Young mencontoh lirik lagu.

“Dulu aku selalu saja ingin melarikan diri. Dan kau adalah orang pemberani serta orang terbodoh yang mencintaiku. Aku bersyukur dan juga menyesal. Jika kau membaca surat ini, maka akulah yang bodoh dan melukaimu begitu dalam. Tak perlu memaafkan aku. Dan juga aku selalu berharap kau akan hidup dengan bahagia. Untuk cintaku, Yoon Myeong Ju. Apakah aku hidup atau mati, cintaku tak akan berubah,” ucap Dae Young memberitahukan isi surat yang ditulisnya.

“Tak usah berlebihan, kau pasti tak menghapal isinya,” ujar Myeong Ju berkaca-kaca sambil mengeluarkan surat Dae Young dari saku seragamnya.

Dae Young tak menyangka Myeong Ju selalu membawa suratnya. Myeong Ju langsung membaca surat Dae Young. Dae Young bercerita telah menulisnya sebanyak ratusan kali dan karena itu selalu ingin menemuinya. Semua tentara yang mendengarnya bersorak, Dae Young langsung berteriak lalu berdiri menyuruh semuanya untuk menurup mata.


Dae Young pun mencium kening Myeong Ju, semua tentara kembali bersorak. Dae Young tersenyum menatap Myeong Ju. Myeong Ju berdiri menyuruh semuanya menutup mata, termasuk Dae Young. Lalu ia berjalan perlahan mendekati Dae Young dan langsung menciumnya. Semua tentara kembali bersorak bahagia sambil bertepuk tangan.


Si Jin dan Mo Yeon minum bir bersama di rumah Mo Yeon. Si Jin bertanya Mo Yeon mau memberi hadiahnya pada siapa. Mo Yeon merasa banyak yang memilih Daniel, jadi ia akan memilih Ye Hwa. Si Jin merasa Mo Yeon sudah lupa dengan semua kebaikan Daniel. Mo Yeon mengingatkan kalau ia sudah membayarnya dengan sumbangan bulanan.

Mo Yeon mengejek Si Jin yang tak tahu betapa mahalnya itu, karena Si Jin hidup di ‘hutan’. Si Jin membalas, orang yang mementingkan si kartu itu bisa saja tidak selamat. Mo Yeon dengan cemberut mengatakan orang itu mau ambil bir dulu, lalu menuju kulkas. 



“Ada yang ingin aku tahu. Foto yang tertempel di kulkas itu. Kenapa kau di depan? Apa karena kau rangking 1?” tanya Si Jin.

“Tidak, karena akulah yang lebih cantik,” sahut Mo Yeon percaya diri.

“Bukan karena abjad? Namamu kan ‘Kang’. Kau bisa saja selalu di pertama,” ucap Si Jin. Mo Yeon menyangkal tidak. Si Jin yakin pasti karena umur. Mo Yeon kesal dan memberitahukan Si Jin, ia mau pergi reunian dan diundang sebagai senior terpopuler. Si Jin mengejek Mo Yeon yang menjadi senior popular karena punya banyak hutang.

“Kau belum mau pulang?” tanya Mo Yeon kesal.

“Jika aku pulang sekarang, aku akan terkena macet,” sahut Si Jin. Mo Yeon mengingatkan Si Jin menggunakan alasan yang sama 2 jam yang lalu sambil menyindir di Yeouido pasti sangat macet. Si Jin tak peduli akan hal itu.

Terlihat foto-foto di Urk sebagai tim medis, dan foto Mo Yeon saat mengucapkan sumpah sebagai seorang dokter tertempel di kulkas.




Narasi Mo Yeon: “Hippocrates memiliki banyak kutipan, salah satunya adalah ‘Beberapa kata mungkin akan dimengerti oleh kepalamu, dan beberapa kata mungkin juga akan dimengerti oleh hatimu.”

Seorang wanita yang memakai baju wisuda mengangkat tangan melakukan sumpah. “Sebagai seorang yang berhasil mendapatkan lisensi, saya akan melakukan pengobatan berdasarkan hati nurani dan kehormatan.”


Seorang tentara junior juga mengucapkan sumpah, “Saya sebagai bintara dari pasukan khusus. Berjanji untuk melakukan yang terbaik untuk negara dan juga pasukan saya.”

Wanita tadi melanjutkan sumpahnya, “Tak memandang ras dan juga agama status social, kebangsaan dan juga politik. Dalam bertugas untuk mengobati pasien saya.”

Mo Yeon dan Ji Soo duduk paling depan melihat juniornya mengucap janji. Begitu juga Si Jin yang berdiri di depan bersama para petinggi tentara lainnya menyaksikan juniornya membaca sumpahnya,”Saya akan bertugas atas dasar hukum. Berdasarkan seorang tentara.”

“Saya tak akan menyalahgunakan posisi saya bahkan jika saya dalam bahaya,” ucap calon dokter.

Narasi Mo Yeon: “Bahkan jika saya dalam bahaya, atau dalam ancaman saya tak akan melanggarnya. Saya akan menjaga kedamaian bahkan jika sebuah senjata menghunus saya.”

Mo Yeon mengingat saat ia mengobati para korban gempa Urk dan ketegangan saat mengoperasi presiden Mubarat, tim Si Jin dan para pengawal presiden saling mengacungkan pistol.

Semua para wisudawan kedokteran melempar toganya dan para tentara muda pun melempar topi ke udara.
Narasi Mo Yeon: “Hari ini, begitu banyak Yoo Si Jin dan juga Kang Mo Yeon yang baru. Aku harap, mereka akan tetap menjaga sumpah itu. Atas nama bumi dan juga matahari”


Mo Yeon berjalan di bawah sinar matahari, lalu menatap ke langit dengan senyuman. Ia menelepon Si Jin mengatakan “Sekarang!”. Sebuah pesawat melintasi langit yang luas dan awan yang sangat cerah. Lalu terlihat buih ombak dan pasir putih, Mo Yeon meletakan batu putih di dekat bangkai kapal.

Mo Yeon tak mempercayai mereka berdua bisa kembali ke pantai ini. Si Jin mengaku ia senang bisa berada di sini bersama Mo Yeon sekarang. 

“Karena kau, aku tak bisa ke sini dengan pria tampan lain,” ucap Mo Yeon.

“Pria lain?” tanya Si Jin kesal.

“Apa menurutmu aku akan ke sini sendirian? Menyia-nyiakan kecantikanku? Aku tak berani datang ke sini sendirian.” Ucap Mo Yeon menjauhi Si Jin. Si Jin menyuruh Mo Yeon jangan kabur. Mo Yeon tetap berlari sambil berkata bangkai kapal itu terlihat seperti X-ray. Si Jin mengatakan Mo Yeon jangan mengubah topik pembicaraan.

Mo Yeon menahan Si Jin untuk berhenti, sambil mengeluarkan ponselnya merasa angel yang sempurna. Lalu memfoto Si Jin, sembari menceritakan foto Si Jin satu-satunya yang dimilikinya adalah foto X-ray dan sudah melihatnya ribuan kali.

“Aku tak akan memaafkanmu , bahkan jika kau merayuku begitu.” Tegas Si Jin.


“Bukannya di pantai, kita sering bermain, ‘Coba tangkap aku?’ Tangkap aku jika kau bisa!” tantang Mo Yeon. Si Jin dengan penuh dendam memperingati Mo yeon akan mati jika ia menangkap Mo Yeon nanti. Keduanya pun bermain kejar-kejaran. Lagi-lagi Mo Yeon menahan Si Jin untuk berhenti, menanyakan kapan mereka akan pulang.

“Saat boat itu menjadi ‘X-ray’ seperti itu,” ucap Si Jin menujuk boat mereka lalu bangkai kapal.

“Benarkah? Aku berada di pulau terpencil dengan seorang pria! Daebak!” teriak Mo Yeon bahagia. Si Jin kembali mengejar Mo Yeon.


Matahari sudah tenggelam, Si Jin dan Mo Yeon duduk di atas bangkai kapal. Mo Yeon meminum wine langsung dari botolnya, Si Jin terus melihatnya. Mo Yeon menanyakan Si Jin sungguh tak mau minum karena rasanya enak. Si Jin mengaku mau tapi ia harus mengendarai boat nanti. Mo Yeon mengingatkan Si Ji tak mau pulang. Si Jin mengaku hanya untuk menyenangkan Mo Yeon saja. Mo Yeon kesal dan kembali minum wine-nya.

“Apa rasanya seenak itu?” tanya Si Jin penasaran melihat Mo Yeon sangat menikmati wine-nya. Mo Yeon tersenyum mengiyakan.

“Sepertinya kau sangat ingin meminumnya, ya? ataukah kau punya cara lain untuk meminumnya lagi?” goda Mo Yeon. Si Jin tersenyum tentu saja ada.

“Saat itu aku sangat gugup hingga mau mati rasanya,” akui Mo Yeon.

“Aku juga merasa gugup hingga mau mati rasanya sekarang.” akui Si Jin. “Ada wine di pantai ini dan juga wanita cantik. Dan juga ada bintang jatuh seperti itu,” ucap Si Jin menatap Mo Yeon lalu langit. Mo Yeon juga ikut melihat ke langit.

Mo Yeon sungguh terpesona betapa cantiknya dan mengaku baru pertama kali melihat bintang jatuh. “Kau apakan semua bintang itu? Kenapa rasanya semua bintang berkumpul di langit ini?” tanya Mo Yeon. Si Jin malah balik bertanya, apa Mo Yeon tak mau membuat keinginan. Mo Yeon menyahut sudah membuatnya sambil menaruh wine di sampingnya.   

“Dengan mulut terbuka begitu,” ucap Si Jin. Mo Yeon memukul Si Jin, menyuruhnya yang hanya duduk saja untuk mengambilkan satu bintang untuknya. Si Jin mendekati Mo Yeon membisikan, “Aku sudah mengambil satu bintang, dan bintang itu duduk di samping.”



Mo Yeon tersenyum mendengar rayuan Si Jin, lalu meminta Si Jin untuk mengatakannya lagi. Si Jin mengatakan Mo Yeon itu begitu berkilauan. Mo Yeon kembali meminta Si Jin untuk mengatakanya lagi. “Hidupku terasa sangat berkilauan sekarang ini,” ucap Si Jin sambil menatap Mo Yeon. Mo Yeon tertawa mendengarnya, menyuruh Si Jin tak perlu merayu dan memujinya seperti itu.

“Bagaimana mungkin seorang wanita sepertimu menjadi milikku?” ucap Si Jin.

“Mungkin di kehidupan sebelumnya kau sudah menyelamatkan dunia. Tidak mungkin? Kau adalah tentara juga di kehidupan sebelumnya?” ucap Mo Yeon. Si Jin merasa mendapat banyak rejeki di kehidupannya yang sekarang.

“Astaga! Kita mungkin akan bertemu lagi di kehidupan selanjutnya. Kau telah menyelamatkan dunia saat ini,” ucap Mo Yeon.

“Ya, aku bisa mendapatkanmu setelah menyelamatkan sebuah negara,” ucap Si Jin bangga.

“Siapa yang mau bertemu denganmu nanti?” ucap Mo Yeon jual mahal.

“Kau tak mau bertemu denganku di kehidupan selanjutnya?” tanya Si Jin serius.

“Jika aku bilang tidak, kau tak akan datang?” tanya Mo Yeon balik. Mo Yeon menegaskan Si Jin harus tetap menemuinya di kehidupan selanjutnya.  Si Jin meminta Mo Yeon harus menempati janjinya. Mo Yeon mengangguk tersenyum.

“Apa keinginanmu tadi?” tanya Si Jin penasaran. Mo Yeon yakin Si Jin akan terkejut bila mendengarnya. Si Jin pun semakin penasaran dan memburu jawaban Mo Yeon.

“Aku ingin, pria ini menciumku. Apa keinginanku akan terkabul?” tanya Mo Yeon.





“Akan ada selalu jalan untuk bisa menciummu,” ucap Si Jin tersenyum menatap Mo Yeon, lalu menciumnya dengan lembut. Si Jin melepaskan ciumannya dan mengatakan, “Aku mencintaimu.”


“Aku juga,” balas Mo Yeon.

“Itu adalah pertanyaan, loh.” Ucap Si Jin menggoda. Keduanya pun saling tersenyum.

“Aku mencintaimu, itulah jawabanku,” tegas Mo Yeon.

“Aku juga,” balas Si Jin dan kembali mencium Mo Yeon.


Mo Yeon mengeluarkan ponselnya di depan ATM. Chi Hoon yang ada di belakangnya, berpikir kalau di luar negeri orang lebih banyak memberikan hadiah daripada uang. Mo Yeon malah berpikir, di semua negara untuk pernikahan dan pemakaman tak masalah untuk memberikan uang. Menurutnya, akan memudahkan penerima dan pemberinya. Lalu, menarik uang 200ribu  Won dari mesin ATM dan mengajak untuk berangkat.

Vancoucver, Kanada
Mo Yeon berjalan ke sebuah ruangan, memberitahu pasangan pengantinnya akan keluar setelah berganti baju. Dengan wajah sedih, Min Jin mengakui Ye Hwa terlihat cantik saat memakai make up dan gaun pengantinnya unik. Mo Yeon menambahkan, kalau pemandangan dari sini juga agak unik sambil menujuk ke arah Dae Young yang duduk di samping Si Jin memegang buket bunga.


Si Jin merasa malu melihat Dae Young kaku memegang buket bunga dan heran untuk apa apa Dae Young menangkap bunganya. Dae Young mau bagaimana lagi jika pengantin melemparnya dengan sekuat tenanga. Myeong Ju menyuruh Si Jin untuk tak usah memperdulikan Dae Young, sambil menyindir Dae Young masih mengingat kenangan lamanya yaitu pernikahan mantan pacarnya. Dae Young langsung menurunkan bunganya.


“Bukannya kalian menyukai akhir yang seperti ini? kami mengatasi semua masalah dengan cinta, dan hidup bahagia selama-lamanya. Ending.” Ucap Chi Hoon di depan kamera.

Tiba-tiba lampu ruangan mati, hanya cahaya lilin di atas meja yang masih menyala. Myeong Ju pikir ini saatnya untuk berciuman. Ja Ae bertanya apa ini salah satu susunan acaranya. Sang Hyun tak percaya untuk semua warga Vancouver karena pesertanya banyak sekali. Mo Yeon yakin ini bukan flashback. Tapi kenapa situasinya seperti ini. menurut Si Jin situasi ini bukan untuk suasana romantis.

Lampu kembali menyala dan terdengar suara alarm yang sangat kencang. Seorang pelayan berlari ketakutan memberitahu terjadi letusan gunung berapi. Semua tamu menjerit ketakutan dan langsung keluar gedung, hanya tim Alpha dan tim medis yang masih duduk diam saja.

“Kenapa kita bisa sesial ini, sih?” keluh Min Jin.

“Kita seharusnya makan malam sekarang,” ucap Dae Young sambil membuka kancing baju lengannya.

“Sudah terlambat,” sahut Myeong Ju yang langsung mengusap lipstick di bibirnya.


“Berdiri,” suruh Ja Ae pada Sang Hyun yang masih menikmati makananya sambil mengucir rambutnya.

“Oke,” jawab Sang Hyun yang langsung meghentikan makannya dan berdiri.


“Lalu, apa kita menghentikan liburan kita sekarang?” tanya Chi Hoon sambil membuka kancing kemejanya.


“Sepertinya kita mulai terbiasa sekarang,” ucap Mo Yeon pada sepatu high heels-nya yang berpikir akan mematahkan lagi tumit sepatu high heels-nya itu.


“Aku merasa akan menulis laporan yang panjang sekali,” keluh Si Jin sambil melonggarkan tali dasinya.


Lalu mengajak semuanya untuk berangkat membantu korban gunung meletus.

THE END

Komentar:


Akhirnya perjuanganku selesai juga. Lega dan bahagia itulah yang kurasakan saat ini. Jujur, ternyata tak mudah untuk merecap sebuah drama, terutama saat kegiatan nyataku lagi full time. Membagi waktu antara mengajar, pekerjaan rumah, menonton, dan menulis merupakan hal sulit. Salut banget buat para recaper yang selama ini bisa meluangkan waktunya untuk menulis.

Jadi, ini adalah sisnopsis drama-ku yang pertama kutulis sampai tuntas. Sebelumnya, aku sudah menulis drama “She Was Pretty” yang sampai sekarang masih utang 2 episode lagi.  Alhamdulillah ya… ayo potong tumpeng-nya!! Merayakan keberhasilanku.

Menurutku, sepanjang sejarah aku menonton drama, drama DOTS ini-lah yang hampir mendekati kesempurnaan. Apa karena drama ini ditayangkan setelah menyelesaikan semua syutingnya? Mungkin ya? jadi para Tim DOTS mempunyai waktu banyak untuk memberikan yang terbaik kepada penonton.

Mungkin saat ini aku masih menulis seputar DOTS atau Song Joong Ki. Soalnya aku masih ter-DOTS dan ter-Song Joong Ki.


Terima kasih buat semua kru dan pemain Descendants of The Sun, yang telah menyajikan drama terbaik untuk kami-kami K-dramalovers. Sampai jumpa di drama selanjutnya.  *hiks... enggak rela!! enggak mau!!!
 engggak mau berpisah :(








   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar