“Lapor. Mulai 25
Maret 2016, aku Kapten Yoo Si Jin akan menjadi Mayor dan menerima perintah
kenaikan gaji sesuai jabatan ini. Laporan selesai. Hormat,” ucap Si Jin
memberikan hormat pada Letjen Yoon. Disaksikan
oleh ayahnya dan tim Alpha. Letjen Yoon menerima hormat dari Si Jin, lalu
mengganti lambang di bagian pundaknya sebagai Mayor. Tim Apha pun tepuk tangan
bahagia.
Narasi Mo Yeon: “Pria yang aku sukai itu, hanya ada satu di
dunia ini, dia hidup sebagai tentara Korea.”
Flash back
saat
Si Jin dan tim-nya bertugas di Urk.
Narasi Mo Yeon: “Dan Prinsipnya tak berubah. Melindungi
anak-anak, orang tua dan wanita cantik.”
Si Jin membantu
seorang nenek dengan membawakan tas berukuran besar menaiki tangga subway.
Narasi Mo Yeon: “Dan aku masih menjadi dokter idola.”
Si Jin tersenyum
melihat poster gambar Mo Yeon di halte yang memakai jas dokter sambil
tersenyum, Si Jin pun melambaikan tangan pada gambar Mo Yeon itu.
Narasi Mo Yeon: “Dan tentu saja, aku masih di RS. Haesung.”
Mo Yeon masuk ke
dalam ruangan bertemu dengan dokter dan bertanya apakah mereka sudah mengerti
tanpa harus dijelaskan. Semuanya menjawab mengerti.
Myeong Ju membanting
gelasnya dengan penuh amarah, “Selama 157 hari, aku memikirkanmu bagaimana cara
untuk membunuhmu. Itu artinya, selama di sana aku hanya bisa memikirkanmu dan
sangat merindukannya hingga rasanya aku mau mati saja. Dae Young yang tadinya
menunduk, langsung tersenyum mengelus rambut Myeong Ju.
Myeong Ju bukankah
menakjubkan Dae Young bisa kembali padanya. Dae Young malah merasa senang,
karena Myeong Ju kembali dnegan tubuh yang sehat. Dae Young mengatakan ia akan
menemui Komandan besok, jadi Myeong Ju harus bersiap-siap. Myeong Ju merasa
khawatir mereka harus tetap menyelesaikan masalah ini.
Dae Young meminta
Myeong Ju tak usah khawatir, ia tak akan melepas seragamnya hanya Myeong Ju
yang bisa melepaskan seragamnya. Myeong
Ju tak percaya, tapi Dae Young menegaskan ia akan bertemu Komandan besok dan
meminta Myeong Ju untuk bersiap-siap.
Myeong Ju
menjerit bahagia mengatakan, mereka
harus menemui ayahnya pagi-pagi dan berangkat saat fajar karena ia juga
mempunyai rencana sembari menuangkan soju ke dalam gelas. Dae Young mengambil
botol soju bertanya, apa Myeong Ju mau menemuinya dalam kedaan mabuk. Myeong Ju
mengingatakan selama ia di Urk tak pernah minum alcohol. Dae Young pun akhirnya
membiarkan Myeong Ju minum.
“Seperti yang anda
janjikan, kita bisa minum dua cangkir teh hari ini,” ucap Dae Young pada Letjen
Yoon sambil memegang tangan Myeong Ju. Letjen Yoon mempersilahkan keduanya
untuk duduk, lalu memesan dua cangkir teh pada bawahan.
“Ayah, aku
hamil,” ucap Myeong Ju. Dae Young menyangkalnya dengan gugup dan berbisik apakah
ini rencana yang dimaksud Myeong Ju. Myeong Ju meminta Dae Young untuk
bersantai saja.
“Rencanaku
adalah mengakuinya sebelum kita melakukannya. Saat kita dalam posisi terancam, ‘Serangan
pertama’ adalah taktik hebat,” jelas Myeong Ju.
“Apa dia bisa
keluar saja?” tanya Letjen Yoon dengan wajah kaget pada Dae Young.
Mereka bertiga
duduk dengan dua cangkir teh di atas meja. Letjen Yoon meminta Dae Young
berbicara walaupun hanyalah ‘serangan pertama’. Myeong Ju ingin berbicara, tapi
ayahnya langsung menyuruhnya untuk diam saja.
“Mengenai
janjiku untuk melepas seragamku, sepertinya tak bisa kutepati. Terkunci di
ruang bawah tanah, patah tulang dan hal lainnya. Aku tak pernah menyesal
menjadi seorang tentara. bahkan, negara tak seharusnya kehilangan tentara
seperti aku. Aku akan melepas seragam dengan cara yang terhormat dan akan
mencari cara lain agar anda mau mengakuiku,” ucap Dae Young.
Menurut Letjen
Yoon sekarang bukan masalah apakah ia mengakui Dae Young atau tidak. karena
negara mengakui seorang sersan Seo, maka ini semua adalah kehormatan memiliki
menantu seperti Dae Young.
Letjen Yoon
mengaku sebenarnya ia sudah merestui keduanya, saat mengirim Dae Young ke Urk
dan ia bahagia dengan keputusan itu.
Dae Young mengucapkan
terima kasih. Myeong Ju langsung memeluk ayahnya. Letjen Yoon pun mempercayakan
Dae Young untuk menjaga putrinya.
Mo Yeon
memanggil Myeong Ju dengan ‘Wali sersan Seo’. Myeong membalas dengan memanggil
Mo Yeon ‘Princess Mo Yeon’. Mo Yeon merasa mereka sering bertemu karena masalah
pria, lalu keduanya tersenyum. Mo Yeon bertanya kabar Myeong Ju. Menurut Myeong
Ju Mo Yeon bisa melihatnya kalau ia baik-baik saja. Mo Yeon bertanya lagi
bagaiamana perangnya bersama Dae Young.
“Perangnya telah
berakhir, kami mendapat restu dari ayahku,” cerita Myeong Ju bahagia, Mo Yeon
juga ikut bahagia mendengarnya dan mengucapkan selamat serta mengajaknya minum
soju siang lagi. Myeong Ju menyahut ia siap kapan saja, tapi ia ke sini untuk
tujuan lain. Lalu memberikan sebuah surat.
Ternyata itu
kartu ucapan dari Fatima berserta fotonya dengan bahas korea. Mo Yeon pun
membacanya.
“Apa kabar, Unni? Ini aku Fatima. Aku belajar
bahasa Korea. Dan aku ingin menjadi seorang dokter sepertimu. Selamat Natal.
Sampaikan salamku pada Ahjussi. Aku merindukanmu dan aku mencintaimu.”
Mo Yeon
tersenyum membacanya dan merasa tidak
sia-sia sudah menghabiskan uang untuk membayar biaya sekolah Fatima.
Chi Hoon tampak
bahagia berlari ke ruangan menyapa Ja Ae yang ada di situ dan meminta izin
meminjam laptop. Ia pun bertanya apa password laptop Sang Hyun. Ja Ae menjawab,
“Song Sang Hyun yang jenius.” Mi Jin menahan tawa tak menyangka Sang Hyun
orangnya sangat narsis.
Chi Hoon
mengajak semuanya melihat berita dari Urk yang dibawa Letnan Yoon Myeong Ju,
lalu memasukan flashdisk ke dalam laptop. Terlihat video Blackie, anak Urk yang
keracunan timah sedang memegang tali kambingnya.
Mi Jin
berkomentar Blackie sudah makin besar. Chi Hoon menambahkan kalau masih butuh
waktu lama agar bisa cocok dengan sepatu yang diberikannya. Anak itu
memberitahu, Blackie adalah nama kambingnya. Dan saat memberitahu namanya malah
terdengar suara kambing.
Chi Hoon
memasang earphone agar mendengar lebih jelas tapi yang terdengar memang suara
kambing. Chi Hoon menjerit kesal dan mengucapkan selamat tinggal karena tak
tahu siapa anak itu sebenarnya. Baginya nama anak itu Blackie selama-lamanya.
Chi Hoon hendak mematikan laptopnya, tapi Ja Ae mencengahnya
Flash Back
Di Urk, Sang
Hyun berpesan Ja Ae jika dirinya mati di sini, maka Ja Ae harus membuka drive C
di laptop dan akan menemukan folder di dalam file-file rumah sakitnya, lalu pastik untuk menghapus
file itu. Ja Ae bertanya isi folder itu. Sang Hyun merasa nanti Ja Ae akan
terkejut melihatnya.
End Flashback
Ja Ae membuka
folder itu dan marah menebak video itu berisi wanita berusia 10 sampai 30
tahunan. Saat dibuka ternyata ketiga
folder itu adalah fotonya dari 10 sampai 30 tahun. Mata Ja Ae berkaca-kaca
melihat foto-foto dirinya sendiri.
Ja Ae berjalan
lemas, hingga tertabrak seseorang sampai jatuh. Sang Hyun berlari mendekati Ja
Ae mengakui kalau ia adalah walinya. Sang Hyun mendudukkan Ja Ae di bangku. Ja
Ae mau berdiri tapi Sang Hyun malah memegang bahunya untuk duduk kembali.
“Jika kau lelah,
duduk dan bukannya berpelukan dengan pria lain. Jika kau sudah melihatnya, maka
katakan padaku. Kau sudah melihatnya kan? Folder itu sudah ada di recyle bin,”
ucap Sang Hyun.
“Kau memintaku
menghapusnya, kan?” balas Ja Ae tanpa menatap Sang Hyun. Sang Hyun
membenarkannya dan bertanya kenapa Ja Ae menghapusnya. Ja Ae balik bertanya
kenapa Sang Hyun masih menyimpanya?
“Untuk melamar,
aku ingin menggunakannya sebagai alat lamaran. Mulai umur 10 tahun, hingga
sekarang, hanya kau orangnya,” akui Sang Hyun.
“Apa kau tak
merasa, kau hanya kasihan padaku?” tanya Ja Ae.
“Kau tahu apa?
Aku yang punya hati. Tanpa ada perasaan lain, inilah yang namanya cinta,” tegas
Sang Hyun.
Ja Ae meminta
Sang Hyun jangan mengakui perasaannya, karena ia sendiri yang akan
melakukannya. Sang Hyun mengartika Ja Ae mau mengakui perasaannya. Ja Ae
membenarkan, tapi itu setelah membayar hutangnya, lalu langsung pergi. Sang
Hyun setuju, lalu tersadar dengan ucapan Ja Ae.
Sang Hyun
bertanya Ja Ae mau ke mana, Ja Ae menyahut mau mencari uang. Sang Hyun
mengejarnya, bertanya apa Ja Ae akan cepat mencari uang atau menganggap
hutangnya sudah lunas. Ja Ae terus belari dengan wajah malu. Sang Hyun
mengusulkan Ja Ae meminjam uang Mo Yeon dulu untuk membayar hutangnya.
Si Jin mengeluh
harus mengendarai mobil, Mo Yeon malah menyuruh Big Boss untuk terus berjalan
dengan cepat. Si Jin menyahut ia sudah mengemudikan mobil dengan cepat. Mo Yeon
menjelaskan bukan pria yang duduk di sebelahnya melainkan mobilnya yang ia beri
nama Big Boss.
“Aissh… apa kau
segitu menyukaiku? Hingga menamai mobilmu dengan namalku,” ejek Si Jin. Mo Yeon
berteriak membenarkan, membuat Si Jin kaget. Mo Yoen tersenyum bahagia dan
menyuruh untuk memutar di sana, karena hari ini ‘Big Boss’ harus mandi. Mo Yeon
menegaskan bukan Si Jin tapi mobilnya.
“Timing –nya
jadi aneh. Aku masih tak mengerti kenapa aku harus mengenderai mobil ini?”
tanya Si Jin.
“Ayolah, demi
aku. Jika aku yang menyetir, mobilnya bisa rusak. Big Boss tidak boleh hancur,”
ucap Mo Yeon. Si Jin masih merasa timing-nya memang aneh.
Si Ji
menyiramkan air ke jendela mobil. Mo Yeon yang melihat dari dalam mobil
memberikan tanda cinta dan hatinya. Si Jin membalasnya dengan senyuman.
“Apa aku tak
usah pacaran saja, ya?” gumam Si Jin menyesal dan mengeluh dingin.
Mo Yeon
mengeluarkan kepalanya dari jendela, apa yang dikatakan Si Jin. Dengan senyuman
Si Jin mengaku ia sangat mencintai Mo Yeon, lalu menyuruh Mo Yeon menutup
jendelanya karena udara di luar sangat dingin.
Mo Yeon memilih
untuk turun dari mobil karena ia harus juga keluar. Si Jin mengingatkan ia
sudah bilang di luar dingin tapi malah memberikan selang airnya yang. Mo Yeon
menekan selang itu hingga airnya tersemprot keluar mengenai Si Jin sampai basah
kuyup. Mo Yeon kaget ternyata airnya keluar. Si Jin merasa Mo Yeon memang
wanita yang menakutkan.
Mo Yeon meminta
maaf karena membasahi baju Si Jin. Si Jin merasa semakin dingin. Mo Yeon
melepaskan jaketnya, takut pakaian dalam Si Jin terlihat dan tak mau ada wanita
lain yang melihatnya.
“Aku suka
pacaran denganmu. Kau ini sangat seksi,” akui Si Jin.
“Aku?” tanya Mo
Yeon.
“Kau lebih seksi
saat kau sedang tertawa.” Jelas Si Jin. Mo Yeon tertawa. Si Jin merengek manja
karena kedinginan, lalu sengaja menyanderkan kepalanya di bahu Mo Yeon, Mo Yeon
pun memeluknya.
Saat makan siang
di kantin markas tentara, Dae Young merasa
sikap Myeong Ju kelewatan karena terus menganggunya. Myeong Ju malah menyuruh
Dae Young melaporkannya saja sambil menggoda Dae Young. Dae Young tetap
berusaha menahan diri, mengatakan ia ingin makan dengan tenang karena
pencernaannya bisa terganggu nanti.
Myeong Ju malah
menyuruh Dae Young datang ke klinik, biar ia yang akan mengobatinya. Dan sadar
kalau itu adalah ide yang bagus. Lalu memberikan nasinya ke piring Dae Young
agar pencernaan Dae Young terganggu. Tapi Myeong Ju berpikir lain, apa lebih
baik mematahkan tulang Dae Young saja. Tapi tidak bisa karena mereka nanti
tidak jadi pergi ke Kanada.
Myeong memberikan undangan pernikahan Daniel dan Ye Hwa. Myeong memberitahu acaranya di Vancouver, Kanada. Dan mengundang mereka berdua.
Ja Ae kaget
mendengar acara pernikahan Daniel, Min Jin tak percaya Ye Hwa dan Daniel akan
menikah. Chi Hoon membagi-bagikan tiket pesawat dan hotelnya. Chi Hoon berpikir
keduanya sudah menikah. Min Jin langsung menyangkalnya, keduanya hanya teman
saja. Ja Ae menambahakan kalau keduanya hanya rekan.
Ye Hwa terlihat
membuah gerbang dan membalikan papan di depannya dengan tulisan ‘Open’. Chi
Hoon bercerita ayah Ye Hwa seorang dokter herbal. Mulai di Rusia, siapa pun yang membutuhkan. Maka dia
akan mengobatinya. Tapi ayah, kakak dan ibunya tertembak. Ja Ae dan Min Ji
terkejut mendengarnya.
Myeong Ju juga
menceritakan Daniel hanya bisa menyelematkan Ye Hwa dan mereka menjadi relawan
Kanada, tapi Amerika hanya mengijinkan Daniel, karena Ye Hwa adalah orang Rusia
dengan demikian tak akan menerimanya karena hukum internasional. Dae Young
membenarkan, lalu menanyakan kelanjutannya.
“Jadi Daniel
bilang, dia akan menikahi Ye Hwa saja. ‘Ambil ini, dia adalah istriku.’
Begitulah cara dia menyelematkan Ye Hwa,” jelas Myeong Ju.
Dae Young menyimpulkan
jadi kalian sering berbagi cerita. Myeong Ju menjelaskan saat ia menceritakan
surat Dae Young, dia mulai bercerita. Dae
Young bertanya apa Myeong Ju sudah membaca suratnya. Myeong Ju bertanya balik
kenapa ia harus membacanya, karena Dae Young hanya mencontoh lirik-lirik lagu
saja. Dae Young menyahut tidak. Myeong Ju sangat yakin Dae Young mencontoh
lirik lagu.
“Dulu aku selalu
saja ingin melarikan diri. Dan kau adalah orang pemberani serta orang terbodoh
yang mencintaiku. Aku bersyukur dan juga menyesal. Jika kau membaca surat ini,
maka akulah yang bodoh dan melukaimu begitu dalam. Tak perlu memaafkan aku. Dan
juga aku selalu berharap kau akan hidup dengan bahagia. Untuk cintaku, Yoon
Myeong Ju. Apakah aku hidup atau mati, cintaku tak akan berubah,” ucap Dae
Young memberitahukan isi surat yang ditulisnya.
“Tak usah
berlebihan, kau pasti tak menghapal isinya,” ujar Myeong Ju berkaca-kaca sambil
mengeluarkan surat Dae Young dari saku seragamnya.
Dae Young tak
menyangka Myeong Ju selalu membawa suratnya. Myeong Ju langsung membaca surat
Dae Young. Dae Young bercerita telah menulisnya sebanyak ratusan kali dan karena
itu selalu ingin menemuinya. Semua tentara yang mendengarnya bersorak, Dae
Young langsung berteriak lalu berdiri menyuruh semuanya untuk menurup mata.
Dae Young pun
mencium kening Myeong Ju, semua tentara kembali bersorak. Dae Young tersenyum
menatap Myeong Ju. Myeong Ju berdiri menyuruh semuanya menutup mata, termasuk
Dae Young. Lalu ia berjalan perlahan mendekati Dae Young dan langsung
menciumnya. Semua tentara kembali bersorak bahagia sambil bertepuk tangan.
Si Jin dan Mo
Yeon minum bir bersama di rumah Mo Yeon. Si Jin bertanya Mo Yeon mau memberi
hadiahnya pada siapa. Mo Yeon merasa banyak yang memilih Daniel, jadi ia akan
memilih Ye Hwa. Si Jin merasa Mo Yeon sudah lupa dengan semua kebaikan Daniel.
Mo Yeon mengingatkan kalau ia sudah membayarnya dengan sumbangan bulanan.
Mo Yeon mengejek
Si Jin yang tak tahu betapa mahalnya itu, karena Si Jin hidup di ‘hutan’. Si
Jin membalas, orang yang mementingkan si kartu itu bisa saja tidak selamat. Mo
Yeon dengan cemberut mengatakan orang itu mau ambil bir dulu, lalu menuju
kulkas.
“Ada yang ingin
aku tahu. Foto yang tertempel di kulkas itu. Kenapa kau di depan? Apa karena
kau rangking 1?” tanya Si Jin.
“Tidak, karena
akulah yang lebih cantik,” sahut Mo Yeon percaya diri.
“Bukan karena
abjad? Namamu kan ‘Kang’. Kau bisa saja selalu di pertama,” ucap Si Jin. Mo
Yeon menyangkal tidak. Si Jin yakin pasti karena umur. Mo Yeon kesal dan
memberitahukan Si Jin, ia mau pergi reunian dan diundang sebagai senior
terpopuler. Si Jin mengejek Mo Yeon yang menjadi senior popular karena punya
banyak hutang.
“Kau belum mau
pulang?” tanya Mo Yeon kesal.
“Jika aku pulang
sekarang, aku akan terkena macet,” sahut Si Jin. Mo Yeon mengingatkan Si Jin
menggunakan alasan yang sama 2 jam yang lalu sambil menyindir di Yeouido pasti
sangat macet. Si Jin tak peduli akan hal itu.
Terlihat
foto-foto di Urk sebagai tim medis, dan foto Mo Yeon saat mengucapkan sumpah
sebagai seorang dokter tertempel di kulkas.
Narasi Mo Yeon: “Hippocrates memiliki banyak kutipan, salah
satunya adalah ‘Beberapa kata mungkin akan dimengerti oleh kepalamu, dan
beberapa kata mungkin juga akan dimengerti oleh hatimu.”
Seorang wanita
yang memakai baju wisuda mengangkat tangan melakukan sumpah. “Sebagai seorang yang berhasil mendapatkan
lisensi, saya akan melakukan pengobatan berdasarkan hati nurani dan
kehormatan.”
Seorang tentara
junior juga mengucapkan sumpah, “Saya
sebagai bintara dari pasukan khusus. Berjanji untuk melakukan yang terbaik
untuk negara dan juga pasukan saya.”
Wanita tadi
melanjutkan sumpahnya, “Tak memandang ras
dan juga agama status social, kebangsaan dan juga politik. Dalam bertugas untuk
mengobati pasien saya.”
Mo Yeon dan Ji
Soo duduk paling depan melihat juniornya mengucap janji. Begitu juga Si Jin
yang berdiri di depan bersama para petinggi tentara lainnya menyaksikan
juniornya membaca sumpahnya,”Saya akan
bertugas atas dasar hukum. Berdasarkan seorang tentara.”
“Saya tak akan menyalahgunakan posisi saya
bahkan jika saya dalam bahaya,” ucap calon dokter.
Narasi Mo Yeon:
“Bahkan jika saya dalam bahaya, atau
dalam ancaman saya tak akan melanggarnya. Saya akan menjaga kedamaian bahkan
jika sebuah senjata menghunus saya.”
Mo Yeon mengingat
saat ia mengobati para korban gempa Urk dan ketegangan saat mengoperasi
presiden Mubarat, tim Si Jin dan para pengawal presiden saling mengacungkan
pistol.
Semua para
wisudawan kedokteran melempar toganya dan para tentara muda pun melempar topi ke
udara.
Narasi Mo Yeon:
“Hari ini, begitu banyak Yoo Si Jin dan
juga Kang Mo Yeon yang baru. Aku harap, mereka akan tetap menjaga sumpah itu.
Atas nama bumi dan juga matahari”
Mo Yeon berjalan
di bawah sinar matahari, lalu menatap ke langit dengan senyuman. Ia menelepon
Si Jin mengatakan “Sekarang!”. Sebuah pesawat melintasi langit yang luas dan
awan yang sangat cerah. Lalu terlihat buih ombak dan pasir putih, Mo Yeon
meletakan batu putih di dekat bangkai kapal.
Mo Yeon tak
mempercayai mereka berdua bisa kembali ke pantai ini. Si Jin mengaku ia senang
bisa berada di sini bersama Mo Yeon sekarang.
“Karena kau, aku
tak bisa ke sini dengan pria tampan lain,” ucap Mo Yeon.
“Pria lain?”
tanya Si Jin kesal.
“Apa menurutmu
aku akan ke sini sendirian? Menyia-nyiakan kecantikanku? Aku tak berani datang
ke sini sendirian.” Ucap Mo Yeon menjauhi Si Jin. Si Jin menyuruh Mo Yeon
jangan kabur. Mo Yeon tetap berlari sambil berkata bangkai kapal itu terlihat seperti
X-ray. Si Jin mengatakan Mo Yeon jangan mengubah topik pembicaraan.
Mo Yeon menahan
Si Jin untuk berhenti, sambil mengeluarkan ponselnya merasa angel yang
sempurna. Lalu memfoto Si Jin, sembari menceritakan foto Si Jin satu-satunya yang
dimilikinya adalah foto X-ray dan sudah melihatnya ribuan kali.
“Aku tak akan
memaafkanmu , bahkan jika kau merayuku begitu.” Tegas Si Jin.
“Bukannya di
pantai, kita sering bermain, ‘Coba tangkap aku?’ Tangkap aku jika kau bisa!”
tantang Mo Yeon. Si Jin dengan penuh dendam memperingati Mo yeon akan mati jika
ia menangkap Mo Yeon nanti. Keduanya pun bermain kejar-kejaran. Lagi-lagi Mo
Yeon menahan Si Jin untuk berhenti, menanyakan kapan mereka akan pulang.
“Saat boat itu
menjadi ‘X-ray’ seperti itu,” ucap Si Jin menujuk boat mereka lalu bangkai
kapal.
“Benarkah? Aku
berada di pulau terpencil dengan seorang pria! Daebak!” teriak Mo Yeon bahagia.
Si Jin kembali mengejar Mo Yeon.
Matahari sudah
tenggelam, Si Jin dan Mo Yeon duduk di atas bangkai kapal. Mo Yeon meminum wine
langsung dari botolnya, Si Jin terus melihatnya. Mo Yeon menanyakan Si Jin
sungguh tak mau minum karena rasanya enak. Si Jin mengaku mau tapi ia harus
mengendarai boat nanti. Mo Yeon mengingatkan Si Ji tak mau pulang. Si Jin
mengaku hanya untuk menyenangkan Mo Yeon saja. Mo Yeon kesal dan kembali minum
wine-nya.
“Apa rasanya
seenak itu?” tanya Si Jin penasaran melihat Mo Yeon sangat menikmati wine-nya.
Mo Yeon tersenyum mengiyakan.
“Sepertinya kau
sangat ingin meminumnya, ya? ataukah kau punya cara lain untuk meminumnya
lagi?” goda Mo Yeon. Si Jin tersenyum tentu saja ada.
“Saat itu aku
sangat gugup hingga mau mati rasanya,” akui Mo Yeon.
“Aku juga merasa
gugup hingga mau mati rasanya sekarang.” akui Si Jin. “Ada wine di pantai ini
dan juga wanita cantik. Dan juga ada bintang jatuh seperti itu,” ucap Si Jin
menatap Mo Yeon lalu langit. Mo Yeon juga ikut melihat ke langit.
Mo Yeon sungguh
terpesona betapa cantiknya dan mengaku baru pertama kali melihat bintang jatuh.
“Kau apakan semua bintang itu? Kenapa rasanya semua bintang berkumpul di langit
ini?” tanya Mo Yeon. Si Jin malah balik bertanya, apa Mo Yeon tak mau membuat
keinginan. Mo Yeon menyahut sudah membuatnya sambil menaruh wine di sampingnya.
“Dengan mulut
terbuka begitu,” ucap Si Jin. Mo Yeon memukul Si Jin, menyuruhnya yang hanya duduk
saja untuk mengambilkan satu bintang untuknya. Si Jin mendekati Mo Yeon
membisikan, “Aku sudah mengambil satu bintang, dan bintang itu duduk di
samping.”
Mo Yeon
tersenyum mendengar rayuan Si Jin, lalu meminta Si Jin untuk mengatakannya
lagi. Si Jin mengatakan Mo Yeon itu begitu berkilauan. Mo Yeon kembali meminta
Si Jin untuk mengatakanya lagi. “Hidupku terasa sangat berkilauan sekarang
ini,” ucap Si Jin sambil menatap Mo Yeon. Mo Yeon tertawa mendengarnya,
menyuruh Si Jin tak perlu merayu dan memujinya seperti itu.
“Bagaimana
mungkin seorang wanita sepertimu menjadi milikku?” ucap Si Jin.
“Mungkin di
kehidupan sebelumnya kau sudah menyelamatkan dunia. Tidak mungkin? Kau adalah
tentara juga di kehidupan sebelumnya?” ucap Mo Yeon. Si Jin merasa mendapat
banyak rejeki di kehidupannya yang sekarang.
“Astaga! Kita
mungkin akan bertemu lagi di kehidupan selanjutnya. Kau telah menyelamatkan
dunia saat ini,” ucap Mo Yeon.
“Ya, aku bisa
mendapatkanmu setelah menyelamatkan sebuah negara,” ucap Si Jin bangga.
“Siapa yang mau
bertemu denganmu nanti?” ucap Mo Yeon jual mahal.
“Kau tak mau
bertemu denganku di kehidupan selanjutnya?” tanya Si Jin serius.
“Jika aku bilang
tidak, kau tak akan datang?” tanya Mo Yeon balik. Mo Yeon menegaskan Si Jin
harus tetap menemuinya di kehidupan selanjutnya. Si Jin meminta Mo Yeon harus menempati
janjinya. Mo Yeon mengangguk tersenyum.
“Apa keinginanmu
tadi?” tanya Si Jin penasaran. Mo Yeon yakin Si Jin akan terkejut bila mendengarnya.
Si Jin pun semakin penasaran dan memburu jawaban Mo Yeon.
“Aku ingin, pria
ini menciumku. Apa keinginanku akan terkabul?” tanya Mo Yeon.
“Akan ada selalu
jalan untuk bisa menciummu,” ucap Si Jin tersenyum menatap Mo Yeon, lalu
menciumnya dengan lembut. Si Jin melepaskan ciumannya dan mengatakan, “Aku
mencintaimu.”
“Aku juga,”
balas Mo Yeon.
“Itu adalah
pertanyaan, loh.” Ucap Si Jin menggoda. Keduanya pun saling tersenyum.
“Aku
mencintaimu, itulah jawabanku,” tegas Mo Yeon.
“Aku juga,”
balas Si Jin dan kembali mencium Mo Yeon.
Mo Yeon
mengeluarkan ponselnya di depan ATM. Chi Hoon yang ada di belakangnya, berpikir
kalau di luar negeri orang lebih banyak memberikan hadiah daripada uang. Mo
Yeon malah berpikir, di semua negara untuk pernikahan dan pemakaman tak masalah
untuk memberikan uang. Menurutnya, akan memudahkan penerima dan pemberinya. Lalu,
menarik uang 200ribu Won dari mesin ATM
dan mengajak untuk berangkat.
Vancoucver, Kanada
Mo Yeon berjalan
ke sebuah ruangan, memberitahu pasangan pengantinnya akan keluar setelah
berganti baju. Dengan wajah sedih, Min Jin mengakui Ye Hwa terlihat cantik saat
memakai make up dan gaun pengantinnya unik. Mo Yeon menambahkan, kalau
pemandangan dari sini juga agak unik sambil menujuk ke arah Dae Young yang
duduk di samping Si Jin memegang buket bunga.
Si Jin merasa
malu melihat Dae Young kaku memegang buket bunga dan heran untuk apa apa Dae
Young menangkap bunganya. Dae Young mau bagaimana lagi jika pengantin
melemparnya dengan sekuat tenanga. Myeong Ju menyuruh Si Jin untuk tak usah
memperdulikan Dae Young, sambil menyindir Dae Young masih mengingat kenangan
lamanya yaitu pernikahan mantan pacarnya. Dae Young langsung menurunkan
bunganya.
“Bukannya kalian
menyukai akhir yang seperti ini? kami mengatasi semua masalah dengan cinta, dan
hidup bahagia selama-lamanya. Ending.” Ucap Chi Hoon di depan kamera.
Tiba-tiba lampu
ruangan mati, hanya cahaya lilin di atas meja yang masih menyala. Myeong Ju pikir
ini saatnya untuk berciuman. Ja Ae bertanya apa ini salah satu susunan
acaranya. Sang Hyun tak percaya untuk semua warga Vancouver karena pesertanya
banyak sekali. Mo Yeon yakin ini bukan flashback. Tapi kenapa situasinya
seperti ini. menurut Si Jin situasi ini bukan untuk suasana romantis.
Lampu kembali menyala
dan terdengar suara alarm yang sangat kencang. Seorang pelayan berlari
ketakutan memberitahu terjadi letusan gunung berapi. Semua tamu menjerit
ketakutan dan langsung keluar gedung, hanya tim Alpha dan tim medis yang masih duduk
diam saja.
“Kenapa kita
bisa sesial ini, sih?” keluh Min Jin.
“Kita seharusnya
makan malam sekarang,” ucap Dae Young sambil membuka kancing baju lengannya.
“Sudah
terlambat,” sahut Myeong Ju yang langsung mengusap lipstick di bibirnya.
“Berdiri,” suruh
Ja Ae pada Sang Hyun yang masih menikmati makananya sambil mengucir rambutnya.
“Oke,” jawab
Sang Hyun yang langsung meghentikan makannya dan berdiri.
“Lalu, apa kita
menghentikan liburan kita sekarang?” tanya Chi Hoon sambil membuka kancing
kemejanya.
“Sepertinya kita
mulai terbiasa sekarang,” ucap Mo Yeon pada sepatu high heels-nya yang berpikir
akan mematahkan lagi tumit sepatu high heels-nya itu.
“Aku merasa akan
menulis laporan yang panjang sekali,” keluh Si Jin sambil melonggarkan tali dasinya.
Lalu mengajak semuanya untuk berangkat membantu korban gunung meletus.
THE
END
Komentar:
Akhirnya
perjuanganku selesai juga. Lega dan bahagia itulah yang kurasakan saat ini. Jujur,
ternyata tak mudah untuk merecap sebuah drama, terutama saat kegiatan nyataku lagi
full time. Membagi waktu antara mengajar, pekerjaan rumah, menonton, dan
menulis merupakan hal sulit. Salut banget buat para recaper yang selama ini
bisa meluangkan waktunya untuk menulis.
Jadi, ini adalah
sisnopsis drama-ku yang pertama kutulis sampai tuntas. Sebelumnya, aku sudah menulis
drama “She Was Pretty” yang sampai sekarang masih utang 2 episode lagi. Alhamdulillah ya… ayo potong tumpeng-nya!!
Merayakan keberhasilanku.
Menurutku,
sepanjang sejarah aku menonton drama, drama DOTS ini-lah yang hampir mendekati
kesempurnaan. Apa karena drama ini ditayangkan setelah menyelesaikan semua
syutingnya? Mungkin ya? jadi para Tim DOTS mempunyai waktu banyak untuk
memberikan yang terbaik kepada penonton.
Mungkin saat ini aku masih menulis seputar DOTS atau Song Joong Ki. Soalnya aku masih ter-DOTS dan ter-Song Joong Ki.
Terima kasih buat semua kru dan pemain Descendants of The Sun, yang telah menyajikan drama terbaik untuk kami-kami K-dramalovers. Sampai jumpa di drama selanjutnya. *hiks... enggak rela!! enggak mau!!!
engggak mau berpisah :(
Tidak ada komentar:
Posting Komentar