Mo Yeon tak percaya melihat Si
Jin yang berjalan menujunya. Ia pun berlari ke arah Si Jin, tapi ia malah
terjatuh. Si Jin berlari, membantu Mo Yeon untuk berdiri, lalu menyapanya sudah
lama tak berjumpa. Mo Yeon masih tak percaya Si Jin masih hidup.
Si Jin mengaku ia sempat
kesulitan menjaga janjinya untuk tetap selamat. Lalu memeluk Mo Yeon. Mo Yeon
berulang kali bertanya “Kau masih hidup”. Dengan air mata mengalir, Si Jin
meminta maaf karena membuat Mo Yeon menderita.
Tiba-tiba Mo Yeon melepaskan
pelukannya, sambil mengumpat kesal tak akan memaafkan Si Jin begitu saja. Lalu
berjalan menjauh dari Si Jin dan berjongkok sambil menangis. Si Jin hanya bisa
dia melihat Mo Yeon menangis.
Beberapa saat kemudian, Mo Yeon
memukul-mukul dada Si Jin mengungkapkan perasaanya, kalau setiap detiknya ia
merindukan Si Jin. Setelah itu, berbalik badan
mengatakan ia tidak membutuhkan Si Jin. Ia akan hidup sendiri dan
menjadi biarawan.
Tapi kemudian, ia memeluk Si Jin sambil menangis mengatakan
“Aku mencintaimu.” Si Jin hanya bisa memeluk Mo Yeon dengan erat, menenangkan
Mo Yeon tanpa bisa berkata apa pun.
Kim Bum sedang makan ramen,
terpesona melihat salju turun di Urk. Myeong Ju pun berbalik melihat salju itu.
Ki Bum memberitahu kalau salju turun tiap 100 tahun sekali di Urk. Myeong Ju
keluar menatap langit, lalu mengulurkan tangan menampung salju di tangannya.
Hari itu Myeong Ju
berkata, “Untuk pertama kalinya dalam 100 tahun, salju akhirnya turun. Dan dia
juga berkata, “Dia datang di tengah turunnya salju.”
Dae Young tiba-tiba muncul di
tengah-tengah turunnya salju dengan keadaan yang kumal dan tangan cedera. Myeong
Ju terpaku melihat Dae Young yang selama ini dianggap meninggal, sedang
berjalan mendekatinya. Keduanya saling menantap. Airmata Dae Young mengalir di
pipinya.
“Jawabanku ini mungkin sangat
terlambat. Aku tak akan melepaskanmu. Bahkan jika aku harus mati, aku tak akan
pernah melepaskanmu,” ucap Dae Young.
Myeong Ju memukul dada Dae Young
sambil menangis. Dae Young mencium Myeong Ju untuk menghentikannya, tapi Myeong
Ju melepaskan dan kembali memukul Dae Young. Dae Young kemblai mencium Myeong
Ju, kali ini Myeong Ju tak melepaskannya.
Kim Bum berjalan di dalam ruang
tidur tentara junior, seperti layaknya komandan yang memimpin, mengatakan,
“Ingat, prajurit yang tak bisa melindungi dirinya sendiri, maka tak akan bisa
melindungi bangsanya juga. Kalian harus mengingat satu hal dalam melaksanakan
misi. Apa itu?”
“Jangan mati dan jangan
terluka.”jawab tentara junior dengan serentak.
“Bagus, kalian memiliki waktu 5
menit untuk mengenakan perlengkapan musim dingin,”ucap Kim Bum. Semuanya pun
mengerti dan langsung bergegas mengganti baju.
Dae Young berjalan masuk sambil
memberikan senyuman pada Kim Bum. Kim Bum tak bisa menahan tangis saat Dae
Young mendekatinya. Dae Young menarik kepala Kim Bum agar bersadar di bahunya,
tangis Ki Bum benar-benar pecah.
“Hei, apa wakil platoon bisa
menangis di depan pasukannya begini?” goda Dae Young. Kim Bum mengankat
wajahnya meski masih menangis.
“Bagaimana dengan ujian GED-mu?”
tanya Dae Young. Kim Bum tertunduk menangis dan menjawab ia berhasil lulus dan
sudah mendapat ijazah.
Di dapur, Myeong memakaikan
kalung tentara milik Dae Young, lalu mengoleskan form untuk mencukur jengot dan
kumisnya.
“Aku tak akan mati lagi. Aku tak
akan pernah lagi melakukan kesalahan yang sama,” ucap Dae Young janji.
Myeong Ju tak percaya tapi ia
memohon untuk jangan mati, karena salju turun setelah 100 tahun dan Dae Young
kembali. “Aku mengucapkan satu-satunya
keinginanku, dan keinginanku itu hanyalah kau,” ucap Myeong Ju.
Dae Young memegang tangan Myeong
Ju, mengangguk mengerti. Lalu Myeong Ju ingin tahu bagaimana Dae Young bisa ada
di sini dan bagaimana dengan Si Jin.
“Saat kami pergi melapor ke
markas bahwa kami masih hidup, mereka memberitahuku. Kami meninggalkan markas
dan aku langsung menuju ke sini, lalu kapten pergi ke Albania,” jelas Dae
Young.
“Apa yang terjadi pada kalian?
Kau dan juga Si Jin-sunbae kalian tewas dalam serangan bom dan mayat kalian tak
ditemukan,” ucap Myeong Ju penasaran.
Dae Young mengambil handuk membersihkan
sisa form di wajahnya dan bercerita ada sekelompok liar datang lebih cepat
selangkah daripada serangan bom. Mereka diseret ke sebuah tempat asing, dibawa
ke ruang bawah tanah yang asing selama 150 atau 155 hari.
Flash
Back
Si Jin dan Dae Young dikurung
dengan keadaan yang babak belur. Beberapa orang datang dengan senjata laras
panjang dan menggunakan masker wajah. “Bunuh mereka, kita harus cepat pergi,”
ucap dua orang di depan penjara.
Tiba-tiba terdengar tembakan yang
membuat keduanya mati, seseorang dibelakang keduanya mengambil kunci dan
membuka maskernya. Ternyata orang itu adalah tentara Korea Utara Ahn Jung Joon.
Saat di hotel Jung Joon berjanji
akan membalas utang cookie di kehidupan selanjutnya. Ia membalasnya dengan cara
membebaskan keduanya dari penjara dan berharap keduanya selalu beruntung.
Si Jin berbaring dengan tangan
digips, bercerita kalau temanya yang membantunya, teman yang sangat jauh. Mo
Yeon duduk di sampingnya sambil mengatakan, “Aku sudah mengobatimu. Bagaimana
bisa wajahmu hancur begini? Padahal aku lah yang mau merusaknya sendiri.”
“Untunglah pacarku seorang adalah
dokter. Karena pacarku lah yang merawatku, jadi aku tak perlu khawatir,” goda
Si Jin sambil bangun untuk duduk.
“Aku sangat merindukan
leluconmu.” Ucap Mo Yeon mengaku, lalu memeluk Si Jin dengan erat dan memujinya
yang sudah bekerja keras.
Si Jin menjerit kesakitan karena
jarum infusnya tersenggol Mo Yeon. Mo Yeon langsung melepaskan pelukannya,
“Jarumnya ya? maaf,”
“Untuk apa kau minta maaf? Aku
lah yang harus meminta maaf,” ucap Si Jin tersenyum.
Mo Yeon menatap Si Jin yang
terlihat melamun. Si Jin mengingat sebelumnya dirinya pernah disandera dengan
tangan diikat, pihak penyabdera ingin tahu kode radio US. Lalu pinggangya yang
terkena pisau saat berkelahi dengan tentara Korea Utara, terkena tembakan Argus
saat menyelematkan Mo Yeon, nyawanya hampir melayang saat mengejar orang-orang
yang menyandera Jung Joon. Dan terakhir nyawanya hampir melayang lagi, saat
tertembak musuh dan membuatnya setahun tak bisa menemui Mo Yeon.
“Aku tak akan mengulanginya
lagi,” ucap Si Jin berjanji.
“Wah, sepertinya aku selalu saja
percaya padamu,” sahut Mo Yeon.
“Sejak tadi aku penasaran. Itu
benda apa?” tanya Si Jin menujuk beberapa tumpukan buah-buahan dan wine di
sudut tenda.
“Itu makanan untuk kematianmu.
Hari ini adalah peringatan untuk hari kematianmu. Aku ini pacar yang baik.
Bahkan menyiapkan…” kata Mo Yeon terputus.
“Apakah kau ini manusia?” tanya
Mo Yeon. Si Jin tak mengerti apa maksud Mo Yeon.
Pria bule datang untuk
mengembalikan pisau bedah. Lalu Mo Yeon bertanya, apakah pria itu bisa melihat
Si Jin. Pria itu mengangguk dan memuji pacar Mo Yeon itu tampan. Mo Yeon
mengucapkan bersyukur karena ia merasa seperti melihat roh. Pria bule itu pergi
meninggalkan tenda.
“Aku merasa mati dua kali
sekarang. apa si dokter ini menganggapku roh gentayangan? Apa kau percaya
tahayul,” keluh Si Jin kesal.
“Salahmu sendiri yang mucul pada
peringatan kematianmu.” Sahut Mo Yeon, lalu menyuruh Si Jin yang berwujud roh
atau tidak untuk memakan buahnya dan wine.
“Kau ternyata menyiapkan banyak
hal meski sedang di luarg negeri,” ucap
Si Jin yang langsung memakan apel.
Ponsel Mo Yeon berdering. Mo Yeon
duduk sambil menerima video call dari teman-temannya. Ji Soo memarahinya yang
lama sekali mengangkat telepon dan membuat khawatir. Mo Yeon meminta maaf
karena ia sibuk sekali. Ji Soo mengumpat, “Sibuk apanya?”
Chi Hoon berteriak gembira
memanggil seniornya, begitu juga dengan yang lainnya. Mo Yeon tersenyum, lalu
menanyakan kenapa harus video call. Ia merasa seperti artis saja. Ji Soo
meminta Mo Yeon untuk mencari angel yang lain agar bisa melihat wajah Mo Yeon. Mo
Yeon pun menggeser kamera ponselnya. Semuanya pada terdiam melihat bayangan
seseorang di belakang Mo Yeon, sedang memakan buah untuk upacara kematian.
“Bukan hanya aku yang melihat
roh-nya, kan?” tanya Chi Hoon tak percaya.
“Aku juga melihatnya,” sahut Min
Jin.
“Kau baik-baik saja? Kau tak
melihatnya?” tanya Ji Soo yang khawatir. Mo Yeon kebingungan apa maksud
teman-temannya sambil melihat ke belakang, dan Si Jin sedang membuka botol
anggur.
“Hari ini adalah hari peringatan
kematian Kapten Yoo, kan?” tanya Ja Ae memastikannya.
“Kalau begitu yang di meja
peringatan itu, dan yang…” ucap Chi Hoon yang mulai mengerti. Mo Yeon menahan
tawa melihat teman-temannya shock.
“Ya, benar. Dia datang untuk
memakan makanannya.” Sahut Sang Hyun yang langsung pingsan. Semua menjerit
ketakutan dan smart phone terlepas dari tangan Ji Soo. Mo Yeon tertawa melihat
semua temannya ketakutan.
“Sekarang aku merasa sudah mati
tiga kali. Menyenangkan ya?” keluh Si Jin kesal.
“Memangnya kau tak mau menakuti
mereka? Tapi tim-ku itu lucu sekali kan?” tanya Mo Yeon balik. Ponsel
Mo Yeon
berdering dan yakin kalau teman-temannya pasti sudah lebih tenang sekarang.
“Sunbae, dengarkan aku baik-baik
sekarang. Tolong jangan tanya apa alasannya,” ucap Chi Hoon. Mo Yeon tanya
kenapa.
“Aku sangat mencintaimu dan
merindukanmu. Tolong lapangkan hatimu agar dia tak perlu bergentayangan lagi di
dunia ini,” ucap Chi Hoon sambil menahan tangisnya bersama yang lainnya. Mo
Yeon menahan tawanya.
“Meskipun kau tak bisa percaya,
tapi Kapten Yoo sudah tenang di sana. Tolong biarkan dia untuk hidup di
dunianya sendiri,” ucap Chi Hoon lagi.
Mo Yeon tertawa sambil
mendekatkan video call ke arah Si Jin yang sedang asyik menikmati makanannya.
“Gila, mereka memintamu untuk hidup
tenang di sana,” ucap Mo Yeon.
“Aku bisa marah jika kalian
mengusirku dengan cepat begini. Apa kabar semuanya?” ucap Si Jin melambaikan
tangan ke kamera, semuanya menjerit kaget sampai merinding.
“Nah, kapten Yoo sekarang ada di
sini. Jadi, kalian pasti tahu kan betapa bahagianya aku malam ini? aku akan
menceritakannya saat aku pulang nanti. Tak usah mengangguku lagi,” ujar Mo
Yeon, lalu menutup ponselnya.
Semuanya langsung menjerit tak
percaya itu adalah Si Jin bukan hantu. Sang Hyun yang tadinya terbangun
akhirnya pingsan lagi.
Dae Young dan Si Jin disambut
dengan tepukan tangan dari semua tentara di markas seoul. Si Jin mau melakukan
laporan, tapi Letnan Yoon langsung memeluk keduanya dan mengucapkan terimakasih
sudah kembali dengan selamat.
Letnan lain juga memberikan
jabatan tangan pada keduanya. Byung Soo maju ke depan mengakui sangat kesal
mengingat sikap kurang ajr kalian sambil menahan tangisnya. Dengan memejamkan
mata, Byung Soo merasa bangga akhirnya ia mendapat promosi menjadi kolonel.
Namun beberapa tentara kembali
masuk ke dalam markas, Si Jin dan Dae Young menghampiri Woo Geum dkk yang
berteriak bahagia melihat keduanya kembali. Mereka saling berpelukan dan
berputar-putar. Byung Soo masih menutup matanya dan merasa bangga bisa masuk
koran. Menurutnya keduanya adalah pasukan yang… lalu tersadar ia sedang bicara
sendiri.
“Yoo Si Jin dan Seo Dae Young
diperintahkan menulis laporan dan laporan itu harus setebal kitab suci.” Ucap
Byung Soo memberikan hukuman karena kesal ditinggali sendiri. Woo Geum dkk
melepaskan pelukan dan pergi, tak mau ikutan terkena hukuman.
Si Jin meraba bagian pinggir
kertas, Dae Young pun bertanya heran melihat tingkah kaptennya.
“Aku lebih takut pada A4 daripada
C4. Lihatlah sudut tajam ini. Jika sudut ini mengirismu, pasti akan sangat
sakit.” ucap Si Jin.
Dae Young malah bercerita tentang
kelompok liar yang punya tato Spetsnaz (spetsnaz: mantan pasukan soviet) di
pergelangan tangan. Menurut Si Jin
mereka ahli dalam bersenjata.
“Tapi tidak keren jadinya jika
kita menulis bahwa kita dipukuli terus. Jadi kita tulis saja laporan bahwa
seminggu sekali kita melakukan serangan balasan. Dan kita berusaha melarikan
diri tiap sebulan sekali. Kita coba tulis begitu saja.” Ucap Si Jin.
“Jadi maksudmu, dua kali sebulan,
kan? Lagipula mereka tak akan pergi untuk mengkonfirmasi laporan kita,” ucap
Dae Young yang mendukung ide Si Jin.
“Melihat situasi kita, mereka
pasti akan percaya, tapi masalahnya kita haarus menulis laporan yang seimbang,
antara realita dan drama. Bagaimana jika kita mengikuti prosedur Rambo?”
“Tapi, prosedur itu terjadi saat
perang Vietnam dan senjatanya tak cocok. Kita lebih baik menggunakan Bourne
saja karena Letnan Yoon menyukai Matt Damon,” ucap Dae Young.
Si Jin merasa ide itu sempurna,
lalu pamit pergi. Dae Young pun bertanya ke mana Si Jin mau ke mana. Si Jin
menyuruh Dae Young yang menulisnya karena jika mereka berdua yang menulis,
mungkin saja aka nada cerita yang tak sesuai satu sama lain.
Dae Young tak mengerti kenapa ia
yang harus menulisnya. Si Jin beralasan Letnan Yoon ada di Urk, jadi Dae Young
pasti lebih semangat menulisnya. Dae Young hanya bisa melongo menatap kepergian
Si Jin. *wah… Si Jin memang Raja-nya modus ya?
Dan ternyata Kapten kita malah sibuk
kencan sama Mo Yeon di kafe tempat Mo Yeon memutuskannya. Si Jin terkejut
mendengar Mo Yeon mengatakan mungkin hal itu akan terulang lagi. Si Jin mengaku
ia sedikit trauma dengan hal itu.
“Aku serius. Karena itulah kita
ke sini. Sekarang dan juga nanti, kau akan tetap pergi ke ‘Mall’ kan? Apa kau
melakukanya karena kau ini seorang pahlawan?,” tanya Mo Yeon.
“Jika menjadi pahlawan dan harus
mati, sepertinya tentara tak akan suka. Iyakan? Kami hanya melindungi
perdamaian dan tempat yang harus dilindungi,” jelas Si Jin.
“Sepertinya kau akan terus
melakukan tugas itu meski aku keberatan.” Ucap Mo Yeon.
“Apa kau keberatan?” tanya Si
Jin.
“Apa menurutmu tidak? Mungkin
suatu hari kau tak akan mungkin bisa kembali lagi, tapi jangan khawatir. Aku
tak akan keberatan. Percuma saja aku melarangmu. Bahkan jika kau mengungkapkan
rasa penyesalan padaku, kau akan tetap pergi. Dan aku akan tetap mendukungmu
meskipun aku tak menyukainya. Maka jika begitu, aku juga akan memilih untuk
menjaga perdamaian. Dan tentu saja, persetujuanku ini adalah perdamaian khusus
untukmu.” Ujar Mo Yeon.
Si Jin mengucapkan terima kasih
dan permintaan maaf, karena yang bisa dikatakan hanya kata ‘maaf’. Mo Yeon
mengajak Si Jin memancing besok karena ia tak akan memutuskan Si Jin sebagai
terapi emosi.
“Dan jangan kaget melihat bakatku
besok. Dan tak usah sedih karena aku akan membuatmu tersenyum. Kau harus
bersyukur punya pacar sepertiku.” Ucap Mo Yeon percaya diri.
Duduk di pinggir danau, Si Jin
merasa melihat pemandangan yang indah, membuatnya hatinya damai dan mulai
sembuh sekarang. Mo Yeon tak mempedulikan ucapan Si Jin. Ia malah meminum air
botolnya dengan kesal, sudah 2 jam tapi tak berhasil memancing satu pun ikan,
lalu meremas botol minumnya dengan memberikan lirikan sinis pada Si Jin.
“Emm… apa kau mau memberiku
trauma yang baru agar trauma lamaku itu menghilang?” tanya Si Jin. Mo Yeon
mengaku ia stress jika begini terus sambil mencari sesuatu dari ponsel jam
tangannya.
“Arboretum ada di dekat sini. Perubahan
rencana. Kita bisa pergi menghirup udara segar saja,” usul Mo Yeon.
“Apa kau tahu, berapa total
kilometer yang sudah kulewati dalam setahun itu?” keluh Si Jin.
“Oh, biaranya juga ada . bagaiamana jika kita ke biara saja,” usul Mo
Yeon lagi.
“Apa kau tahu berapa bulan aku terjebak dengan sekumpulan pria?” keluh Si
Jin lagi.
“Lalu, kau mau apa?” tanya Mo Yeon kesal.
“Kegiatan yang tradisional. Cuaca yang dingin dan pancing yang tak
kunjung digigit ikan. Apa kau tak ingin berlama-lama lagi?” ucap Si Jin. “
Ataukah bermain, ‘Hanya satu kamar’?” usul Si Jin sambil menunjuk ke arah
tenda.
Mo Yeon tersenyum, memperingati Si Jin untuk jangan melewati garis. Si
Jin malah menanyakan, apa artinya mereka bisa sekamar. Mo Yeon menjawab itu
tentu saja. Si Jin mengingatkan bukannya Mo Yeon pernah bilang tak mau
seranjang dengan pria. Mo Yeon malah menggoda, kalau itu bukan dirinya, tapi
wanita yang muda setahun darinya.
Si Jin tersenyum menepuk bahu Mo Yeon, mengatakan ia tak suka wanita muda
itu. Tiba-tiba kailnya dimakan ikan, Mo Yeon langsung berdiri. Si Jin menahan
tangan Mo Yeon untuk menyelesaikan diskusinya, sambil menanyakan Mo Yeon
memilih dirinya atau ikan bakar itu. Mo Yeon melepaskan tangannya, memilih
untuk mengurus ikannya.
Mo Yeon memakai sarung tangan, sambil mengejek Si Jin, yang seorang
tentara tapi tak berani memegang ikan yang masih hidup.
“Aku akan menepati janjiku untuk tak mati dan terluka, tapi aku sungguh
tak bisa menyentuh ikannya,” ucap Si Jin ketakutan.
Mo Yeon tersenyum, melihat sikap Si Jin yang imut dan bisa memaafkannya.
Mo Yeon meminta pisau bedah untuk ‘membedah’ ikannya. Si Jin pun memberikan
pisaunya. Si Jin yang melihat Mo Yeon yang berani memotong ikan hidup-hidup
mengatai Mo Yeon wanita tak berperasaan.
Di dalam tenda, Mo Yeon asyik melihat gambar hotel-hotel di ponselnya. Si
Jin berkomentar hotel itu bagus dengan kasur yang besar dan nyaman. Mo Yeon
mengatai Si Jin bodoh karena kasur yang kecil yang bagus. Dengan nada marah, Si
Jin bertanya siapa bajingan yang memberitahu hal seperti itu.
“Pria brengsek yang bernama Yoo Si Jin. Aku hidup seperti ini saat pria
itu tidak ada. Apa aku harus menaruh batu ini di sana ataukah membawanya? Apa
harusnya aku bisa melupakan semuannya. Saat aku bisa melupakan semuanya, aku
harus melempar batu ini. Aku pernah memesan tiket dan juga hotel, tapi aku
membatalkannya. Bahkan aku pernah meminta cuti tapi aku membatalkannya juga,”
jelas Mo Yeon.
“Ya, pria bernama Yoo Si Jin ini memang brengsek.” Akui Si Jin karena
membuat Mo Yeon galau selama setahun.
“Apa menurutmu kita bisa kembali ke sana?” tanya Mo Yeon.
“Kau mau ke sana bersama siapa?” tanya balik Si Jin.
Mo Yeon menjawab, tentu saja dengan Si Jin. Si Jin tersenyum mendengarkan
dan bertanya lagi, kapan mereka akan pergi. Mo Yeon pun tak tahu dan lihat saja
nanti, serta memperingati Si Jin tak usah berjanji karena mereka akan melihat
situasinya saja. Si Jin setuju dan menganggapnya sebagai hukumannya.
“Kau harus setuju saat aku mengatakan ‘sekarang’, meskipun kau sedang sibuk,
jadi selalu sediakan passport-mu.” Ucap Mo Yeon.
Si Jin mengangguk setuju, lalu bergeser mendekati Mo Yeon, menanyakan
garisnya di mana yang tak boleh dilewati, supaya tahu untuk tak melewatinya. Mo
Yeon heran Si Jin tak mengetahuinya. Si Jin sengaja menyadarkan kepalanya di
pundak Mo Yeon karena ia merasa kedinginan dan ingin mencari kehangatan. “Kau
ini bodoh sekali sih. Tatapanku dan juga usahamu,” goda Mo Yeon.
Si Jin tersenyum dan ingin mencium Mo Yeon. Mo Yeon memalingkan kepalanya
dan berkata, “Tidak sekarang.”
Kepala Si Jin pun terjatuh sambil berteriak kesal, “Kau ini jual mahal
sekali, sih.” Mo Yeon mengusap-ngusap
rambut Si Jin sambil tersenyum dan melihat layar ponselnya.
Dae Young masih berkutat di depan computer membuat laporannya. Myeong Ju
menelepon, menanyakan apa laporannya sudah selesai. “Aku merasa sudah menjadi
seorang penulis sekarang,” ucap Dae Young.
Myeong Ju bertanya apakah Dae Young tahu cara mengaktifkan font Korea.
Dae Young menyahut apa ia sebodoh itu. Myeong Ju mengaku ia memikirkan Dae
Young sebagai seorang pria sejati. Dae Young bertanya, apa Myeong Ju tak sibuk
dan ia merasa senang bisa mendengar suaranya.
Myeong Ju bercerita, tiap terbangun ia selalu bertanya pada Ki Bum,
apakah ini mimpi. Tapi akhirnya Ki Bum yang duluan datang padanya dan berkata
‘Sersan Se bukanlah mimpi’. meski ia sudah tahu, tapi ia ingin selalu
memastikannya dan merasa tenang mendengar suaramu.
“Kau bisa meneleponku kapan saja. Bahkan saat aku sedang tidur. Tapi,
sepertinya besok aku tak bisa mengangkatnya karena kedatangan VIP.” Ucap Dae
Young. Myeong ingin tahu siapa tamu VIP.
Si Jin mengunakan earphone-nya, bertanya apakah VIP sudah tiba. Chul Hoo
dengan senapan laras panjangnya melapor, mobilnya sudah mendekat. Woo Geum juga
melaporkan, tak ada gerakan yang aneh. Si Jin menerima laporan dan meminta
semuanya jangan sampai gegabah karena ia akan mengurus kursi VIP.
Dae Young juga ikut melapor kalau harus standbye di lokasi dan bersama
Snoopy bertugas di pintu keluar VIP. Lalu
menyuruh Snoopy membuka pintu mobil. Dan ternyata VIP itu adalah gilr band Red
Velvet yang keluar dari mobil. Si Jin mengumpat kalau mereka pria licik yang
bergerak cepat.
Semua tentara berteriak bahagia menyambut Red Velvet yang sudah berdiri
di atas panggung. Red Velvet pun menyapa semuanya dengan memberikan tanda
hormat. Dae Young dan Si Jin berjalan ke depan panggung membalas hormat.
Red Velvet mulai menari sambil bernyanyi. Dae Young pun mengikuti gerakan
Red Velvet dengan penuh semangat. Sampai-sampai Si Jin menolak-nolak Dae Young,
mungkin mau berkata “ Hei, hentikan itu! Kamu malu-maluin aja tau.” Tapi Dae
Young-nya malah terus menari. Si Jin pun kesal, memberikan balon pada Dae Young, berharap temannya itu
berhenti menari. Tapi tetap saja Dae Young masih asyik menarik. Si Jin tak bisa
lagi menahan dirinya, akhirnya ia mengangkat papan nama-nya yang bertulis “Red
Velvet, tak hanya sekadar malaikat” dan mulai mengoyangkan pinggulnya.
Semua tentara ikut menyanyi, Si Jin tak melewatkan kesempatan itu untuk
selfie bersama Dae Young, dengan latar belakang Red Velvet. Keduanya tertawa
bahagia. Byung Soo yang kaku juga ikut mengoyangkan badannya menyaksikan
pertunjukan Red Velvet.
Chi Hoon sedang menonton video Red Velvet itu dari tab-nya, ia langsung menjerit
dan menutup mulutnya. Sang Hyun dan Min Ji pun penasaran, dan melihat video
itu. Min Jin langsung berlari ke meja Mo Yeon menunjukan video itu. Mo Yeon
melihat Si Jin mengangkat papan sambil berteriak, “Kami mencintaimu, Kang Seul
Gi. Selama-lamanya”
Min Jin tahu tanggal konsernya 23 dan itu sama dengan hari keberangkatan
Kapten Yoo. Menurut Ja Ae ini adalah misi yang hebat. Sang Hyun sependapat, ini
sama saja misi untuk menjaga perdamaian. Mo Yeon menegaskan itu bukan Kapten
Yoo sambil meremas botol minumannya.
Di ruang make up, Mo Yeon masih tampak kesal melihat kalung pemberian Si Jin.
Mo Yeon pun merencanakan aksi balas dendam dengan meminta pembawa acara
membahas tentang pacarnya dalam talk show. Saat acara “Sehat bersama Kang Mo
Yeon” dimulai, pembawa acara pun mengajukan pertanyaan, “Apakah anda sudah
punya pacar?”
Mo Yeon tersipu malu karena merasa begitu tiba-tiba ditanya seperti itu.
“Pasti akan menyenangkan memiliki pacar, bisa diajak untuk berolahraga. Tapi
sayangnya aku tak punya karena aku sangat sibuk,” jawab Mo Yeon dengan senyuman
menatap ke arah kamera.
Di rumah Mo Yeon, Si Jin merasa kesal dan memberitahu kalau ia sudah
melihat acara Mo Yeo tadi. “Ah, jadi kau tak punya pacar karena kau sibuk, ya?
Lalu aku ini siapa? Ah, teman dekat, hanya teman tentara.” sindir Si Jin.
“Pacarku juga berteriak seperti anak ABG yang tak punya pacar. Aku juga
melihat acara itu, teriakanmu sungguh membahana,” ucap Mo Yeon tak mau kalah.
Sementara di Urk, Myeong Ju juga membahas hal yang sama dengan Dae Young.
“Wah, aku tak tahu kau ini dancer yang hebat,” ucap Myeong Ju kesal.
“Kau salah paham. Mungkin editor-nya yang salah mengedit video-nya,” ucap
Dae Young beralibi.
“Oh, salah editor-nya, ya?” sahut Mo Yeon.
“Benar sekali, Bu. Aku hanya berteriak menyemangati Komandan Batalion,
tapi editor-nya salah memasukan video-nya.” Ucap Si Jin yang juga
mengkambinghitamkan editor.
“Hmmm... Jadi, kau berteriak seperti anak ABG pada Komandanmu, ya?
Komandanmu ternyata mempunyai kulit yang mulus, ya?” tanya Mo Yeon menyindir.
“Komandan memang biasanya mempunyai kulit yang mulus,” jawab Dae Young,
membuat Myeong Ju tak bisa lagi menahan emosinya. Ia memukul meja lalu berdiri
dari kursi. “Kubunuh kau nanti! Apa kau segitu sukanya dengan Red Velvet?”
teriak Myeong ju.
“Ingatlah, aku tak akan pernah melepaskanmu.” Ucap Dae Young. Myeong Ju tak
ingin dirayu karena ia sudah melihat semuanya. Lalu mengancam akan menyusun
rencana pembunuhan Seo Dae Young. Dae Young yang mendengarnya hanya bisa
menjatuhkan kepalanya di atas keyboard.
Si Jin merasa sikap Mo Yeon itu berlebihan, karena ia tidak membunuh
seseorang. Itulah yang bisa diucapkan anak ABG, tapi dirinya itu berbeda. Ia
akan mencoba yang terbaik. Mo Yeon mepersilahkan Si Jin menunjukan usaha
terbaiknya sebagai seorang Kapten.
“Ini semua karena kesalahanku. Red Velvet tidak lah bersalah,” ucap Si
Jin tersenyum. Mo Yeon pun kesal merasa Si Jin mau mati hari ini dan memukulnya
dengan bantal. Si Jin berusaha menghindar meminta Mo Yeon untuk bersabar.
Si Jin mengaku ia bukan lagi Kapten. Mo Yeon pun panik apa Si Jin
dipecat. Si Jin mengatakan bukan begitu, ia akan naik jabatan. Mo Yeon pun
langsung terlihat tersenyum bahagia, membuat Si Jin bertanya, “Kenapa kau
senang sekali, Dr. Kang?”
“Itu artinya gajimu akan naik kan?” tanya Mo Yeon dengan senyuman.
“Kenapa kau sesenang itu, Dr. Kang? Lalu kenapa matamu jadi berbinar
seperti itu?” tanya Si Jin kembali.
“Tatapanku dan juga usahamu,” ucap Mo Yeon dengan senyuman sambil
mengedipkan matanya. Si Jin tersenyum melihat sikap Mo Yeon yang cepat sekali
berubahnya.
Bersambung ke
part 2…
Komentar:
Maafkan saya reader yang sangat terlambat melanjutkan sinopsis ini,
maklum lah saya masih terserang syondrom Song Joong Ki sampai sekarang ini, dan
ditambah rasanya saya tak mau berpisah dengan drama ini. Mungkin ini adalah
sinopsis saya yang terpanjang, itu karena saya ingin menuliskannya dengan cara
detail. Banyak moment-moment yang sayang untuk tidak dituliskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar