Si Jin sedang
mendengar musik dari earphone-nya sambil tersenyum manis. Mo Yeon datang
menghampirinya. Si Jin bercanda, kalau dirinya terlihat seperti lukisan yang
indah sekarang. Mo Yeon membenarkan, malah setiap hari Si Jin terlihat indah.
Mo Yeon memberitahukan prosedur keluar dari rumah sakit sudah selesai, dan kali
ini ia akan menjadi pacar, bukan dokter Si Jin. Si Jin merasa senang dan
bersemangat.
Mo Yeon
keluar dari gedung rumah sakit sambil mendorong kursi roda Si Jin. Ia mengomentari
awan di Urk yang lebih cantik daripada di Korea. “Kau ingin kembali ke sana?
Hanya kita berdua?” tanya Si Jin.
“Berdua?”
tanya Mo Yeon, kaget.
“Kenapa?
memangnya kau mau pergi pria sama yang mana lagi?” Si Jin malah bertanya balik.
Mo Yeon bercanda, mengatakan itu mungkin saja sih. Si Jin pura-pura kesal
mendengarnya.
Lalu Mo Yeon
ingin tahu lagu apa yang didengar Si Jin. Si Jin memberikan earphone-nya sambil
mengatakan ia mendengarkan lagu kesukaannya.
Mo Yeon pun
mendengarkan dengan serius. Ternyata lagu kesukaan Si Jin adalah rekaman
pengakuannya saat dulu mobilnya menggantung di tebing.
Mo Yeon kesal
dan tidak sengaja melepaskan pegangan tangannya dari kursi roda Si Jin. Si Jin pun
meluncur bebas ke bawah, karena mereka berada di tempat yang miring . Mo Yeon
berlari, berusaha menangkap kursi roda.
Tapi laju
kursi roda lebih cepat dari laju lari Mo Yeon. Akhirnya, kursi roda Si Jin membentur
pinggiran jalan dan Si Jin tersungkur ke jalan.
Mo Yeon panik
dan mengkhawatirkan kursi rodanya yang mahal. Si Jin menggerutu karena Mo Yeon
malah mengkhawatirkan kursi roda, bukan dirinya. Padahal 10 menit yang lalu, ia
hampir saja mati. Si Jin melarang Mo Yeon naik transportasi umum karena
khawatir akan membahayakan orang lain.
Dae Young dan
Myeong Ju makan siang bersama. Myeong Ju memakan semuanya dengan lahap. Ia
menyuruh Dae Young mengatakan apa yang ingin Dae Young katakan karena ia akan
langsung pergi setelah makannya selesai dan ia sudah hampir selesai.
Dae Young
menatap Myeong Ju mengatakan, tidak ada yang ingin ia katakan. “Kalau begitu
kenapa kau memintaku makan siang bersama?” tanya Myeong Ju kesal.
“Karena kau
terlihat terlalu kurus.” sahut Dae Young.
Myeong Ju
mengaku sedikit stress dan apa pedulinya Dae Young karena mereka sudah putus
atau hanya break sementara saja. Lalu
bertanya, apa kita sedang berunding ingin memutuskan hubungan ataukah kita
sudah putus sekarang?
Dae Young
mengatakan ia mencoba untuk mengerti Myeong Ju. Menurut Myeong Ju itu artinya
Dae Young masih belum mengerti. Dae Young memohon untuk bisa membuatnya
mengerti. Myeong Ju menyimpulkan setelah Dae Young berhenti jadi tentara akan
bekerja di perusahaan dan hidup menjadi menantu ayahnya. Dae Young membalasnya,
tapi mereka tetap bisa bersama.
Myeong Ju menyindir
sepertinya Dae Young terlihat bahagia. Dan mengatakan, ia akan meninggalkan
tentara dan tidak akan bertemu lagi dengan ayahnya, karena ayahnya dan ia
mempunyai kehidupan yang berbeda.
Dae Young
meminta Myeong Ju tidak berkata seperti itu. Myeong Ju memiliki karir dan masa
depan yang bagus di tentara. “Bahkan Jika aku menjadi ayahmu, aku akan
menentang hubungan ini.” ucap Dae Young.
“Aku memang
tahu itu. Aku sangat membencimu mengatakan itu,” ucap Myeong Ju.
“Kau pikir
aku bahagia sekarang? Kau sudah selesai makannya kan? Aku akan membayar bill-mu.”
ucap Dae Young lalu pamit pergi tanpa menunggu jawaban Myeong Ju.
Myeong Ju menahannya
dengan berpesan, lain kali Dae Young tidak perlu mentraktirnya makan. Dae Young
hanya perlu memberinya jawaban, apa mereka putus atau tidak.
Di ruang
kerjanya, Letjen Yoon melihat formulir pengunduran diri Dae Young dari tentara.
Entah apa yang sedang dipikirkan oleh ayah Myeong Ju itu.
Mo Yeon
sedang ada di rumah, Si Jin mengirimkan pesan, menanyakan Mo Yeon sedang apa.
‘Aku sedang bersiap-siap mau mandi’ balas Mo Yeon melalui pesan juga.
Sedetik
kemudian Si Jin malah meneleponnya dengan video call. Mo Yeon mengira Si Jin
merindukannya. Tapi ternyata bukan. Si Jin kecewa, ternyata Mo Yeon masih pakai
baju. Mo Yeon kesal dan mengatai Si Jin ‘mesum’. Mo Yeon mengatakan ia baru
akan membuka bajunya setelah menutup telepon dari Si Jin.
Dan baru
sebentar Mo Yeon menutup teleponnya, tiba-tiba terdengar suara bel. Mo Yeon
sangat kaget melihat Si Jin ternyata ada di depan rumahnya dan menuduh Mo Yeon
berbohong karena belum melepas bajunya.
Tentu saja Mo
Yeon kesal, apalagi Si Jin seenaknya masuk ke rumahnya. Mo Yeon menanyakan apa
Si Jin pulang dari tempat kerja lebih cepat.
Si Jin
mengatakan ia mau mengambil cuti sakit dan ingin meminta surat dokter. Mo Yeon
menyuruh Si Jin ke rumah sakit. Tapi Si Jin tidak mau, ia mau mengambil surat
langsung dari dokternya, yaitu Mo Yeon.
Mo Yeon
mengometari Si Jin yang membeli banyak bir padahal Si Jin masih sakit. Si Jin menyahut, untuk mengurangi rasa sakit. Mo
Yeon menghitung jumlah kaleng dan mengancam Si Jin tidak boleh minum sendirian
karena ia sudah menghitung jumlah kalengnya.
Mo Yeon sudah
selesai mandi dan melihat Si Jin sudah menyalakan banyak lilin. Si Jin mengatakan
agar Mo Yeon terlihat cantik dari berbagai sudut. Si Jin memuji Mo Yeon yang
sangat cantik. Mo Yeon mengatakanSi Jin baru sadar ya. Lalu ingin tahu
bagaimana Si Jin bisa mengetahui lilin kesukaannya, padahal baru sekali lihat.
“Apa
menurutmu aku datang ke sini hanya sekali?” tanya Si Jin.
“Tidak,”
sahut Mo Yeon.
“Berapa
kali?”
“Kenapa? Aku
tak penasaran.” Ucap Mo Yeon sambil
mengambil minuma kaleng. Si Jin melarangnya minum. Mo Yeon pun ingat, Si Jin
datang ke rumahnya saat mabuk beberapa hari yang lalu. Si Jin kesal dan
melarang Mo Yeon minum dengan pria lain.
“Kau mau apa?
Apa kau akan menyeretku pulang dengan helikopter?” tantang Mo Yeon.
“Kau pikir
aku tak bisa?” Si Jin balik menantang. Lalu Mo Yeon tiba-tiba teringat saat Si
Jin menyelamatkannya dari Argus, Si Jin memakai helikopter arab dan ingin tahu
kenapa Si Jin bisa membawa helikopter arab.
Si Jin tidak
berani mengaku dan berpura-pura sakit karena lengannya tadi jatuh. Mo Yeon
mengatakan jatuh bukan dari lengan itu, Si Jin pun mengatakan lengan satunya
lagi sakit. Mo Yeon meminta Si Jin jujur, ia tidak akan marah dan katakana Si
Jin tak menggunakan kartu itu. Si Jin malah menawarkannya minum. Mo Yeon marah
karena Si Jin memang menggunakan kartu itu.
“Tapi kan
hidupmu bergantung pada kartu itu,” ucap Si Jin.
“Untuk apa
aku hidup kalau tidak punya kartu itu,” balas Mo Yeon. Lalu bertanya apa tak
ada sesuatu dalam helikopter itu. Si Jin malas menjawab pertanyaan Mo Yeon dan
ingin mengambil air di kulkas. Mo Yeon menyuruh Si Jin berhenti dan menutup
pintu kulkas.
“kenapa kau
bisa menukar 2 kartu hanya untuk kendaraan? Itu kan bukan kartu transportasi.
Bagaimana dengan impian bisnisku?” Si Jin tidak mau menjawab dan memilih pergi
lalu kembali untuk mencubit pipi Mo Yeon yang terlihat kesal sekali.
Ki Bum akan
mengikuti ujian kualifikasi (GED). Di depan gerbang sudah ada tim alpha
menyambut Ki Bum. Mereka membawa hadiah berupa makanan untuk menyemangati Ki
Bum. Dae Young berpesan untuk memilih C jika ragu.
Ki Bum
mengatakan ia adalah seorang tentara dan ujian GED tidak akan menjadi masalah
baginya. Ki Bum berjanji akan kembali dengan membawa kemenangan.
Setelah Ki
Bum masuk, Sersan Im merasa mereka jadi pusat perhatian orang. Ia, Dae Young
dan yang lainnya langsung menaikkan kerah jaket mereka. Si Jin protes dan
memperbaiki kerah jaket mereka karena kalau mereka naikkan, mereka akan semakin
mirip dengan tentara.
Tiba-tiba
mereka semua serentak mendapatkan telepon, kecuali Dae Young. Ternyata mulai
bertugas sebagai tim Alpha untuk operasi gabungan.
Si Jin dan
yang lainnya sedang bersiap-siap. Sementara Dae Young hanya duduk diam, meski
sudah berganti dengan baju tentara. Seseorang datang, memberitahukan Dae Young
bahwa komandan ingin berbicara dengan Dae Young.
Letjen Yoon
memberitahukan Dae Young bahwa operasi mereka akan berlangsung selama tiga
bulan dan ia ingin mengirimkan Dae Young karena ia belum menemukan pengganti
Dae Young. Tetapi Dae Young juga bisa menandatangani surat permintaan keluar
dari tentara sekarang. Ia mempersilahkan Dae Young memutuskan apa yang harus dilakukannya.
“Saya akan
pergi, Pak”, jawab Dae Young. Letjen Yoon mempersilahkan Dae Young pergi. Ia
akan menahan surat itu sampai Dae Young kembali dari misi, walaupun ia tidak
tahu kapan ia bisa menemukan pengganti Dae Young. Dae Young menanyakan apa
maksud Letjen Yoon.
Letejn Yoon
meminta saat Dae Young kembali nanti, menemuinya bersama Myeong Ju dan mereka
akan minum teh bersama. Dae Young seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi Letjen
Yoon menyela, mengatakan kalau briefing akan dilakukan jam 9 malam dan ia
berharap Dae Young tidak akan terlambat.
Setelah Dae
Young pergi, Letjen Yoon mengambil surat Dae Young itu dan merobeknya.
Dae Young
duduk lama di tangga depan apartemen Myeong Ju, menunggunya pulang. Sampai
akhirnya, Dae Young pergi dari sana. Saat Myeong Ju kembali, ia melihat kalung
ID milik Dae Young tergantung di pegangan pintu apartemennya.
Mo Yeon dan
yang lainnya sedang santai. Tiba-tiba Chi Hoon kesal karena ketidaktahuannya
tentang arti ‘jardi’. Ia mengira ‘jardi’ adalah nama anak dari desa Blackey itu
tapi ternyata, menurut Daniel ‘jardi’ itu artinya ‘kambing’ dalam bahasa arab.
Chi Hoon merasa sedih karena itu artinya ia masih belum mengetahui nama anak
itu.
Lalu Mo Yeon mendapatkan
telepon dari Si Jin. Mo Yeon segera berlari keluar untuk menemui Si Jin.
Awalnya Mo Yeon mengira Si Jin datang karena urusan kencan mereka, tapi saat
melihat raut wajah Si Jin yang serius, Mo Yeon bisa menebak, Si Jin akan pergi
ke mall lagi. Si Jin mengatakan kali ini ia kan pergi agak lama, ia ingin
melihat wajah Mo Yeon sebelum pergi.
“Berapa lama?
Satu minggu? Dua minggu?” tanya Mo Yeon.
“Tiga bulan,”
jawab Si Jin.
“3 bulan? Apa
kau mau pergi ke ‘mall’ luar negeri?” tanya Mo Yeon kaget.
Si Jin
berusaha menghilangkan kekhawatiran Mo Yeon, meminta menganggapnya sedang
mengikuti wamil. Mo Yeon membalasnya, apa Si Jin memintanya menjadi gadis ABG
yang menunggu pacarnya selesai wamil. Si Jin berpesan agar Mo Yeon tidak minum
dengan pria lain.
Si Jin
melihat mata Mo Yeon mulai berkaca-kaca. Mo Yeon meminta maaf karena ia sudah
berusaha menahan untuk tidak menangis, tapi ia tidak bisa. Si Jin memeluk Mo
Yeon, meminta maaf membuat Mo Yeon menahan tangisnya dan berjanji akan pulang
dengan selamat.
Mo Yeon
melepaskan pelukan Si Jin dan bertanya apa mereka masih bisa saling
berteleponan. Si Jin mengatakan tempatnya tak mendukung jaringan internet. Tapi
Si Jin berjanji akan menghubungi Mo Yeon kapan pun ia bisa. “Kau harus
menikmati satu musim ini dengan baik. Aku pasti akan kembali, saat musim
berganti.” ucap Si Jin, kemudian pamit pergi.
“Sekarang?” tanya
Mo Yeon kaget. Mo Yeon memanggil Si Jin yang sudah mau pergi dan kemudian
mendekati dan memeluk Si Jin. Si Jin mengatakan ia akan merindukan Mo Yeon.
“Aku juga akan merindukanmu,” sahut Mo Yeon.
Mo Yeon
melihat Si Jin pergi dengan mobilnya. Saat akan masuk ke rumah sakit, Mo Yeon
teringat ucapan Argus. “Big Boss, dia
adalah orang yang pintar, lucu dan misterius. Tapi dia memiliki banyak rahasia.
Dia akan menghilang, sulit dihubungi. Dan kemudian suatu hari… Psss… dia tidak
akan pernah kembali.”
Mo Yeon terus
melamun, bahkan saat mengambil makanan di kantin. Chi Hoon memanggil Mo Yeon
berkali-kali sampai Mo Yeon akhirnya tersadar. Chi Hoon menanyakan keadaan Mo
Yeon karena sejak kemarin ia melihat Mo Yeon tidak begitu baik. Chi Hoon mengurangi
kimchi dari piring Mo Yeon yang banyak ke tempatnya.
Mo Yeon
mendapatkan pesan dari Shi Jin, mengabarkan kalau ia sudah tiba dengan selamat
dan sangat merindukan Mo Yeon. Barulah Mo Yeon bisa tersenyum.
Sejak saat
itu, Mo Yeon selalu mengirimkan pesan untuk Si Jin. Mo Yeon menceritakan
segalanya, hal-hal kecil yang ia lihat, yang ia rasakan, yang ia lakukan, serta
betapa ia merindukan Si Jin dan berharap Si Jin cepat pulang. Tapi tidak
satupun pesannya dibalas.
Mo Yeon duduk
di atas atap rumah sakit sambil makan siang. Ia mengirimkan pesan lagi untuk Si
Jin. “Kau bilang kau akan kembali saat
musim berganti. Kau di mana?”
Mo Yeon
melihat sebuah helikopter melintas. “Pasti keren jika kau kembali dengan
helikopter,” ucap Mo Yeon menahan kecewanya karena belum ada kabar dari Si Jin.
Sementara
itu, Si Jin sedang bertugas bersama tim alpha yang lain. Si Jin menyuruh
teman-temannya pergi lebih dulu dengan helikopter itu, sementara ia dan Dae
Young akan menunggu helikopter yang berikutnya. Setelah helikopter berangkat, Si
Jin melaporkan pada komandan bahwa helikopter sudah berangkat bersama tiga
warga sipil yang berhasil mereka selamatkan.
Si Jin yang
terlihat senang, menepuk punggung Dae Young, mengatakan bahwa 10 menit lagi
mereka akan pulang. Tiba-tiba Si Jin tertembak dan langsung roboh. Dae Young
kaget dan segera menarik Si Jin ke tempat yang lebih aman. Berlindung dibalik
sebuah mobil yang sudah terbalik.
Si Jin mulai
kehilangan kesadaran, sementara Dae Young berusaha menekan luka tembakan Si
Jin. Si Jin teringat sunbaenya yang juga gugur saat akan kembali pulang. Si Jin
bergumam, merasa ia akan segera menyusul ke sana juga. Dae Young berteriak,
memohon agar Si Jin tidak jatuh tertidur.
Tiba-tiba Dae
Young juga terkena tembakan. Anggota tim alpha yang sudah di helikopter berusaha
menghubungi Si Jin dan Dae Young, tapi tidak ada jawaban.
Tidak lama kemudian,
mereka melihat area yang baru saja mereka tinggalkan meledak. Mereka berteriak,
memanggil kapten mereka dan Dae Young. Mereka berteriak, meminta supaya
helikopter kembali ke sana.
Mo Yeon kembali
mengirimkan pesan untuk Si Jin lagi dengan nada mengancam, kalau ia akan minum
dengan pria yang tampan, jadi menyuruh Si Jin datang menjemputnya. Myeong Ju
datang, berusaha menghibur Mo Yeon, jika tidak dibalas, berarti Si Jin sedang
sibuk. Lalu bertanya kenapa Mo Yeon kesal begini setiap hari. Mo Yeon mengatakan
agar Si Jin sangat menyesal karena telah membuatnya kesal.
“Apa mereka
selalu diberikan misi di tempat terpencil begini?” tanya Mo Yeon. Myeong Ju
mengatakan semua itu tidak ada pengaruh baginya, karena ia dan Dae Young lebih
lama putus daripada bersama. Mo Yeon merasa tidak enak karena sudah berkeluh
kesah di depan Myeong Ju.
Mo Yeon
bertanya apa terakhir Myeong Ju belum berbaikan dengan Dae Young. Myeong Ju
mengatakan baginya ini seperti pertempuran dan ia tidak boleh kalah. Myeong Ju
merasa di atas asing karena sebelum pergi, Dae Young memberikan IDnya. Myeong
Ju mengajak Mo Yeon bersulang.
Mo Yeon
berjanji jika Si Jin pulang nanti. Ia akan cuti atau berhenti kerja, lalu
menempel pada Si Jin selama seminggu penuh. Myeong Ju tidak mau kalah. Ia
berjanji akan menyita ponselnya, pergi berlibur mencari hotel dan mengurung Dae Young di sana untuk
bertengkar sepanjang waktu.
Mo Yeon
mendapatkan pesan dan berteriak senang. Myeong Ju mengira Mo Yeon mendapatkan
balasan dari Si Jin. Ternyata Mo Yeon bergabung di grup para wanita yang
memiliki pacar tentara. Salah seorang teman grupnya, mempostkan bahwa Sersan
Kim mendapatkan libur karena menang pertandingan bola. Myeong Ju tertawa, tidak
percaya Mo Yeon sudah bergaul sejauh itu, lalu minta dituangkan minuman.
Mo Yeon
melihat hujan yang turun. Ia berharap kedua pacar mereka sudah kembali sekarang.
“Mereka pasti akan segera kembali,” ucap Myeong Ju yakin.
“Benarkah? Mereka
pasti akan kembali kan?” tanya Mo Yeon. Myeong Ju tidak bisa menjawab dan
mengalihkan pandangannya, melihat hujan yang turun. Mo Yeon menyentuh kalung
hadiah dari Si Jin.
Tim Alpha
yang selamat sudah kembali ke Korea. Letjen Yoon menyambut mereka. Meskipun di bawah hujan deras, Sersan Choi melaporkan
bahwa misi mereka sudah selesai dan mayat anggota Tim Alpha yang gugur tidak
ditemukan. Wajah Letjen Yoon terlihat sedih.
Ayah Si Jin
datang ke kantor Letjen Yoon. Letjen Yoon memberikan surat dan kalung ID milik
Si Jin pada ayah Si Jin. Ayah Si Jin tidak kuasa menahan tangisnya. Letjen Yoon
tidak mengatakan apa apa pada ayah Si Jin. Ia hanya memberi hormat pada ayah Si
Jin.
Myeong Ju
sedang melihat-lihat hotel melalui internet. Sersan Kim Beom Rae datang ke
ruang Myeong Ju. Myeong Ju mengira Dae Young sudah tiba. Dengan ceria,
mengambil ID Dae Young.
Tapi kemudian ia menyadari ekspresi wajah Sersan Kim
yang terlihat sedih dan sadar sesuatu sudah terjadi pada Dae Young. Sersan Kim
memberitahukan bahwa Si Jin dan Dae Young gugur dalam misi.
Sementara
itu, Mo Yeon berlari keluar dari rumah sakit menemui Sersan Choi yang sudah
menunggunya di luar. Mo Yeon mengatakan saat melihat jeep tentara, ia mengira Si
Jin yang datang. “Tapi ada urusan apa kau ke sini?”
Sersan Choi
terlihat sulit menjawab. Tapi kemudian ia mengucapkan permintaan maaf dan
memberitahukan bahwa Si Jin dan Dae Young telah gugur dalam misi.
Myeong Ju dan
Mo Yeon sama-sama shock. Myeong Ju marah-marah dan tidak percaya dengan laporan
yang berikan oleh Sersan Kim. Mo Yeon kebingungan, ia tidak mengerti ucapan
Sersan Choi. Lalu Sersan Choi memberikan surat wasiat Si Jin untuk Mo Yeon.
Setelah sendirian,
Mo Yeon membaca surat Si Jin itu.
“Sebelum kami melakukan misi, kami akan menulis surat wasiat. Tapi
ia berharap kau tak akan bisa membacanya. Tapi jika kau akhirnya membaca surat ini, aku telah melanggar
janjiku. Janji bahwa aku tak akan membuatmu khawatir, janji untuk tak
menyakitimu, janji untuk tidak mati, janji bahwa aku pasti akan kembali. Aku
telah melanggar semuanya. Maafkan aku. Di tempat yang sekarang kau pijak akan
selalu cerah. Aku bertemu denganmu. Dan aku mencintaimu di tempat itu. Dan di
tempat ini juga hubungan kita berakhir. Aku sungguh menyesal akan hal itu.”
Mo Yeon
segera pergi mengemudi mobilnya. Sepanjang jalan, ia menangis.
Sementara
Myeong Ju menemui ayahnya. Berharap bahwa semua itu bohong. Tapi Letjen Yoon
hanya mengucapkan ‘maaf’. Letjen Yoon memberikan surat Dae Young yang ditujukan
untuk Myeong Ju. Myeong Ju tidak mau menerima ataupun membacanya. Karena itu
artinya Dae Young memang benar-benar telah meninggal.
Myeong Ju
menangis. Menyalahkan ayahnya karena ayahnya telah merenggut semua waktu yang
bisa dihabiskannya bersama Dae Young. “Kami masih belum baikan. Yang bisa
kukatakan hanyalah kata-kata kasar. “ ucap Myeong Ju menangis.
Letjen Yoon
kembali memberikan surat itu pada Myeong Ju, mengatakan bahwa itu adalah
kata-kata terakhir dari seorang prajurit. Myeong Ju lagi-lagi menolak dan merampas
surat itu dan membuangnya.
Bersambung ke part 2…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar