Mo Yeon tiba
di depan kantor ayah Myeong Ju. Tapi kemudian ia berhenti karena mendengar
suara tangisan seseorang. Dan orang itu adalah Myeong Ju. Myeong Ju menangis di
tangga di depan kantor ayahnya.
Mo Yeon
mendekati Myeong Ju, bertanya kenapa Myeong Ju menangis seperti ini. Ia berdoa
sepanjang jalan agar bisa bertanya pada Myeong Ju. Tapi melihat Myeong Ju
menangis seperti itu, ia tidak bisa mengatakan apa pun lagi.
Mo Yeon
mengatakan bahwa ayah Myeong Ju memiliki pangkat yang tinggi, ayah Myeong Ju
bisa mencari informasi apakah itu benar atau tidak, bisa jadi semua itu salah,
mungkin saja mereka akan kembali. “Apa kau menangis setelah memeriksa
semuanya?” tanya Mo Yeon.
Myeong Ju
masih menangis. “Berhenti menangis dan jawab aku, Yoon Myeon Ju!” teriak Mo
Yeon sambil menarik tangan Myeong Ju. Saat itulah ia melihat surat yang mirip
dengan miliknya di tangan Myeong Ju. Akhirnya Mo Yeon menyadari bahwa semua itu
adalah benar. Mo Yeon mulai menangis lagi. “Jadi ini sungguhan? Dia sungguh tak
akan kembali? Aku benar-benar tak akan bertemu dengan dia lagi? benarkah dia
tak akan kembali?” tanya Mo Yeon menangis.
Myeong Ju
akhirnya menganggukkan kepalanya. Mo Yeon terduduk lemas. Ia dan Myeong Ju
menangis bersama-sama.
Di rumah, Mo
Yeon hanya tiduran di sofa. Di lantai terlihat surat Si Jin yang telah ia baca.
“Aku memang kejam. Tapi, aku harap kau tak akan menangis terlalu
lama. Aku ingin kau selalu ceria. Kau harus jalani hidupmu dengan baik. Dan juga lupakan lah aku. Aku mohon padamu.”
Byung Soo
datang ke rumah Mo Yeon. Pada Mo Yeon, ia memberitahukan bahwa seminggu lagi,
mereka akan mengumumkan kematian Si Jin dan Dae Young yang diakibatkan oleh
kecelakaan mobil. Byung Soo menyodorkan surat perjanjian yang harus
ditandatangani Mo Yeon, yang menyatakan bahwa Mo Yeon tidak akan membuka
masalah itu.
Mo Yeon
menatap surat perjanjian itu dan bertanya apakah kematian Si Jin menyelamatkan
hidup seseorang. Byung Soo membenarkan. Mo Yeon bertanya lagi, apakah kematian
Si Jin demi melindungi suatu tempat. Byung Soo membenarkan. Lalu Mo Yeon
bertanya lagi, “Apakah kematiannya adalah untuk kepentingan negara?” Byung Soo
membenarkan.
“Bahkan
dengan alasan itu kematiannya, tapi negaranya malah menyuruhku menandatangi dokumen
ini.”
Byung Soo
hanya bisa mengucapkan permintaan maaf. Mo Yeon menangis, menangisi pilihan
hidup Si Jin yang berakhir seperti itu. Bahkan kematiannya pun harus
dirahasiakan. Mo Yeon berharap, apa yang ia lakukan saat itu adalah yang diinginkan
oleh Si Jin. Lalu Mo Yeon pun menandatangani surat itu.
Mo Yeon
berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa lagi. Ia terus menyibukkan diri
dengan bekerja dan bekerja lagi, agar bisa melupakan Yoo Si Jin dan rasa
sedihnya. Ia menghabiskan seharian waktunya di ruang operasi.
Saat makan
siang, Eun Ji mendatangi Mo Yeon dan memberi selamat karena Mo Yeon mendapatkan
kembali jabatannya. Lalu Eun Ji menyinggung tentang penolakan Mo Yeon terhadap
pemasukan obat dari Cosmo Farmasi. Mo Yeon beralasan, obat yang sekarang mereka
pakai sudah cukup bagus dan lebih murah.
Eun Ji
meminta Mo Yeon menyetujuinya karena perusahaan itu milik sepupunya Prof. Park
dan juga besan dari keluarganya. Ia merasa keputusan Mo Yeon akan memberi
manfaat bagi semua orang. Eun Ji mengatakan jika Mo Yeon terus seperti ini maka
akan ada orang yang mengkritik Mo Yeon. “Siapa?”, tanya Mo Yeon.
“Aku,” sahut
Eun Ji, tidak tahu malu. Eun Ji menyuruh Mo Yeon pergi menjadi relawan jika Mo
Yeon memang ingin menjadi seperti Dr. Albert Schweitzer. Eun Ji menyuruh Mo
Yeon pergi ke Afrika karena disana banyak yang seklarat dan kekurangan dokter.
“Cepat ke sana dan selamatkan dunia,” ujar Eun Ji mengejek.
Mo Yeon balik
mengejek Eun Ji, menyuruh Eun Ji segera mencari pengacara untuk menyelamatkan
lesensi dokternya karena Eun Ji mendiagnosa pasien dengan salah. Eun Ji
berteriak, kesal sekali. Mo Yeon tidak peduli dan menyuruh Eun Ji pergi karena
Eun Ji mengganggu makan siangnya.
Mo Yeon sedang
minum bersama Ji Soo. Ji Soo menyuruh Mo Yeon pulang ke rumah karena Mo Yeon
terlalu lama tinggal di rumah sakit. Ia menyuruh Mo Yeon memikirkan para dokter
magang. “Apa mereka memberitahumu itu? Aku tak kepikiran sampai situ,” ucap Mo
Yeon. Lalu Mo Yeon memberitahukan bahwa besok pagi ia akan melakukan operasi.
Ji Soo juga
menyuruh Mo Yeon istrirahat dari ruang operasi. “Aku adalah wanita seksi saat
aku berada di ruang operasi.” sahut Mo Yeon spontan. Mo Yeon tiba-tiba terdiam.
Ji Soo bertanya kenapa.
“Tidak. Aku
hanya teringat sesuatu saja.” Ucap Mo Yeon.
“Teringat
akan apa?” tanya Ji Soo.
“Hmmm…
teringat tentang ini dan itu. Air, wine, lilin, foto x-ray, dan ikat rambut.”
Ucap Mo Yeon tersenyum, berpikir bahwa ia sudah baik-baik saja, tapi ia sungguh
gila sekarang.
Mo Yeon mulai
menangis. “Kau mau dipeluk?” tanya Ji Soo. Mo Yeon menggelengkan kepalanya.
“Kau mau wine?” tanya Ji Soo. Mo Yeon menghapus air matanya dan kembali
tertawa. Ji Soo mengatakan, Mo Yeon boleh meminum semuanya.
Myeong Ju
melapor pada ayahnya bahwa ia akan bertugas kembali ke markas Taebaek, Urk.
Letjen Yoon berpesan agar Myeong Ju kembali dengan selamat dan tidak sakit lagi
kali ini. Myeong Ju juga berpesan agar ayahnya menjaga kesehatannya. Myeong Ju
mengucapkan terima kasih karena ayahnya telah memberikan perintah misi yang
baik.
Letjen Yoon
mengatakan perintah pindah yang gagal baginya adalah perintah pindahnya Dae
Young karena itu membuat Myeong Ju menderita. Baginya perintah itu benar-benar
gagal. “Ayah tahu kau hanya mengkhawatirkannya. Tapi kaulah yang ayah
khawatirkan. Seorang putri yang mengkhawatirkan pria lain, ayah berharapa
mengkhwatirkan ayahnya juga. Jika kau bisa memaafkan ayah, maka maafkanlah
ayah.” pesan ayah Myeong Ju lagi.
Mo Yeon
menemui Myeong Ju di kafe. Myeong Ju memberitahukan Mo Yeon bahwa ia akan
bertugas lagi di Urk. Mo Yeon merasa sungguh menyenangkan bisa berada di Urk
lagi. “Kau mau ikut denganku?” tawar Myeong Ju.
“Benarkah?
Pria-pria itu bisa pergi bersama, haruskan kita juga pergi bersama?” tanya Mo
Yeon.
Myeong Ju mengumpat
Mo Yeon karena berbicara seperti itu. Myeong Ju memberikan hadiah perpisahan
untuk Mo Yeon. Myeong Ju mengatakan ia menemukan boneka itu di barak dan
membawanya. Myeong Ju memegang tangan boneka Dae Young yang ia dudukkan di
kursi di sampingnya, “Boneka ini adalah pacar Sersan Seo,” ucapnya. Myeong Ju
menggetok kepala boneka itu.
“Dan boneka
itu adalah partner Kapten Yoo Si Jin,” ucap Myeong Ju sambil menunjuk ke arah
boneka yang sekarang duduk di samping Myeong Ju. Mo Yeon mengelus bonekanya.
“Boneka ini
pendek. Letnan Yoon, kau menang kali ini,” ucap Mo Yeon tentang boneka Dae
Young. Myeong Ju tertawa senang. Mo Yeon bertanya kapan Myeong Ju akan
berangkat.
“Senin
subuh.” Jawab Myeong Ju. Ia teringat masih memiliki waktu tiga hari lagi dan
mengajak Mo Yeon berpesta selama tiga hari berturut-turut. Mo Yeon setuju, dan
mereka pun bersulang.
Mo Yeon
mengatakan, belakangan ini ia selalu teringat kenangan manisnya dengan Si Jin. Myeong
Ju menyahut, kalau ia teringat pada hal-hal yang tak sempat ia lakukan dengan
Dae Young. Mo Yeon terpaksa tersenyum mendengarnya.
Mo Yeon ingin
tahu kapan Dae Young dan Si Jin pertama kali bertemu dan bisa menjadi sahabat.
Ia penasaran dan tidak sempat menanyakan pada mereka. Dan sekarang ia tidak
bisa menanyakannya lagi pada mereka.
“Aku bisa
menjawabnya,” sahut Myeong Ju. “Mereka pertama kali bertemu karena seorang
wanita.”
Flash Back
Dae Young
berdiri di depan markas tentara Seoul. Saat itu hujan turun dengan deras dan
Dae Young memikirkan permintaan Myeong Ju yang menginginkan agar Dae Young
memberitahu pada Si Jin bahwa ia berpacaran dengan Myeong Ju.
Dae Young
membuka payungnya, lalu berjalan di tengah hujan. Tiba-tiba seseorang merangkul
pundaknya dari belakang, meminta izin berbagi payung dengan Dae Young dan memperkenal
diri sebagai kapten. Orang tersebut adalah Si Jin. Bukannya menjawab permintaan
Si Jin, Dae Young malah mengatakan, “Kami sudah berpacaran.”
“Maksudnya
dengan ‘kami’?” tanya Si Jin bingung.
“Aku pacaran
dengan Letnan Yoon Myeong Ju.” Jelas Dae Young.
Si Jin dan Dae
Young sedang berada di kafe. Di sana, Dae Young kembali menegaskan kalau ia
berpacaran dengan Myeong Ju. Si Jin bertanya sejak kapan. “Kami telah pacaran
selama satu tahun,” jawab Dae Young.
“Kapan pertama
kali kau bertemu Myeong Ju?”
“Aku bertemu
dengannya sebulan yang lalu,” jawab Dae Young. Si Jin heran, Dae Young baru
bertemu Myeong Ju satu bulan tapi sudah setahun berpacaran. Dae Young tidak
bisa menjawab, ia hanya mengulang bahwa ia sedang berpacaran dengan Myeong Ju.
“Kau tahu
ayah Myeong Ju punya tiga bintang di pundaknya?” tanya Si Jin lagi.
Dae Young
mengatakan sudah biasa seseorang melakukan tiga kesalahan dalam hidupnya dan
kedudukan ayah Myeong Ju bukan halangan bagi cinta mereka. “Kuberitahu sekali
lagi. Aku adalah pacar Myeong Ju”.
Si Jin
tersenyum dan mengatakan, “Kuharap kalian sungguh jadian.”
Dengan refleks
Dae Young menjawab, kalau ia akan memastikan hal itu. Dae Young tersadar, ia
salah jawab, dan mengatakan mereka sudah berpacaran satu tahun. Si Jin hanya ber
ya-ya saja dan mengatakan ia merasa iri. “Jadi kau akan menyerah?” tanya Dae
Young.
“Mungkin aku
juga akan bertemu dengan wanita yang aku temui sebulan yang lalu dan berpacaran
setahun yang lalu. Dan kita tidak akan bertengkar memperebutkan Myeong Ju. Kita
harus saling membela jika terjadi sesuatu.” ucap Shi Jin dan kemudian mengajak
Dae Young bersulang.
Flashback End
Mo Yeon
berjalan pulang sambil memeluk boneka Si Jin. Ia melewati kafe tempat Si Jin
pertama kalinya mengatakan ‘Aku mencintaimu’. Saat itu Si Jin pernah
mengeluhkan tentang mereka yang belum saling mengucapkan ‘Aku mencintaimu’ satu
sama lain.
“Kita
mengucapkannya dengan tubuh bukan dengan kata-kata,” sahut Mo Yeon. Si Jin yang
sedang minum sampai terbatuk-batuk mendengarnya karena kaget. “Kita pegangan
tangan, ciuman tanpa mengatakan ‘Aku mencintaimu’. Oh, daebak! Kita keren,
kan?” tambah Mo Yeon.
“Kenapa
wanita bisa mengatakan hal-hal seperti itu?” tanya Si Jin.
“Aku memang
pemberani kok,” ucap Mo Yeon.
Si Jin pun
menantang Mo Yeon untuk mengatakan lebih dulu karena jika diurutkan berdasarkan
huruf namanya, Kang Mo Yeon yang harus mengatakan lebih dulu. Mo Yeon tidak mau
karena orang yang ingin mendengarnya lah yang harus duluan mengucapkannya. Menurut
Si Jin, tidak. Yang ‘Ladies First’ dan berdasarkan usia harus lebih dulu .
“Kenapa kau
memaksaku, sih? Kau juga tak pernah mengucapkannya.” Ucap Mo Yeon kesal.
“Aku
mencintaimu,” ucap Si Jin tiba-tiba membuat Mo Yeon kaget. Si Jin kembali
mengulanginya dan Mo Yeon membalasnya dengan mengatakan. “Aku juga mencintaimu.
Aku akan selalu setia padamu.”
Mo Yeon
menyalakan lilin di rumahnya, kemudian bertanya pada boneka Si Jin, apakah ia
sudah cantik dengan cahaya lilin di belakangnya.
Sosok Si Jin
muncul dalam bayangan Mo Yeon. Dalam bayangan Mo Yeon, Si Jin mengatakan kalau
ia selalu terlihat cantik. Mo Yeon menatap Si Jin, mulai menangis, mengatakan
kalau ia merindukan Si Jin. “Aku juga,” sahut Shi Jin.
“Tapi kenapa
kau tak kembali?” tanya Mo Yeon.
“Karena aku
bekerja untuk perdamaian.”
“Bagaimana dengan
janjimu? Apa semuanya hanyalah bohong?”
“Aku pasti
akan kembali dengan sepenuh hatiku. Aku pasti akan kembali padamu.”
“Tapi nyatanya
kau tidak kembali.” Ucap Mo Yeon menangis dan bayangan Si Jin menghilang.
Myeong Ju
sudah tiba di Urk dan langsung membereskan barang-barangnya ke dalam loker.
Myeong Ju mengambil surat Dae Young dari saku bajunya, lalu menyimpannya dalam
lokernya dan langsung menutup pintu lokernya, bertekad tidak akan pernah
membuka dan membacanya, sampai mati. “Dan kali ini kaulah harus menderita,” gumam
Myeong Ju.
Mo Yeon
sedang berada di bandara. Ia berbicara dengan Ji Soo melalui telepon,
memberitahukan rute perjalanannya yang akan transit di Abu Dhabi dan akan masuk
melalui Albania. Mo Yeon memutuskan pembicaraannya dengan Ji Soo karena
mendapatkan telepon dari seseorang. Ia berjanji akan menelepon Ji Soo setelah
tiba di sana.
Mo Yeon
menemui Daniel di sebuah ruangan, yang dijaga oleh dua orang pertugas di depan
pintu. Mo Yeon heran, menanyakan apa yang dilakukan Daniel di sana. Daniel
mengatakan kalau ia datang untuk berunjuk rasa, memprotes tentang pertemuan FIA,
tapi ia dilarang masuk.
Mo Yeon
memuji Daniel hebat. Daniel mengatakan ia adalah seorang kriminal internasional
yang dilarang masuk di 12 negara. “Tapi pria yang jahat beginilah yang disukai
wanita,” hibur Mo Yeon. Daniel tertawa dan kemudian menayakan apakah Mo Yeon
akan pergi berlibur. “Aku akan menjadi relawan.”
“Ah,
maksudnya camp Albania? Dr. Chi Hoon sudah memberitahuku. Sepertinya menjadi
relawan sangatlah menyenangkan.” Ucap Daniel. Mo Yeon mengatakan ia pergi ke
sana untuk alasan pribadi, karena besok adalah hari peringatan kematian Si Jin.
(berarti sudah setahun)
Mo Yeon tiba
di tempat pengungsian dan langsung bekerja, memeriksa para pengungsi.
Di sela-sela istirahatnya,
Mo Yeon kembali mengirimkan pesan untuk Si Jin. Bercerita tentang pertemuannya
dengan Daniel di bandara, memberitahukan golongan darahnya yang mungkin adalah
tipe Si Jin, tentang padang pasir yang ia dengar ada tidak jauh dari lokasi
pengungsian dan bertanya apakah akan ada oasis di sana.
Tentang
Daniel yang mengatakan bahwa hidup ini lebih penting daripada setumpuk uang.
Daniel mengajarkan kita bahwa hidup tak bisa dibeli. Mo Yeon mengatakan ia ingin
menjadi dokter seperti itu dan bertanya apa ia sudah menjadi manusia terpuji
dari atas sana.
Sementara
itu, aksi Daniel akhirnya mendapatkan perhatian dunia, banyak media yang
mewawancarainya.
Myeong Ju menjalani
tugasnya seperti biasa. Ki Bum muncul lagi di Urk. Ia mengajak Myeong Ju makan
ramyun bersama-sama. Myeong Ju heran melihat Ki Bum bisa ada di sana. Ki Bum
beralasan, ia merasa memang dilahirkan sebagai tentara.
Myeong Ju
menanyakan apakah Dae Young sering makan ramyun. Ki Bum membenarkan. Myeong Ju
mengajak Ki Bum makan karena ramyunnya enak. Ki Bum melihat salju turun di luar
dan memberitahukannya pada Myeong Ju. Awalnya Myeong Ju tidak begitu antusias,
ia fokus pada mie nya. Namun saat Ki Bum mengatakan bahwa tidak pernah turun
salju di Urk, Myeong Ju baru berpaling dan melihat ke luar jendela. Salju
memang benar turun di Urk.
Mo Yeon pergi
ke gurun pasir. Saat ia mengikat rambutnya, Mo Yeon kembali teringat Si Jin
yang pernah mengikatkan rambutnya.
Mo Yeon
melihat beberapa batu yang ditumpuk-tumpuk menjadi tinggi. Mo Yeon meletakkan
bunga yang dibawanya di sana. Mo Yeon teringat jawaban Si Jin saat ia bertanya
kenapa Si Jin selalu mempertaruhkan nyawanya dalam pekerjaan yang Si Jin
lakukan. Saa itu Si Jin menjawab, karena ia adalah petugas telaten dan bagian
dari tugasku adalah untuk tidak mati.
“Pembohong,” gumam
Mo Yeon.
Mo Yeon
teringat lagi saat Si Jin berjanji padanya sebelum Si Jin berangkat, bahwa ia tak
akan terluka, tak akan mati, dan pasti akan kembali pada Mo Yeon dengan
selamat.
Mo Yeon mulai
menangis, “Kenapa kau tega membohongiku?”
Mo Yeon
teringat saat Si Jin mengucapkan ‘Aku mencintaimu’ di kafe.
“Jangan
melucu lagi. Aku tak percaya padamu.” ucap Mo Yeon lagi dan semakin menangis.
Walkie talkie
Mo Yeon bersuara, panggilan seseorang dari markas, meminta Mo Yeon membawakan
lidocaine saat Mo Yeon kembali nanti. Mo Yeon masih menggunakan nama panggilan
yang diberikan Si Jin untuknya, ‘Beauty’.
Mo Yeon
segera menghapus air matanya dan menjawab panggilan, berjanji akan
membawakannya. Lalu Mo Yeon meletakkan batu putih milik Si Jin di samping
bunganya tadi. Tapi batu itu terjatuh ke pasir. Mo Yeon berusaha beberapa kali
tapi batu itu tetap jatuh ke pasir, terhembus angin.
Tiba-tiba
walkie talkie Mo Yeon bersuara, “Big Boss memanggil”. Mo Yeon kaget karena
mendengar suara Si Jin memanggilnya, hingga walkie talkie-nya terjatuh. Mo Yeo
mengecek pesan yang ia kirimkan pada Si Jin. Masih belum terbaca. Mo Yeon
berpikir, ia mendengar hal yang aneh-aneh.
Mo Yeon
melihat lagi layar ponselnya, kali ini seluruh pesan yang pernah ia kirimkan
untuk Si Jin telah dibaca. Walkie talkie bersuara lagi, “Big Boss memanggil”.
Mo Yeon melihat ke sekelilingnya. Walkie talkienya bersuara lagi, “Beauty,
tolong berbalik. Over.”
Mo Yeon
berbalik. Perlahan dari kejauhan, seseorang datang mendekat. “Tidak mungkin,” gumam
Mo Yeon berulang kali sambil berjalan ke arah Si Jin yang sedang juga berjalan
menujunya. Mo Yeon mulai berlari, hampir terjatuh, tapi Mo Yeon berusaha terus
berlari dan benar-benar terjatuh.
Si Jin pun berlari mendekati Mo Yeon,
membantunya berdiri. Mo Yeon terus menatap Si Jin di depannya dengan tatapan
tak percaya.
“Sudah lama
tidak berjumpa ya?” sapa Si Jin sambil menatap Mo Yeon.
“Kau… kau
masih hidup?” tanya Mo Yeon yang masih belum percaya.
“Aku sempat
kesulitan menjaga janjiku untuk tetap selamat.” ucap Si Jin, lalu memeluk erat Mo
Yeon. Mo Yeon menangis, merasa tak percaya Si Jin masih hidup.
“Maafkan aku…
Maafkan aku…” ucap Si Jin dengan air mata mengalir karena merasa bersalah
karena membuat Mo Yeon selama ini menderita.
Bersambung ke episode 16…
Komentar:
Rasanya
nyesek banget nonton episode ini, apalagi lihat Mo Yeon dan Myeong Ju yang
begitu sedih kehilangan pria yang mereka sayangi. Walau felling ku mengatakan
enggak mungkin Si Jin dan Dae Young meninggal. Soalnya tanda-tanda Si Jin dan
Dae Young masih hidup adalah mayat mereka yang tidak dapat ditemukan.
Tapi
utungnya, felling ku terjawab di akhir, Si Jin benar-benar hidup dan kembali
pada Mo Yeon dengan selamat. Dan semoga juga Dae Young bernasib sama. Mungkin
ini adalah oasis di padang pasir bagi Mo Yeon dan kita semua.
Entah
kenapa scene akhir itu kayak film india. Lihat Yo Si Jin berkalung sorban dan
berpakaian seperti itu membuatku teringat pada Shah Rukh Khan di film Jab Tak
Hai Jaan. Di film itu juga Shah Rukh Khan berperan sebagai pasukan khusus India
tapi bagian pejinak bom.
Kak waktu mo yeon menyalakan lilin di rumahnya sambil ngeliatin boneka si jin, itukan ada mutar lagu.. Tau judul lagunya gak ? Trimakasih.
BalasHapus