Ja Ae menemui
Sang Hyun, memberitahukan bahwa hasil lab sudah keluar. Sang Hyun sangat senang
karena artinya ia resmi bebas keluar dari karantina. Ja Ae heran karena Sang
Hyun belum mendengar hasilnya.
“Demam
tinggi, sakit kepala, nyeri jantung dan juga batuk. Gejala awal M3 mirip dengan
Ebola, tapi kulitku masih terlihat bersinar, dan kau tetap terlihat
cantik, jadi itu artinya penglihatanku baik-baik saja. Gejalaku berasal
dari virus tipe lainnya. Virus umum. Aku cuma terkena flu biasa,” ucap Sang
Hyun santai.
Ja Ae membuka
maskernya dan matanya mulai berkaca-kaca. “Hei, dasar dokter bodoh! Kau terkena
flu biasa. Kau tahu aku sangat khawatir,” ucap Ja Ae menangis dan langsung memeluk
Sang Hyun.
Tapi kemudian,
Ja Ae sadar sendiri dan langsung melepaskan diri dari Sang Hyun. Sang Hyun
menarik Ja Ae dan memeluknya lagi. Ja Ae meminta Sang Hyun melepaskannya tapi
Sang Hyun tidak mau, karena Ja Ae yang memeluknya lebih dulu.
Sang Hyun
memeluk Ja Ae sambil berbisik, “Aku mau sakit, sakit, sakit…” Ja Ae kesal dan
memukul Sang Hyun mengatakan Sang Hyun kekanak-kanakkan. Sang Hyun memberikan
secarik kertas pada Ja Ae, menyuruh unuk membacanya. ‘Cefotaxime?’ Sang Hyun menanyakan
keberadaan Mo Yeon.
Mereka pun
membahasnya dengan Mo Yeon tentang Cefotaxime’. Sang Hyun mengatakan ia membacanya
dari kasus-kasus yang terjadi di Afrika sebelumnya. Tapi, di antara obat yang
dibawa, mereka tidak memiliki Cefotaxime. Dengan semangat Sang Hyun menyuruh
cepat menghubungi Daniel dan…
Ja Ae
menyela, mengatakan ia sudah menghubungi Daniel dan akan mengantarkan dalam
pesanan mereka selanjutnya. Setelah itu Ja Ae langsung pamit pergi. Melihat
raut wajah Ja Ae yang cemberut, membuat Mo Yeon bertanya pada Sang Hyun, apakah
mereka bertengkar tadi.
“Ini adalah
kasus yang disebut dorong dan tarik, ucap Sang Hyun ceria. Mo Yeon menegur Sang
Hyun yang masih saja bercanda. “Kau tahu seberapa khawatirnya dia?”
Myeong Ju
mengecek suhu tubuhnya sendiri. Kemudian menelepon ayahnya, mengabarkan kalau
ia sedang sakit dan menanyakan, apa Ayah belum menerima laporannya. Ayahnya
menjawab sudah.
“Tapi, ayah
bahkan tidak meneleponku,” protes Myeong Ju
“Mereka bilang kemungkinan selamat adalah
50 %, dan tak ada yang bisa kulakukan sebagai seorang ayah. Tidak ada perintah
yang bisa aku keluarkan sebagai Komandan. Tak ada yang bisa kulakukan. Karena
itulah aku menunggu telepon anakku tanpa bisa melakukan apapun.” Ucap ayah
Myeong Ju.
Myeong Ju
mengatakan ia tidak akan kalah dan melawan penyakitnya itu, jadi ia meminta
ayahnya untuk tidak khawatir. “Ya. Kau harus melawannya. Ayah berharap kau bisa
menang demi ayah.”
Myeong Ju
meminta dua permintaan pada ayahnya. Pertama, ia ingin ayah memaafkannya.
Karena sebelum berangkat ke Urk, ia pernah mengatakan bahwa ayahnya akan
kehilangan dirinya, sebagai putri dan sebagai bawahan. Myeong Ju mengakui ia
sudah melakukan kesalahan pada ayahnya.
Kedua, jika
ia dapat sembuh, ia memohon agar ayahnya tidak mengeluarkan Dae Young dari
tentara. Ia mengakui, hari itu ia mendengar semuanya. Ia sangat bahagia bisa
bersama dengan Dae Young, oleh karena itulah ia berpura-pura tidak
mengetahuinya. “Maafkan aku, ayah. Ayah mengkhawatirkan aku tapi aku malah
hanya khawatir padanya.”
Ayah yang mendengar
itu menandakan Myeong Ju memang putrinya. Myeong Ju menyudahi teleponnya mengatakan
bahwa waktunya untuk minum obat.
Myeong Ju
menutup teleponnya dan ponselnya malah terjatuh dari tangannya. Mo Yeon yang
datang ke sana, sangat kaget melihat kondisi Myeong Ju.
Sementara
itu, Daniel yang sedang membawakan pesanan obat-obatan, dihadang oleh beberapa
orang bersenjata.
Myeong Ju
sudah tidak sadarkan diri lagi. Temperatur tubuhnya mencapi 41 derajat celcius.
Mo Yeon dan Sang Hyun, bersama beberapa perawat menyiapkan es dan sebagaian
tubuh Myeong Ju diletakkan di dalam bak air yang berisi potongan es. Solusi itu
adalah solusi sementara untuk menurunkan suhu panas tubuh Myeong Ju sebelum
obat yang dibawakan Daniel tiba.
Mo Yeon
memberitahukan Si Jin dan Dae Young bahwa Daniel sedang dalam perjalanan. Ponsel
Mo Yeon berbunyi, dari Daniel. Daniel mengabarkan kalau truk obatnya dicuri.
Mo Yeon mulai
bingung karena mereka cuma punya waktu 1 jam. Sedangkan untuk mengambil obat
yang lain dari kota akan butuh waktu 4 jam lagi dan itu sudah sangat terlambat.
Mo Yeon tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Tiba-tiba
ponsel Si Jin berbunyi, dari Argus. Argus mengajak Si Jin membuat kesepakatan.
Si Jin pun mengetahui kalau truk obat mereka dicuri oleh Argus.
Si Jin dan Dae
Young pergi ke tempat yang diberitahukan dan di sana sudah ada tiga orang yang
berdiri di depan truk dengan wajah tertutup dan dengan membawa senjata.
Salah seorang
dari mereka membuka penutup wajah dan Si Jin kaget ternyata itu bukan Argus. Si
Jin bertanya keberadaan Argus. “Dia sibuk,” jawab anak buah Argus. Anak buah
Argus memerlihatkan kunci truk dan Si Jin memerlihatkan sebutir berlian dan
memberikannya pada pria itu.
Pria itu mengecek
berlian itu, lalu memberikan kunci truk. Si Jin memberikan kunci itu pada
Daniel dan mengecek isi bak truk dan kotak obatnya masih di sana. Daniel
menganggukkan kepalanya. Si Jin memberikan seplastik kecil berlian pada pria
itu. Lalu Daniel pun bisa pergi dengan truk obat itu.
Setelah
Daniel pergi, Dae Young langsung menghajar si pria itu. dengan serentak. Beberapa
tentara keluar dari balik bukit. Mereka akhirnya menyerah dan meletakkan
senjata mereka.
Mo Yeon masih
menemani Myeong Ju yang masih di dalam bak berisi es. Seseorang datang,
memberitahukan bahwa obat sudah tiba.
Saat Mo Yeon di luar, ia melihat Fatima
dibawa oleh beberapa orang polisi. Saat Mo Yeon bertanya, polisi mengatakan
Fatima ditangkap karena mencuri obat di pasar gelap dan menunjukkan surat bukti
penangkapan, bahkan mereka punya pernyataan dari saksi. Seorang pria keluar
dari mobil polisi, ia adalah Tommy. Tommy membisikkan seusatu pada polisi.
Mo Yeon
membela Fatima, mengatakan semua itu sebuah kesalahpahaman. Fatima tidak
mencuri, ia yang memberikan obat itu. Polisi tetap akan membawa Fatima, dengan alasan
Fatima menjual obat di pasar gelap dan mengatakan Mo Yeon juga saksi di TKP
itu.
Ye Hwa dan Ki
Bum sedang merebus obat untuk Myeong Ju. Ki Bum merasa aneh, kenapa di jaman
modern seperti sekarang, obat untuk virus seperti itu masih belum ditemukan. Ye
Hwa mengatakan, obat itu tidak menjual dan jika tidak menjual maka tidak ada
uang. Jika tidak ada uang, obat tidak akan dibuat. Oleh sebab itulah,
diperlukan orang sepertinya, yang melawan pemerintah dan pergi ke tempat yang
tidak diperintahkan untuk mengubah dunia.
Ki Bum
berharap Myeong Ju dapat sembuh meminum obat ini. Min Ji dan Ja Ae melihatnya. Min
Jin ingin tahu apakah obat herbal itu bisa membantu Myeong Ju. Ja Ae tidak
tidak tahu, mereka hanya mencoba apa yang mereka bisa, entah itu pengobatan
modern atau pengobatan herbal atau berdoa.
Terdengar
suara dari walkie talkie, memberitahukan bahwa obat sudah tiba. Ja Ae dan Min
Ji langsung ke sana.
Sang Hyun
menyuntikkan obat ke dalam selang infus Myeong Ju dan Min Ji menyuntikkan ke
selang infus Young Su. Dae Young yang baru saja tiba, langsung turun dari mobil
dan berlari ke Medicube. Ia menemani Myeong Ju sampai pagi sambil menggenggam
tangan Myeong Ju, bersama dengan Sang Hyun dan Ja Ae. Setelah semalaman, suhu
tubuh Myeong Ju sudah turun menjadi 37.5 derajat celcius. Dae Young menggendong
Myeong Ju, memindahkanjnnya ke tempat tidur.
Setelah
keadaan lebih tenang, Si Jin keluar dari Medicube. Di luar, bertanya pada Min
Ji keberadaan Mo Yeon, karena dari semalam ia belum melihat Mo Yeon.
Min Ji baru
ingat dan mengatakan ada polisi datang untuk menangkap Fatima dan Mo Yeon ikut
pergi ke kantor polisi. Si Jin kaget mendengarnya, ia tidak yakin apakah itu
benar polisi Urk atau bukan.
Si Jin
langsung pergi, sendirian mengendarai mobil dengan cukup kencang dan kaget saat
melihat Fatima berdiri di tengah jalan dengan tangan dan mulut terikat. Lalu ia
menghentikan mobilnya dan berlari mendekati Fatima. Pada saat yang bersamaan,
seseorang menembak kaki Fatima, membuat Fatima terjatuh dan untungnya Si Jin
berhasil menangkapnya.
Dua orang
pria bersenjata keluar dari balik semak-semak tinggi, Si Jin langsung mengambil
pistolnya.
Lalu ia melihat Mo Yeon keluar, diikuti oleh seorang pria lain yang
menodongkan senjata ke kepalanya. Mulut dan Mo Yeon juga diikat.
Menyadari keadaan
yang tidak menguntungkan, Si Jin meletakkan pistolnya ke jalan. kemudian dua
mobil lain datang dan Argus turun dari dalam salah satu mobil. Argus mengikat
kaki Fatima yang terluka dengan syalnya sambil mengatakan, sangat disayangkan
Fatima sampai terluka, sayangnya lagi dokter (maksudnya Mo Yeon) tidak bisa
merawat Fatima sekarang.
Mo Yeon mulai
meneteskan air matanya. Si Jin menyuruh Argus menyingkirkan tangannya dari
Fatima. Dengan santai Argus mengatakan, “Apa kau tak tahu situasinya sekarang?
Kau mau mati? Atau kau mau pacarmu itu terbunuh? Sekarang giliranku untuk memberikan
perintah, Kapten. Satu-satunya orang yang tak akan dibunuh oleh orang-orang ini
adalah aku.”
“Apa yang kau
inginkan?” tanya Si Jin, akhirnya. Argus tersenyum senang dan bertepuk tangan.
Ia memberi isyarat pada anak buahnya
untuk membawa Mo Yeon ke dalam mobil.
Argus
menceritakan bahwa senjata akan dikirimkan ke Urk Utara pada tengah malam, saat
itulah negaranya akan mencoba membunuhnya. Yang perlu dilakukan Si Jin adalah
membantunya melarikan diri. Si Jin menatap Argus, sangat marah. Argus berpesan
lagi, waktunya nanti malam, tepat jam 10 malam, tidak boleh terlalu cepat
ataupun terlalu lambat karena ia tidak ingin menjual dokter itu hanya karena
membalas dendam pribadi.
Si Jin
menyumpahi Argus, ia akan membunuh Argus dengan tangannya sendiri. Argus hanya
tertawa, mengatakan ia akan belajar bahasa Korea demi Si Jin saja. Kemudian
Argus pun pergi dengan membawa Mo Yeon bersamanya.
Di mobil,
Argus bercerita pada Mo Yeon bahwa ia memiliki banyak kenangan indah di Urk dan
ia sangat senang karena malam terakhirnya di Urk akan dihabiskannya bersama
seorang yang sempurna seperti Mo Yeon.
Mo Yeon
sangat takut dan mulai menangis. Tiba-tiba terdengar suara dari walkie talkie
di jaket Mo Yeon dari Si Jin. Si Jin berjanji akan menemukan dan menyelamatkan
Mo Yeon karena ia adalah prajurit telaten. Jadi Mo Yeon tak perlu takut dan
menangis dan meminta Mo Yeon untuk menunggunya. Mo Yeon semakin menangis
mendengar suara Si Jin.
Argus
mengambil walkie talkie dan mengatakan pada Si Jin bahwa ia akan menunggunya
datang. Kemudian, walkie talkie pun dibuang ke jalan, terlindas oleh ban mobil
lainnya.
Si Jin
menemui Byung Soo untuk mendapatkan izin menyelematkan Mo Yeon, tapi Byung Soo
sama sekali tidak mengizinkannya. Karena Si Jin hanyalah tentara yang bertugas
untuk misi perdamaian, bukan menyelamatkan sandera sebagai Komandan Tim Alpha.
Byung Soo
menunjukkan lampu yang berkedip pada telepon di atas mejanya, lampu nomor dua
adalah komandan dan lampu nomor tiga adalah Blue House. Ia bertanya pada Si
Jin, apa yang akan Si Jin lakukan.
Byung Soo
menekan nomor tiga dan tersambung dengan Kepala Urusan Luar Negeri dan Keamanan
Nasional. Ia apa benar sudah terjadi penculikan. Byung Soo berbohong,
mengatakan bukan penculikan. Si Jin langsung menyela, mengatakan itu adalah
penculikan dan mengatakan penyandera berjumlah sekitar 15 orang dan semuanya
bersenjata.
Si Kepala
Urusan Luar Negeri dan Keamanan Nasional menyuruh Si Jin merahasiakan ini
hingga perintah selanjutnya dan ia menyuruh mereka bersiap saja. Si Jin
berteriak, “Tak ada waktu! Kita tak punya banyak waktu sekarang. Tergantung
situasi daruratnya. Aku akan memulai gerakan penyelamatan, Pak.”
Si Kepala
Urusan Luar Negeri dan Keamanan Nasional ini sangat marah, Si Jin sudah
menimbulkan masalah saat tamu VIP dulu dan ia sudah menutupinya untuk Si Jin.
“Ini bukan masalah individual saja. Ini adalah masalah tingkat nasional!” teriaknya.
“Jika negara
tak peduli dengan satu nyawa, bukannya negara itulah yang bermasalah? Aku tak
tahu negara anda, tapi aku akan membela negaraku, Pak.” ucap Si Jin geram, lalu
keluar dari markas.
Byung Soo
memaki Si Jin. Ia mematikan telepon dan memanggil siapa saja di luar agar
mencegah Si Jin pergi.
Saat akan
keluar dari camp, pintu gerbang ditutup. Si Jin sangat geram dan meminta mereka
menyingkir, ia tidak mau melukai satu orang pun. Salah seorang prajurit yang
menjaga pintu gerbang, dan memberikan teleponnya pada Si Jin. Dari komandan Tim
khusus, Letjen Yoon, ayah Myeong Ju.
Letjen Yoon
memberikan waktu 3 jam untuk Si Jin. Selama 3 jam, ia tidak akan mengetahui
keberadaan Si Jin dan Si Jin bukan Kapten Tim Alpha ataupun Kapten Mowuru, dan
juga bukan Tentara Republik Korea. “Apa kau keberatan?”. Si Jin setuju dan
pembicaraan pun usai.
Si Jin kembali
ke camp Mowuru, ia berbicara dengan Dae Young melalui walkie talkie, menanyakan
keadaan Myeong Ju. Dae Young mengatakan Myeong Ju masih belum sadar dan
demannya sudah turun. Ia merasa, Myeong Ju sudah bisa mendengarkan mereka
bicara. Si Jin mengungkapkan rasa syukurnya dan memberitahukan Dae Young ia
akan keluar sebentar, tapi ia tidak bisa menemui Dae Young sebelum pergi.
Dae Young
menanyakan ke mana Si Jin akan pergi. Tapi di saat bersamaan, Myeong Ju mulai
sadar. Dae Young mengatakan kalau ia akan menghubungi Si Jin nanti. Lalu Dae
Young mematikan walkie talkie dan memanggil dokter.
Si Jin sudah
mengganti bajunya dengan pakaian biasa, tidak memakai seragam lagi. Lalu pergi
ke wanita pemilik bar dan membeli senjata lain di sana.
Argus membuka
selotip yang menutupi mulut Mo Yeon. Argus menyuruh Mo Yeon mengatakan apa pun
yang Mo Yeon butuhkan padanya. Dalam bahasa Korea, Mo Yeon mengatakan ia tidak
tahu kenapa ia dibawa ke sana tapi tubuhnya tidak berharga karena yang ia
memiliki banyak hutang.
Argus tidak
senang mendengarnya karena tidak mengerti apa yang dikatakan Mo Yeon, lalu
memukul wajah Mo Yeon dengan pistol itu, menyuruhnya untuk berbicara dalam
bahasa Inggris. Argus mengatakan ia bukan seorang pria yang baik terutama saat
memegang senjata. Jadi Mo Yeon bisa saja tertembak. Argus meletakkan pistol di
kepala Mo Yeon, mengancam akan menembak Mo Yeon.
Lalu Argus
menjauhkan pistol dari kepalanya, Mo Yeon baru bisa menghela nafas lega. Argus
mengatakan, Si Jin adalah seorang pria yang cerdas, lucu, dan misterius tapi
mempunyai banyak rahasia. Si Jin akan menghilang dan sulit dihubungi, hingga
suatu hari Si Jin tidak akan pernah kembali. Argus menyarankan Mo Yeon untuk putus
dari Si Jin sekarang juga.
Air mata Mo
Yeon pun menetes. Mo Yeon masih berbicara dengan bahasa Korea, “Jika kau mau
mengatakan itu, kau harus menyediakan banyak uang dan segelas air. Kenapa kau
memintaku putus tanpa memberiku apa-apa? Kau penasaran dengan apa yang aku
katakan, ‘kan? Kau tak berhak mengetahuinya, dasar sampah!”
Argus
tersenyum dan mengatakan Mo Yeon wanita yang keras kepala.
Di camp, Dae
Young menghubungi Si Jin melalui walkie talkie. Tidak ada jawaban dari Si Jin.
Dae Young juga menghubungi ponselnya, tapi lagi-lagi tidak ada jawaban.
Sersan Choi
datang, Dae Young menanyakan kapan Si Jin pergi. Sersan Choi mengatakan Si Jin
melewati gerbang utama jam 17:30. Dae Young juga menanyakan keberadaan Mo Yeon.
“Dia pergi ke kantor polisi semalam dan sampai sekarang belum kembali,” lapor
Sersan Choi. Melihat raut wajah Dae Young, Sersan Choi bertanya apa yang
terjadi.
“Sesuatu yang
buruk telah terjadi,” ucap Dae Young sambil melihat ke arah tempat tidur Si Jin
yang sudah ada seragam tentara, pistol, dan kalung ID Si Jin.
Si Jin
menghubungi pengawal Mubarrat. “Izinkan aku menggunakan kartu terakhirku. Aku
butuh helikopter. Dan kencan sekali lagi,” ucap Shi Jin.
Mobil Si Jin
melaju kencang menelusuri jalan berkelok dan mendaki.
Bersambung ke episode 12…
Komentar:
Entah kenapa
ucapan Si Jin pada Si Kepala Urusan Luar Negeri dan Keamanan Nasional itu
meninggalkan kesan yang dalam untukku. Kalimat itu seperti pernah kudengar
entah di mana.
“Jika negara tak peduli dengan satu nyawa, bukannya negara itulah
yang bermasalah? Aku tak tahu negara anda, tapi aku akan membela negaraku,
Pak.”
Kalimat ini
adalah salah satu kalimat yang menunjukkan sikap Si Jin yang patriotisme,
nasionalisme, idealisme dan humanisme-nya sebagai manusia. Mungkin kita mengira
Si Jin seperti itu hanya karena keadaan pacarnya sedang terancam. Tidak, sikap
Si Jin yang seperti itu berlaku untuk semua orang. Tak peduli orang itu
beragama apa dan berbangsa apa, sikap Si Jin tak akan berubah.
Mulai
anggota PBB yang disandera di Afganistan, Argus saat menjadi tentara, Fatima,
bahkan Manager Jin. Bukan kah Si Jin menolong mereka? Inilah arti dibalik judul
drama ini “Descendants of the Sun” yang jika diartikan ke dalam bahasa
Indonesia adalah keturunan matahari.
Matahari berarti
bersinar, bercahaya dan terasa hangat. Karakter inilah yang terdapat pada para
tokoh di dalam drama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar