Sabtu, 09 April 2016

Sinopsis Descendants Of The Sun Episode 11 Part 2

Ja Ae menemui Sang Hyun, memberitahukan bahwa hasil lab sudah keluar. Sang Hyun sangat senang karena artinya ia resmi bebas keluar dari karantina. Ja Ae heran karena Sang Hyun belum mendengar hasilnya.

“Demam tinggi, sakit kepala, nyeri jantung dan juga batuk. Gejala awal M3 mirip dengan Ebola, tapi kulitku masih terlihat bersinar, dan kau tetap terlihat cantik, jadi itu artinya penglihatanku baik-baik saja. Gejalaku berasal dari virus tipe lainnya. Virus umum. Aku cuma terkena flu biasa,” ucap Sang Hyun santai.

Ja Ae membuka maskernya dan matanya mulai berkaca-kaca. “Hei, dasar dokter bodoh! Kau terkena flu biasa. Kau tahu aku sangat khawatir,” ucap Ja Ae menangis dan langsung memeluk Sang Hyun.

Tapi kemudian, Ja Ae sadar sendiri dan langsung melepaskan diri dari Sang Hyun. Sang Hyun menarik Ja Ae dan memeluknya lagi. Ja Ae meminta Sang Hyun melepaskannya tapi Sang Hyun tidak mau, karena Ja Ae yang memeluknya lebih dulu.

Sang Hyun memeluk Ja Ae sambil berbisik, “Aku mau sakit, sakit, sakit…” Ja Ae kesal dan memukul Sang Hyun mengatakan Sang Hyun kekanak-kanakkan. Sang Hyun memberikan secarik kertas pada Ja Ae, menyuruh unuk membacanya. ‘Cefotaxime?’ Sang Hyun menanyakan keberadaan Mo Yeon.


Mereka pun membahasnya dengan Mo Yeon tentang Cefotaxime’. Sang Hyun mengatakan ia membacanya dari kasus-kasus yang terjadi di Afrika sebelumnya. Tapi, di antara obat yang dibawa, mereka tidak memiliki Cefotaxime. Dengan semangat Sang Hyun menyuruh cepat menghubungi Daniel dan…

Ja Ae menyela, mengatakan ia sudah menghubungi Daniel dan akan mengantarkan dalam pesanan mereka selanjutnya. Setelah itu Ja Ae langsung pamit pergi. Melihat raut wajah Ja Ae yang cemberut, membuat Mo Yeon bertanya pada Sang Hyun, apakah mereka bertengkar tadi.

“Ini adalah kasus yang disebut dorong dan tarik, ucap Sang Hyun ceria. Mo Yeon menegur Sang Hyun yang masih saja bercanda. “Kau tahu seberapa khawatirnya dia?”


Myeong Ju mengecek suhu tubuhnya sendiri. Kemudian menelepon ayahnya, mengabarkan kalau ia sedang sakit dan menanyakan, apa Ayah belum menerima laporannya. Ayahnya menjawab sudah.

“Tapi, ayah bahkan tidak meneleponku,” protes Myeong Ju

“Mereka bilang kemungkinan selamat adalah 50 %, dan tak ada yang bisa kulakukan sebagai seorang ayah. Tidak ada perintah yang bisa aku keluarkan sebagai Komandan. Tak ada yang bisa kulakukan. Karena itulah aku menunggu telepon anakku tanpa bisa melakukan apapun.” Ucap ayah Myeong Ju.

Myeong Ju mengatakan ia tidak akan kalah dan melawan penyakitnya itu, jadi ia meminta ayahnya untuk tidak khawatir. “Ya. Kau harus melawannya. Ayah berharap kau bisa menang demi ayah.”

Myeong Ju meminta dua permintaan pada ayahnya. Pertama, ia ingin ayah memaafkannya. Karena sebelum berangkat ke Urk, ia pernah mengatakan bahwa ayahnya akan kehilangan dirinya, sebagai putri dan sebagai bawahan. Myeong Ju mengakui ia sudah melakukan kesalahan pada ayahnya.

Kedua, jika ia dapat sembuh, ia memohon agar ayahnya tidak mengeluarkan Dae Young dari tentara. Ia mengakui, hari itu ia mendengar semuanya. Ia sangat bahagia bisa bersama dengan Dae Young, oleh karena itulah ia berpura-pura tidak mengetahuinya. “Maafkan aku, ayah. Ayah mengkhawatirkan aku tapi aku malah hanya khawatir padanya.”

Ayah yang mendengar itu menandakan Myeong Ju memang putrinya. Myeong Ju menyudahi teleponnya mengatakan bahwa waktunya untuk minum obat.

Myeong Ju menutup teleponnya dan ponselnya malah terjatuh dari tangannya. Mo Yeon yang datang ke sana, sangat kaget melihat kondisi Myeong Ju.

Sementara itu, Daniel yang sedang membawakan pesanan obat-obatan, dihadang oleh beberapa orang bersenjata.


Myeong Ju sudah tidak sadarkan diri lagi. Temperatur tubuhnya mencapi 41 derajat celcius. Mo Yeon dan Sang Hyun, bersama beberapa perawat menyiapkan es dan sebagaian tubuh Myeong Ju diletakkan di dalam bak air yang berisi potongan es. Solusi itu adalah solusi sementara untuk menurunkan suhu panas tubuh Myeong Ju sebelum obat yang dibawakan Daniel tiba.

Mo Yeon memberitahukan Si Jin dan Dae Young bahwa Daniel sedang dalam perjalanan. Ponsel Mo Yeon berbunyi, dari Daniel. Daniel mengabarkan kalau truk obatnya dicuri.

Mo Yeon mulai bingung karena mereka cuma punya waktu 1 jam. Sedangkan untuk mengambil obat yang lain dari kota akan butuh waktu 4 jam lagi dan itu sudah sangat terlambat. Mo Yeon tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Tiba-tiba ponsel Si Jin berbunyi, dari Argus. Argus mengajak Si Jin membuat kesepakatan. Si Jin pun mengetahui kalau truk obat mereka dicuri oleh Argus. 


Si Jin dan Dae Young pergi ke tempat yang diberitahukan dan di sana sudah ada tiga orang yang berdiri di depan truk dengan wajah tertutup dan  dengan membawa senjata.

Salah seorang dari mereka membuka penutup wajah dan Si Jin kaget ternyata itu bukan Argus. Si Jin bertanya keberadaan Argus. “Dia sibuk,” jawab anak buah Argus. Anak buah Argus memerlihatkan kunci truk dan Si Jin memerlihatkan sebutir berlian dan memberikannya pada pria itu.

Pria itu mengecek berlian itu, lalu memberikan kunci truk. Si Jin memberikan kunci itu pada Daniel dan mengecek isi bak truk dan kotak obatnya masih di sana. Daniel menganggukkan kepalanya. Si Jin memberikan seplastik kecil berlian pada pria itu. Lalu Daniel pun bisa pergi dengan truk obat itu.

Setelah Daniel pergi, Dae Young langsung menghajar si pria itu. dengan serentak. Beberapa tentara keluar dari balik bukit. Mereka akhirnya menyerah dan meletakkan senjata mereka.

Mo Yeon masih menemani Myeong Ju yang masih di dalam bak berisi es. Seseorang datang, memberitahukan bahwa obat sudah tiba. 


Saat Mo Yeon di luar, ia melihat Fatima dibawa oleh beberapa orang polisi. Saat Mo Yeon bertanya, polisi mengatakan Fatima ditangkap karena mencuri obat di pasar gelap dan menunjukkan surat bukti penangkapan, bahkan mereka punya pernyataan dari saksi. Seorang pria keluar dari mobil polisi, ia adalah Tommy. Tommy membisikkan seusatu pada polisi.

Mo Yeon membela Fatima, mengatakan semua itu sebuah kesalahpahaman. Fatima tidak mencuri, ia yang memberikan obat itu. Polisi tetap akan membawa Fatima, dengan alasan Fatima menjual obat di pasar gelap dan mengatakan Mo Yeon juga saksi di TKP itu.


Ye Hwa dan Ki Bum sedang merebus obat untuk Myeong Ju. Ki Bum merasa aneh, kenapa di jaman modern seperti sekarang, obat untuk virus seperti itu masih belum ditemukan. Ye Hwa mengatakan, obat itu tidak menjual dan jika tidak menjual maka tidak ada uang. Jika tidak ada uang, obat tidak akan dibuat. Oleh sebab itulah, diperlukan orang sepertinya, yang melawan pemerintah dan pergi ke tempat yang tidak diperintahkan untuk mengubah dunia.

Ki Bum berharap Myeong Ju dapat sembuh meminum obat ini. Min Ji dan Ja Ae melihatnya. Min Jin ingin tahu apakah obat herbal itu bisa membantu Myeong Ju. Ja Ae tidak tidak tahu, mereka hanya mencoba apa yang mereka bisa, entah itu pengobatan modern atau pengobatan herbal atau berdoa.

Terdengar suara dari walkie talkie, memberitahukan bahwa obat sudah tiba. Ja Ae dan Min Ji langsung ke sana.


Sang Hyun menyuntikkan obat ke dalam selang infus Myeong Ju dan Min Ji menyuntikkan ke selang infus Young Su. Dae Young yang baru saja tiba, langsung turun dari mobil dan berlari ke Medicube. Ia menemani Myeong Ju sampai pagi sambil menggenggam tangan Myeong Ju, bersama dengan Sang Hyun dan Ja Ae. Setelah semalaman, suhu tubuh Myeong Ju sudah turun menjadi 37.5 derajat celcius. Dae Young menggendong Myeong Ju, memindahkanjnnya ke tempat tidur.


Setelah keadaan lebih tenang, Si Jin keluar dari Medicube. Di luar, bertanya pada Min Ji keberadaan Mo Yeon, karena dari semalam ia belum melihat Mo Yeon.

Min Ji baru ingat dan mengatakan ada polisi datang untuk menangkap Fatima dan Mo Yeon ikut pergi ke kantor polisi. Si Jin kaget mendengarnya, ia tidak yakin apakah itu benar polisi Urk atau bukan.


Si Jin langsung pergi, sendirian mengendarai mobil dengan cukup kencang dan kaget saat melihat Fatima berdiri di tengah jalan dengan tangan dan mulut terikat. Lalu ia menghentikan mobilnya dan berlari mendekati Fatima. Pada saat yang bersamaan, seseorang menembak kaki Fatima, membuat Fatima terjatuh dan untungnya Si Jin berhasil menangkapnya.


Dua orang pria bersenjata keluar dari balik semak-semak tinggi, Si Jin langsung mengambil pistolnya. 

Lalu ia melihat Mo Yeon keluar, diikuti oleh seorang pria lain yang menodongkan senjata ke kepalanya. Mulut dan Mo Yeon juga diikat.

Menyadari keadaan yang tidak menguntungkan, Si Jin meletakkan pistolnya ke jalan. kemudian dua mobil lain datang dan Argus turun dari dalam salah satu mobil. Argus mengikat kaki Fatima yang terluka dengan syalnya sambil mengatakan, sangat disayangkan Fatima sampai terluka, sayangnya lagi dokter (maksudnya Mo Yeon) tidak bisa merawat Fatima sekarang.


Mo Yeon mulai meneteskan air matanya. Si Jin menyuruh Argus menyingkirkan tangannya dari Fatima. Dengan santai Argus mengatakan, “Apa kau tak tahu situasinya sekarang? Kau mau mati? Atau kau mau pacarmu itu terbunuh? Sekarang giliranku untuk memberikan perintah, Kapten. Satu-satunya orang yang tak akan dibunuh oleh orang-orang ini adalah aku.”

“Apa yang kau inginkan?” tanya Si Jin, akhirnya. Argus tersenyum senang dan bertepuk tangan. Ia memberi isyarat pada anak buahnya  untuk membawa Mo Yeon ke dalam mobil.

Argus menceritakan bahwa senjata akan dikirimkan ke Urk Utara pada tengah malam, saat itulah negaranya akan mencoba membunuhnya. Yang perlu dilakukan Si Jin adalah membantunya melarikan diri. Si Jin menatap Argus, sangat marah. Argus berpesan lagi, waktunya nanti malam, tepat jam 10 malam, tidak boleh terlalu cepat ataupun terlalu lambat karena ia tidak ingin menjual dokter itu hanya karena membalas dendam pribadi.

Si Jin menyumpahi Argus, ia akan membunuh Argus dengan tangannya sendiri. Argus hanya tertawa, mengatakan ia akan belajar bahasa Korea demi Si Jin saja. Kemudian Argus pun pergi dengan membawa Mo Yeon bersamanya.

Di mobil, Argus bercerita pada Mo Yeon bahwa ia memiliki banyak kenangan indah di Urk dan ia sangat senang karena malam terakhirnya di Urk akan dihabiskannya bersama seorang yang sempurna seperti Mo Yeon.

Mo Yeon sangat takut dan mulai menangis. Tiba-tiba terdengar suara dari walkie talkie di jaket Mo Yeon dari Si Jin. Si Jin berjanji akan menemukan dan menyelamatkan Mo Yeon karena ia adalah prajurit telaten. Jadi Mo Yeon tak perlu takut dan menangis dan meminta Mo Yeon untuk menunggunya. Mo Yeon semakin menangis mendengar suara Si Jin.

Argus mengambil walkie talkie dan mengatakan pada Si Jin bahwa ia akan menunggunya datang. Kemudian, walkie talkie pun dibuang ke jalan, terlindas oleh ban mobil lainnya.


Si Jin menemui Byung Soo untuk mendapatkan izin menyelematkan Mo Yeon, tapi Byung Soo sama sekali tidak mengizinkannya. Karena Si Jin hanyalah tentara yang bertugas untuk misi perdamaian, bukan menyelamatkan sandera sebagai Komandan Tim Alpha.

Byung Soo menunjukkan lampu yang berkedip pada telepon di atas mejanya, lampu nomor dua adalah komandan dan lampu nomor tiga adalah Blue House. Ia bertanya pada Si Jin, apa yang akan Si Jin lakukan.


Byung Soo menekan nomor tiga dan tersambung dengan Kepala Urusan Luar Negeri dan Keamanan Nasional. Ia apa benar sudah terjadi penculikan. Byung Soo berbohong, mengatakan bukan penculikan. Si Jin langsung menyela, mengatakan itu adalah penculikan dan mengatakan penyandera berjumlah sekitar 15 orang dan semuanya bersenjata.

Si Kepala Urusan Luar Negeri dan Keamanan Nasional menyuruh Si Jin merahasiakan ini hingga perintah selanjutnya dan ia menyuruh mereka bersiap saja. Si Jin berteriak, “Tak ada waktu! Kita tak punya banyak waktu sekarang. Tergantung situasi daruratnya. Aku akan memulai gerakan penyelamatan, Pak.” 

Si Kepala Urusan Luar Negeri dan Keamanan Nasional ini sangat marah, Si Jin sudah menimbulkan masalah saat tamu VIP dulu dan ia sudah menutupinya untuk Si Jin. “Ini bukan masalah individual saja. Ini adalah masalah tingkat nasional!” teriaknya.

“Jika negara tak peduli dengan satu nyawa, bukannya negara itulah yang bermasalah? Aku tak tahu negara anda, tapi aku akan membela negaraku, Pak.” ucap Si Jin geram, lalu keluar dari markas.



Byung Soo memaki Si Jin. Ia mematikan telepon dan memanggil siapa saja di luar agar mencegah Si Jin pergi.
Saat akan keluar dari camp, pintu gerbang ditutup. Si Jin sangat geram dan meminta mereka menyingkir, ia tidak mau melukai satu orang pun. Salah seorang prajurit yang menjaga pintu gerbang, dan memberikan teleponnya pada Si Jin. Dari komandan Tim khusus, Letjen Yoon, ayah Myeong Ju.

Letjen Yoon memberikan waktu 3 jam untuk Si Jin. Selama 3 jam, ia tidak akan mengetahui keberadaan Si Jin dan Si Jin bukan Kapten Tim Alpha ataupun Kapten Mowuru, dan juga bukan Tentara Republik Korea. “Apa kau keberatan?”. Si Jin setuju dan pembicaraan pun usai.


Si Jin kembali ke camp Mowuru, ia berbicara dengan Dae Young melalui walkie talkie, menanyakan keadaan Myeong Ju. Dae Young mengatakan Myeong Ju masih belum sadar dan demannya sudah turun. Ia merasa, Myeong Ju sudah bisa mendengarkan mereka bicara. Si Jin mengungkapkan rasa syukurnya dan memberitahukan Dae Young ia akan keluar sebentar, tapi ia tidak bisa menemui Dae Young sebelum pergi.


Dae Young menanyakan ke mana Si Jin akan pergi. Tapi di saat bersamaan, Myeong Ju mulai sadar. Dae Young mengatakan kalau ia akan menghubungi Si Jin nanti. Lalu Dae Young mematikan walkie talkie dan memanggil dokter.


Si Jin sudah mengganti bajunya dengan pakaian biasa, tidak memakai seragam lagi. Lalu pergi ke wanita pemilik bar dan membeli senjata lain di sana.



Argus membuka selotip yang menutupi mulut Mo Yeon. Argus menyuruh Mo Yeon mengatakan apa pun yang Mo Yeon butuhkan padanya. Dalam bahasa Korea, Mo Yeon mengatakan ia tidak tahu kenapa ia dibawa ke sana tapi tubuhnya tidak berharga karena yang ia memiliki banyak hutang.

Argus tidak senang mendengarnya karena tidak mengerti apa yang dikatakan Mo Yeon, lalu memukul wajah Mo Yeon dengan pistol itu, menyuruhnya untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Argus mengatakan ia bukan seorang pria yang baik terutama saat memegang senjata. Jadi Mo Yeon bisa saja tertembak. Argus meletakkan pistol di kepala Mo Yeon, mengancam akan menembak Mo Yeon.

Lalu Argus menjauhkan pistol dari kepalanya, Mo Yeon baru bisa menghela nafas lega. Argus mengatakan, Si Jin adalah seorang pria yang cerdas, lucu, dan misterius tapi mempunyai banyak rahasia. Si Jin akan menghilang dan sulit dihubungi, hingga suatu hari Si Jin tidak akan pernah kembali. Argus menyarankan Mo Yeon untuk putus dari Si Jin sekarang juga.

Air mata Mo Yeon pun menetes. Mo Yeon masih berbicara dengan bahasa Korea, “Jika kau mau mengatakan itu, kau harus menyediakan banyak uang dan segelas air. Kenapa kau memintaku putus tanpa memberiku apa-apa? Kau penasaran dengan apa yang aku katakan, ‘kan? Kau tak berhak mengetahuinya, dasar sampah!”

Argus tersenyum dan mengatakan Mo Yeon wanita yang keras kepala.


Di camp, Dae Young menghubungi Si Jin melalui walkie talkie. Tidak ada jawaban dari Si Jin. Dae Young juga menghubungi ponselnya, tapi lagi-lagi tidak ada jawaban.

Sersan Choi datang, Dae Young menanyakan kapan Si Jin pergi. Sersan Choi mengatakan Si Jin melewati gerbang utama jam 17:30. Dae Young juga menanyakan keberadaan Mo Yeon. “Dia pergi ke kantor polisi semalam dan sampai sekarang belum kembali,” lapor Sersan Choi. Melihat raut wajah Dae Young, Sersan Choi bertanya apa yang terjadi.

“Sesuatu yang buruk telah terjadi,” ucap Dae Young sambil melihat ke arah tempat tidur Si Jin yang sudah ada seragam tentara, pistol, dan kalung ID Si Jin.


Si Jin menghubungi pengawal Mubarrat. “Izinkan aku menggunakan kartu terakhirku. Aku butuh helikopter. Dan kencan sekali lagi,” ucap Shi Jin.


Mobil Si Jin melaju kencang menelusuri jalan berkelok dan mendaki.
Bersambung ke episode 12…

Komentar:
Entah kenapa ucapan Si Jin pada Si Kepala Urusan Luar Negeri dan Keamanan Nasional itu meninggalkan kesan yang dalam untukku. Kalimat itu seperti pernah kudengar entah di mana.

“Jika negara tak peduli dengan satu nyawa, bukannya negara itulah yang bermasalah? Aku tak tahu negara anda, tapi aku akan membela negaraku, Pak.”

Kalimat ini adalah salah satu kalimat yang menunjukkan sikap Si Jin yang patriotisme, nasionalisme, idealisme dan humanisme-nya sebagai manusia. Mungkin kita mengira Si Jin seperti itu hanya karena keadaan pacarnya sedang terancam. Tidak, sikap Si Jin yang seperti itu berlaku untuk semua orang. Tak peduli orang itu beragama apa dan berbangsa apa, sikap Si Jin tak akan berubah.

Mulai anggota PBB yang disandera di Afganistan, Argus saat menjadi tentara, Fatima, bahkan Manager Jin. Bukan kah Si Jin menolong mereka? Inilah arti dibalik judul drama ini “Descendants of the Sun” yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah keturunan matahari.

Matahari berarti bersinar, bercahaya dan terasa hangat. Karakter inilah yang terdapat pada para tokoh di dalam drama ini.
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar