Minggu, 03 April 2016

Sinopsis Descendants of the Sun Episode 9 Part 1




Mo Yeon segera berlari kembali ke tempat penyiaran, mengambil ponselnya sambil melirik Si Jin yang ternyata juga ada di sana, lalu berlari keluar dari ruangan itu.


Si Jin tersenyum senang melihat Mo Yeon yang pastinya sangat malu karena perasaannya diketahui tidak hanya oleh dirinya, tapi oleh semua orang yang ada di camp. Daniel berkomentar, musik benar-benar mengubah banyak hal. “Kurasa aku di tengah perubahan itu,” sahut Si Jin, kemudian berlari melompati jendela.


Sementara, Mo Yeon menuruni tangga sambil terus bergumam karena sangat malu pada semua orang, khususnya Si Jin. Saat ia hendak keluar dari bangunan itu, pada saat yang bersamaan Si Jin membuka pintu dan masuk ke dalam. Mo Yeon sangat kaget, tidak mengerti bagaimana Si Jin bisa ada di depannya, padahal tadi Si Jin ada di atas.

Si Jin sangat senang, ia merasa sedang di atas angin. Mo Yeon sangat kesal karena Si Jin sengaja mendengar rekaman dari ponselnya. Si Jin membantah, ia hanya tidak sengaja mendengarkannya. “Kalau tidak sengaja, kenapa kau tidak menutup telingamu?” tuntut Mo Yeon kesal.

Si Jin mendekati Mo Yeon, membuat Mo Yeon melangkah mundur. Si Jin mengatakan Mo Yeon itu sangat imut, saat merasa akan mati, Mo Yeon mengakui perasaannya, tapi di saat sudah selamat, Mo Yeon mengubah pikirannya. “Suara itu suaramu, kan?” tanya Si Jin.

“Bukan suaraku”, bantah Mo Yeon.

“Tapi itu ponselmu.”

“Bukan, ini bukan ponselku.” bantah Mo Yeon lagi. Kemudian ia memarahi dirinya sendiri karena terlalu banyak bicara. Si Jin mengatakan ia merasa terhormat bisa masuk dalam surat wasiatnya Mo Yeon.


Mo Yeon hendak mau pergi, tapi Si Jin menahan tangannya. Ia berusaha menipu Si Jin dengan menunjuk ke belakang Si Jin seolah-olah ada sesuatu. Namun Si Jin mengatakan ia tidak akan tertipu lagi oleh Mo Yeon. 

“Jangan mencampakkan aku lagi. Apa kau tahu berapa kali kau mencampakkan aku?” keluh Si Jin. Dan menarik tangan Mo Yeon untuk mendekat. Sekarang ia ingin mendengar sendiri dari Mo Yeon apakah itu pengakuan Mo Yeon atau bukan.

“Baiklah. Aku akan mengatakan padamu. Jadi lepaskan aku,” ucap Mo Yeon. Si Jin menatap Mo Yeon, tidak percaya. “Aku benar-benar akan mengatakannya,” ucap Mo Yeon lagi.

“Benarkan?” Si Jin masih belum percaya. Tapi akhirnya Si Jin melepaskan tangan Mo Yeon. Dan sedetik kemudian, Mo Yeon berbalik dan kabur seeprti peluru.


Si Jin tidak habis pikir dengan sikap Mo Yeon, tapi kemudian ia tertawa kecil, merasa sikap Mo Yeon itu sungguh imut. Dan ia tidak mengejar Mo Yeon.


Ja Ae dan Sang Hyun sedang jalan berdua, sambil membicarakan tentang Mo Yeon dan Si Jin. Ja Ae berpikir, pepatah orang yang mengatakan bunga bahkan mekar di saat perang ada benarnya juga, orang-orang bermesraan bahkan setelah gempa terjadi.

Sang Hyun sependapat. Setelah melalui bencana yang besar, ia berharap Ja Ae juga mau bertindak seperti yang lainnya. Tapi Ja Ae tidak mau. Sang Hyun menggoda Ja Ae dengan menyinggung tentang wasiat yang ia katakan pada Ja Ae malam kemarin, tentang folder itu.

Ja Ae langsung marah-marah, menyuruh Sang Hyun segera menghapus folder itu. Ja Ae mengasihani folder itu karena harus berisi file-file rahasia Sang Hyun. Ja Ae kesal, langsung pergi meninggalkan Sang Hyun.


Di balik sebuah bangunan, tiga tentara yang lain, Sersan Choi, Sersan Lim, dan Sersan Kong, juga sedang membicarakan Si Jin dan Mo Yeon juga. Sersan Lim yang memenangkan taruhan. Sersan Choi kalah dan membayar sejumlah uang untuk Sersan Lim, tapi Sersan Choi terus bicara, menunda-nunda memberikannya. Sersan Lim sudah mengulurkan tangannya berkali-kali, tidak berhasil mendapatkan uangnya.

Sersan Kong berpikir, sepertinya sekarang mereka harus memanggil Dr. Kang dengan sebutan ‘kakak ipar’. Sersan Choi protes, karena Dr. Kang dan Kapten harus menikah terlebih dahulu, baru bisa Dr. Kang dipanggil ‘kakak ipar’. Sersan Choi juga kesal karena ia tidak menyukai Mo Yeon dan tidak percaya seorang dokter yang cantik dan mendapatkan bayaran yang tinggi mau berkencan dengan tentara.

Menurut Sersan Choi, Dr. Kang menyukai Si Jin hanya karena Dr. Kang berada jauh dari Korea. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan Dr. Kang akan berubah pikiran. Dokter Kang pasti akan meminta Si Jin untuk pindah tugas, ataupun berhenti menjadi tentara. 

Melihat kedua temannya terbengong, Sersan Choi kesal sendiri, mengatakan kalau kedua temannya itu tidak akan mengerti. Lalu Sersan Choi pergi begitu saja sambil memasukkan kembali uangnya ke dalam sakunya.

Sersan Kong menanyakan tentang istri Sersan Choi pada Sersan Lim. Sersan Lim mengatakan istri Sersan Choi persis seperti Dr. Kang, memiliki pendapatan yang bagus karena tokonya berjalan dengan baik dan juga cantik. Sersan Kong tidak mengerti, jika istri Sersan Choi miri dengan Dr. Kang, tapi kenapa Sersan Choi tidak menyukai Dr. Kang?

Sersan Lim tidak menjawab, ia baru sadar Sersan Choi belum membayarnya. Ia berdiri dan mengejar Sersan Choi.


Mo Yeon memimpin rapat dengan tim medis. Mo Yeon membicarakan tentang persediaan obat, tapi Sang Hyun menyela, menebak kalau Mo Yeon yang ‘menembak’ Si Jin lebih dulu. Ja Ae menyahut, menebak kebalikan dari Sang Hyun, Si Jin lebih dulu yang ‘menembak’ Mo Yeon. 

Mo Yeon mengatakan mereka adalah orang yang berpendidikan, jadi ia meminta mereka membicarakan masalah itu di belakangnya saja. Lalu Mo Yeon kembali pada rapat dan meminta teman-temannya untuk fokus. Mo Yeon ingin berbicara tentang tim medis yang akan kembali ke Korea besok.

Tapi Sang Hyun kembali menyela, menebak kalau hari jadian Mo Yeon dan Si Jin hari ini. Ja Ae membantah,  kalau besok adalah hari jadiannya. Lalu Min Ji yang menyela, membenarkan ucapan Sang Hyun, kalau normalnya, hari ini adalah hari jadiannya.

Mo Yeon kesal dan menyuruh teman-temannya berhenti membicarakan itu. Tapi saat memulai kembali rapat, ia malah salah bicara. Teman-teman Mo Yeon menertawakan Mo Yeon, yakin kalau Mo Yeon sudah jadian.
Mo Yeon pun kesal, Kenapa kalian semuanya tidak kembali saja ke Korea sana?. Teman-teman Mo Yeon semakin puas menertawakan Mo Yeon.


Chi Hoon hendak memeriksa tekanan darah Min Jae. Tapi Chi Hoon masih belum bisa menghadapi Min Jae, tangannya gemetar dan kepercayaan dirinya hilang.


Min Jae kesal dan berteriak pada Sang Hyun yang sedang memeriksa pasien lain, ia meminta dokter lain yang memeriksanya. Sang Hyun menanyakan alasannya, lagipula Chi Hoon orang pertama yang menemukannya. Min Jae menyahut, karena itulah ia mau gila mengingat kejadian itu lagi.

Sang Hyun mendekati Min Jae, bertanya sama siapa Min Jae ingin diobati. Ia mengusulkan Dr Daniel? Kau tak bisa berbahasa Inggris. Atau Jang Joon Hyuk? Tapi, dia sudah mati. 

Sang Hyun mengatakan kalau dokter bukanlah sebuah channel TV yang bisa diganti semau Min Jae. Jadi ia meminta Min Jae untuk membiarkan Chi Hoon mengobati Min Jae jika Min Jae memang mau sembuh. Sebelum pergi, Sang Hyun juga berpesan pada Chi Hoon untuk mengobati Min Jae dengan baik.


Sang Hyun pindah ke pasien yang lain, diam-diam Sang Hyun melirik ke arah Chi Hoon, memperhatikan tingkah laku antara Chi Hoon dan Min Jae.

Mo Yeon keluar dari medicube dan saat ada tentara yang lewat, ia berpura-pura merenggangkan ototnya membelakangi mereka. Saat tentara itu menjauh, Mo Yeon baru bisa bernafas lega dan memilih jalan yang lain. 

Mo Yeon mengintip dari balik dinding untuk memastikan keadaan aman, ia baru keluar. Tapi baru saja dua langkah, ternyata ada lagi tentara yang lewat.


Mo Yeon langsung berbalik dan kaget saat melihat Myeong Ju ada di depannya. Myeong Ju bertanya apa yang sedang dilakukan Mo Yeon. Mo Yeon menjawab, tida melakukan apa-apa. Myeong Ju tidak percaya, ia merasa Mo Yeon sedang mencoba bersembunyi dari rasa malu. Mo Yeon tidak menyangkal, dan menyuruh Myeong Ju mengurus urusannya sendiri saja. 
 
“Ternyata kau berani juga ya? Bagaimana kau bisa berpikir berkencan dengan Big Boss Tim Alpha?”, tanya Myeong Ju.

Mo Yeon meminta izin menanyakan satu hal pada Myeong Ju. Ia ingin tahu apakah memiliki pacar seorang tentara tidak mengganggu Myeong Ju karena pekerjaan Sersan Seo sama berbahayanya dengan Kapten Yoo.

Myeong Ju menjawab, ia tidak khawatir dan takut dengan pekerjaannya. Yang ia takutkan jika berada jauh darinya. Ia tidak merasa khawatir lagi sekarang karena bersama-sama bertugas di sini. Mo Yeon tertegun memikirkan jawaban Myeong Ju.

Si Jin duduk di tangga di depan kantor komandonya sambil menatap batu putih dan melempar-lempar dan menangkap kembali batu itu.


Myeong Ju menangkap batu itu. Ia bertanya kenapa Si Jin duduk sendirian di sana. “Aku merenungkan sesuatu. Omong-omong, bisakah ia mengajukan pertanyaan? Apakah tidak mengganggumu memiliki pacar seorang tentara? “ tanya Si Jin.

Myeong Ju mengomel sendiri, kesal karena Mo Yeon juga mengajukan pertanyaan yang sama padanya dan menyuruh Si Jin berbicara pada Mo Yeon.

Si Jin ingin tahu apa yang Myeong Ju katakan pada Mo Yeon. Tapi Mo Yeon tidak mau memberitahukan Si Jin, ia menyuruh Si Jin menanyakan langsung pada Mo Yeon.

Lalu Myeong Ju teringat dengan batu yang masih ia pegang dan bertanya untuk apa batu itu. Kau mau melempari siapa? tanya Myeong Ju. Si Jin meminta batunya kembali karena ia sedang memikirkannya.

Myeong Ju menolak memberikannya dan menantang Si Jin untuk mengambilnya sendiri. Myeong Ju berjalan mundur. “Jangan lakukan sesuatu yang akan kau sesali,” ucap Shi Jin.


Dan ternyata, Myeong Ju malah menabrak seseorang dibelakangnya. Dan itu adalah Dae Young. Myeong Ju masih marah dan berniat pergi, tapi Dae Young menahannya,“Sudah kubilang kau akan menyesal,” ucap Shi Jin, menggoda Myeong Ju. Dae Young mengomentari Si Jin dan Myeong Ju yang kelihatannya sangat akrab.


Myeong Ju kesal, memangnya ia tidak boleh berteman dengan pria lain. Dae Young mengomentari Myeong Ju yang sepertinya masih marah padanya. “Siapa yang tidak marah? Memangnya aku memintanya tiga kali dalam sehari setiap habis makan. Bagaimana bisa kau melarikan diri saat aku memintanya. Berguling sana seumur hidupmu,” marah Myeong Ju.

Si Jin berdiri dari tangga dan mendekati Myeong Ju dan Dae Young, menggoda Myeong Ju yang meminta sesuatu tentang pria dan wanita. Myeong Ju membantahnya, kalau yang ia inginkan hanya Dae Young memegang tangannya dan memeluknya saja. Tetapi Dae Young hanya memegang bahunya atau lengannya. Myeong kesal karena Dae Young benar-benar bodoh.

Myeong Ju mengembalikan batu itu pada Si Jin dan menyuruhnya melemparkan batu itu pada Dae Young saja. Setelah itu, Myeong Ju pun pergi. Si Jin tertawa geli menggoda Dae Young. Dae Young menyuruh Si Jin berhenti karena kalau Si Jin terus seperti itu, tidak tahu apa yang akan ia lakukan pada Si Jin.

Si Jin malah menantang, “Kenapa? Apa kau akan memegang bahuku juga?” lalu  berbalik masuk ke dalam kantor, sambil mengatai Dae Young yang kaku dan bodoh. Dae Young menghela nafasnya dan berpaling, melihat Myeong Ju yang berjalan menjauh. Myeong Ju terlihat masih marah menendang batu yang ada di depannya.


Esok paginya, seperti biasa para tentara berlari mengelilingi camp tanpa mengenakan baju. Mo Yeon, Min Ji, dan Ja Ae menikmati pemandangan itu. Min Ji dengan usilnya menipu Mo Yeon dengan mengatakan, “Kapten Yoo, Annyeong haseyo.” 


Mo Yeon langsung kaget dan berlari tanpa menoleh kebelakang. Min Ji heran melihat tingkah Mo Yeon dan berkomentar, Mo Yeon itu gampang sekali ditipu dan berlari hingga ke kantor Si Jin dan beristirahat di bawah jendela, tanpa menyadari Si Jin sedang melamun menyanggah dagu dengan tangannya. 


Mo Yeon kaget setengah mati saat melihat Si Jin yang tersenyum senang melihatnya. Mo Yeon heran kenapa Si Jin bisa ada di sana.
 
“Aku memang ada di sini dari tadi,” ucap Shi Jin dengan ekpresi super cute. Mo Yeon baru sadar kalau ia dikerjai oleh Min Ji dan menjadi kesal sendiri. “Kenapa? Apa mereka menggodamu lagi?” tanya Shi Jin.

“Ini semua karena kau!” kesal Mo Yeon. Ia kaget sendiri dengan jawaban spontannya itu dan Si Jin makin senang mendengarnya. Mo Yeon mengatakan kalau ia sibuk dan akan pergi rapat. Mo Yeon akan pergi tapi Shi Jin memegang tangan Mo Yeon. Si Jin mengajak Mo Yeon pergi bersamanya karena ia juga harus ke sana. Mo Yeon menolak, mengatakan akan pergi sendiri. “Bagaimana kalau kau berada dalam bahaya lagi?”, desak Shi Jin.

“Aku akan menghubungimu jika itu terjadi”, sahut Mo Yeon. Shi Jin bertanya kenapa Mo Yeon terus menghindarinya saat ia mengakui perasaannya pada Mo Yeon. Dan sekarang juga menghindarinya, setelah Mo Yeon menyebut namanya di dalam wasiat Mo Yeon itu. Mo Yeon membantah, itu bukan wasiatnya.


 “Bukannya kau bilang hatimu merasa bahagia?” ucap Si Jin. Lagi-lagi Mo Yeon membantah, itu bukan suaranya.

Si Jin mengatakan ia tidak meminta Mo Yeon mengakui perasaan Mo Yeon yang sebenarnya. Si Jin meminta Mo Yeon untuk tidak malu karena ia mengetahui perasaan Mo Yeon karena itu tidak mengubah kenyataan kalau dirinya lebih menyukai Mo Yeon.

Si Jin memuji Mo Yeon yang terlihat cantik hari ini. Mau tidak mau Mo Yeon tersenyum, tersipu malu dan mulai luluh. Si Jin melihat Dae Young yang datang, lalu ia berpesan akan menemui Mo Yeon di gerbang depan 10 menit lagi. Lalu, Si Jin menutup jendela bagian dalam.

Mo Yeon menutup daun jendela yang bagian luar dan pada saat yang bersamaan, Myeong Ju muncul dan terlihat penasaran kenapa Mo Yeon bisa ada di sana, tapi Myeong Ju tidak bertanya apa pun pada Mo Yeon.


Setelah Mo Yeon pergi, Myeong Ju membuka kembali daun jendela itu dan pada saat yang bersamaan, Dae Young juga membuka daun jendela yang satunya lagi. Myeong Ju kaget tapi sesaat kemudian wajahnya berubah, Myeong Ju masih kesal pada Dae Young. Myeong Ju cepat-cepat berlalu dari sana.

Ki Bum sedang membaca buku untuk ujian kelulusan SMA dan Ye Hwa sedang membantu mengobatinya dengan metode akupuntur. Ki Bum memuji Ye Hwa yang seorang suster tapi pintar akupuntur. Ki Bum bertanya apakah Ye Hwa juga belajar pengobatan cina.

Ye Hwa berkata kalau ia tidak pernah belajar, ia hanya melihatnya dari ayahnya yang seorang dokter pengobatan cina. Ki Bum sangat kaget, khawatir pengobatan Ye Hwa itu malah membuat kondisinya buruk. Ki Bum hendak berdiri, tapi Ye Hwa memarahi Ki Bum. Terpaksa Ki Bum kembali berbaring.

Ki Bum bertanya dari mana asal Ye Hwa karena aksen bicara Ye Hwa agak sedikit berbeda.  Ye Hwa mengaku ia orang goryeo. Ki Bum langsung kaget, berpikir kalau Ye Hwa benar-benar dari Goryeo. Teman Ki Bum melemparkan bajunya pada Ki Bum, kesal karena Ki Bum tidak tahu tentang hal itu saja. Ye Hwa berpikir kalau Ki Bum tidak akan lulus ujian.


Si Jin dan Mo Yeon dalam perjalanan selesai dari rapat dengan para staf PBB. Mo Yeon merasa rapatnya sama sekali tidak terkesan kaku. Ia tidak pernah menyangka kalau staf PBB itu orang-orangnya sangat menyenangkan. “Mereka hanya bertemu di saat-saat darurat, jadi humor itu adalah suatu keharusan…,” ucap Si Jin.

Mo Yeon merasa kondisi seperti itu mirip dengan Si Jin. Si Jin selalu bercanda di dalam keadaan yang buruk. Tapi menurut Shi Jin, bersikap serius dalan keadaan serius hanya akan memperburuk keadaan. Mo Yeon menanyakan bagaimana perasaan Si Jin saat harus melakukan sesuatu yang harus dilakukan. “Apa kau merasa bangga?”

“Aku kesal karena tak bisa punya pacar,” sahut Si Jin. Mo Yeon tertawa. Lalu Shi Jin bertanya berapa banyak pacar yang sudah dimiliki oleh Mo Yeon. Mo Yeon tertawa, tidak percaya Si Jin bertanya tentang itu padanya. Si Jin mendesak, siapa lagi yang bisa menanyakan itu pada Mo Yeon.


Mo Yeon tertawa dan berpikir jawaban yang akan ia berikan pada Si Jin. Pada saat itu, tiba-tiba sesuatu meledak di bawah mobil yang mereka naiki dan mobil menjadi sulit dikendalikan, hingga menabrak sesuatu dan akhirnya berhenti.

Mo Yeon bertanya pada Si Jin, apa yang terjadi. Si Jin menyuruh Mo Yeon diam di tempat dan mengatakan akan memeriksanya. Si Jin mengambil batu kecil dan melempar ke arah belakang mobil, tidak terjadi apa-apa. Si Jin mengatakan pada Mo Yeon, jika ia tidak salah, di sini ada ranjau di sana.

Si Jin kembali mengambil suatu benda yang lebih besar dari dalam mobil dan melempar dengan jarak lebih jauh dan terjadi ledakan.  Mo Yeon pun panik menanyakan, “Apa benar itu ranjau? Apa kita tadi melewatinya?”

Si Jin membenarkan, mungkin gempa sudah membuat ranjau itu berpindah ke sini. Si Jin memperingatkan Mo Yeon untuk tidak pergi sendirian karena mereka dikelilingi oleh ranjau. Mo Yeon mencoba mengambil ponselnya, tapi tidak ada sinyal. Begitu juga dengan walkie talkie-nya Si Jin.

Si Jin mengambil tas dan beberapa bendera merah dan benda yang lain. Ia memberitahukan Mo Yeon bahwa mereka harus keluar dari sana. Ia mengingatkan Mo Yeon untuk melangkah tepat di tempat ia berpijak sebelumnya. Ia berjanji Mo Yeon tidak akan mati, jadi Mo Yeon tidak usah khawatir. Mo Yeon tersenyum.


Mo Yeon berjalan mengikuti Si Jin yang terus memeriksa permukaan tanah. Mo Yeon bertanya apa yang terjadi jika seandainya mereka menginjak ranjau. “Tidak ada yang bisa dilakukan. Tidak seperti di film, jika kau menginjak ranjau, maka ranjau akan meledak,” jelas Si Jin.

Si Jin menemukan satu ranjau dan meminta bendera merah pada Mo Yeon. Si Jin mengatakan satu-satunya cara menghindari ranjau adalah dengan melangkah perlahan. “Jadi rileks saja dan nikmati pemandangan ‘seksi’ ini,” ucap Si Jin lagi.

Mo Yeon tertawa kecil, mengatakan kalau leluconnya Si Jin bermanfaat pada saat seperti sekarang. Si Jin membenarkan kalau lelucon dapat membuat rileks, tapi leluconnya sebuah fakta. Mo yeon tertawa, mengatai Si Jin yang narsis.

Mereka perlahan-lahan berjalan menghindari banyak ranjau yang dipasangi bendera. Mo Yeon berjongkok menghela napas lega setelah berhasil melewati ranjau. Ia mengeluh kenapa ia selalu berada di ambang kematian dan telah merusak dua mobil. Si Jin membenarkan itu.

“Aku selalu ingin seperti di film romantis tapi jadinya seperti di film laga. Kau telah merusak dua mobil. Apa kau tak mau merusak lipstikmu juga? Kau membawa lipstikmu kan?” tanya Si Jin.


Si Jin memasang sebuah papan untuk menuliskan peringatan di sana dengan menggunakan lipstick Mo Yeon. Mo Yeon menambahkan gambar tengkorak di sana, mengatakan kalau tidak semua orang mengerti bahasa inggris. Si Jin tersenyum, menyetujui ide Mo Yeon.


Si Jin dan Mo Yeon berjalan kaki pulang ke kamp. “Aku bukannya mau mengeluh. Hanya mau meluruskannya saja. Apa kita harus berjalan kaki kembali ke camp?” tanya Mo Yeon.

Si Jin menjawab, untuk saat ini sepertinya begitu dan akan sampai besok pagi jika hanya dengan kecepatan seperti ini.

Mo Yeon mendesah kecewa. Si Jin mengatakan jika bosan berjalan kaki, mereka bisa berjalan sambil berpegangan tangan. “Tidak, terima kasih”, sahut Mo Yeon, spontan. Si Jin mengingatkan kalau Mo Yeon menyebut namanya dalam rekaman wasiat Mo Yeon. Mo Yeon menyangkal hal itu.

Si Jin mengeluh, merasa tidak mendapatkan hadiah setelah menyelamatkan Mo Yeon. Sikap Mo Yeon sangat berbeda antara sebelum dan setelah bahaya terjadi, Mo Yeon berbeda saat pagi dan sore hari. “Aku? Memangnya aku seperti apa pada saat malam dan pagi hari?”.

“Pagi hari, kau sangat cantik. Malam hari, kau semakin cantik,” goda Si Jin. Mo Yeon tidak percaya pada Si Jin. Ia meminta Si Jin jujur padanya. “Kau pasti sudah mengencani banyak gadis, kan?”.

Si Jin mengeluh kenapa wanita selalu menanyakan itu padanya. Mereka marah kalau ia bilang ya dan tidak percaya kalau ia bilang tidak. Mo Yeon bertanya siapa yang marah dan siapa yang tidak percaya.

Si Jin tidak menjawab dengan mengalihkan pada truk yang akan lewat. Mo Yeon menebak manta Si Jin sudah sebanyak penumpang truk itu kan?


Mo Yeon berdiri di tengah jalan dan melambaikan tangannya. Tapi truk itu tidak mau berhenti dan Si Jin sampai harus menarik Mo Yeon ke pinggir. “Sepertinya penduduk lokal tidak menganggapmu cantik,” goda Si Jin.

Mo Yeon merengut kesal dan untungnya ada truk lagi yang akan lewat. Si Jin bertanya apa Mo Yeon mau mencegat truk itu dengan menggunakan pistol. Si Jin mengeluarkan pistolnya, tapi Mo Yeon langsung mencegahnya, menyuruh Si Jin diam di tempat. Mo Yeon melambai-lambaikan tangannya lagi dan truk itu hanya melewati mereka.

“Aku suka idemu. Cepat curi truknya,” ucap Mo Yeon. Si Jin menunjuk ke belakang dan ternyata truk itu berhenti dan sopirnya melambaikan tangan, mengajak Si Jin dan Mo Yeon naik.


Setelah mendapat tumpangan, Mo Yeon memuji di negara mana pun petani pasti baik. Si Jin berkomentar, Mo Yeon mengatakan hal berbeda saat sebelum dan sesudah mendapat tumpangan. Mo Yeon tersenyum, lalu berterima kasih karena Si Jin menyelamatkan hidupnya lagi.

Si Jin merasa ia malah jauh lebih aman saat Mo Yeon berada di belakangnya. Mo Yeon tersenyum lagi dan berkata mulai sekarang ia akan hidup dengan baik. “Dengan orang lain?” tanya Si Jin. “Jika dengan pria lain, kau tak perlu hidup bahagia.”

Lalu Shi Jin bertanya tentang jawaban yang diberikan Myeong Ju saat Mo Yeon bertanya tentang perasaan memiliki pacar seorang tentara. Mo Yeon mengira Myeong Ju pasti melapor pada Si Jin, tapi Si Jin mengatakan Myeong Ju menyuruhnya menanyakan langsung apa jawabannya pada Mo Yeon.

“Letnan Yoon bilang berpisah dari kekasihnya lebih menakutkan daripada pekerjaan kekasihnya itu,” ucap Mo Yeon. Si Jin menanyakan bagaimana dengan mereka, apakah mereka akan segera berpisah. Si Jin bertanya apakah nama Mo Yeon ada dalam daftar penumpang yang akan kembali ke Korea.

Mo Yeon mengatakan tidak. Namanya tidak ada dalam daftar itu karena Si Jin. Ia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Si Jin. Mo Yeon tersenyum, mengatakan kalau ia baru saja mengakui perasaannya pada Si Jin. “Haruskan aku minta maaf?” tanya Mo Yeon.

Si Jin menanyakan menurut Mo Yeon bagaimana responnya sekarang. Tanpa jawaban dari Mo Yeon, Si Jin menarik tangan Mo Yeon dan langsung mengecupnya. Lalu berhenti melihat bagaimana reaksi Mo Yeon. Kali ini Mo Yeon tidak menolak, bahkan ia memulai berbalik Si Jin lagi.
Bersambung  ke part 2…

Komentar:
Akhirnya, Mo Yeon dan Si Jin sudah resmi kembali berpacaran. Tidak sia-sia juga usaha Si Jin selama ini untuk tidak pernah menyerah, meski sudah ditolak sebanyak tiga kali. Itu karena Si Jin tahu Mo Yeon menyukainya tetapi pekerjaannya membuat Mo Yeon ragu untuk menerimanya. Jadi ia tidak memaksa Mo Yeon dan memberikannya waktu dan ruang untuk berpikir, bahkan di saat suara rekaman wasiat Mo Yeon telah disiarkan, Si Jin pun tak memaksa Mo Yeon. Ia bersabar menunggu Mo Yeon hingga Mo Yeon bisa menerimanya.


Mungkin jawaban Myeong Ju juga yang membuat Mo Yeon sadar dan berani menerima Si Jin. Bukan pekerjaan kekasihnya yang membuatnya takut dan khawatir, tapi yang paling ditakutinya berada jauh dari kekasihnya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar