Mo Yeon
segera berlari kembali ke tempat penyiaran, mengambil ponselnya sambil melirik
Si Jin yang ternyata juga ada di sana, lalu berlari keluar dari ruangan itu.
Si Jin
tersenyum senang melihat Mo Yeon yang pastinya sangat malu karena perasaannya
diketahui tidak hanya oleh dirinya, tapi oleh semua orang yang ada di camp.
Daniel berkomentar, musik benar-benar mengubah banyak hal. “Kurasa aku di
tengah perubahan itu,” sahut Si Jin, kemudian berlari melompati jendela.
Sementara, Mo
Yeon menuruni tangga sambil terus bergumam karena sangat malu pada semua orang,
khususnya Si Jin. Saat ia hendak keluar dari bangunan itu, pada saat yang
bersamaan Si Jin membuka pintu dan masuk ke dalam. Mo Yeon sangat kaget, tidak
mengerti bagaimana Si Jin bisa ada di depannya, padahal tadi Si Jin ada di
atas.
Si Jin sangat
senang, ia merasa sedang di atas angin. Mo Yeon sangat kesal karena Si Jin
sengaja mendengar rekaman dari ponselnya. Si Jin membantah, ia hanya tidak
sengaja mendengarkannya. “Kalau tidak sengaja, kenapa kau tidak menutup
telingamu?” tuntut Mo Yeon kesal.
Si Jin
mendekati Mo Yeon, membuat Mo Yeon melangkah mundur. Si Jin mengatakan Mo Yeon
itu sangat imut, saat merasa akan mati, Mo Yeon mengakui perasaannya, tapi di
saat sudah selamat, Mo Yeon mengubah pikirannya. “Suara itu suaramu, kan?”
tanya Si Jin.
“Bukan
suaraku”, bantah Mo Yeon.
“Tapi itu
ponselmu.”
“Bukan, ini
bukan ponselku.” bantah Mo Yeon lagi. Kemudian ia memarahi dirinya sendiri karena
terlalu banyak bicara. Si Jin mengatakan ia merasa terhormat bisa masuk dalam
surat wasiatnya Mo Yeon.
Mo Yeon hendak
mau pergi, tapi Si Jin menahan tangannya. Ia berusaha menipu Si Jin dengan
menunjuk ke belakang Si Jin seolah-olah ada sesuatu. Namun Si Jin mengatakan ia
tidak akan tertipu lagi oleh Mo Yeon.
“Jangan
mencampakkan aku lagi. Apa kau tahu berapa kali kau mencampakkan aku?” keluh Si
Jin. Dan menarik tangan Mo Yeon untuk mendekat. Sekarang ia ingin mendengar
sendiri dari Mo Yeon apakah itu pengakuan Mo Yeon atau bukan.
“Baiklah. Aku
akan mengatakan padamu. Jadi lepaskan aku,” ucap Mo Yeon. Si Jin menatap Mo
Yeon, tidak percaya. “Aku benar-benar akan mengatakannya,” ucap Mo Yeon lagi.
“Benarkan?” Si
Jin masih belum percaya. Tapi akhirnya Si Jin melepaskan tangan Mo Yeon. Dan
sedetik kemudian, Mo Yeon berbalik dan kabur seeprti peluru.
Si Jin tidak
habis pikir dengan sikap Mo Yeon, tapi kemudian ia tertawa kecil, merasa sikap
Mo Yeon itu sungguh imut. Dan ia tidak mengejar Mo Yeon.
Ja Ae dan
Sang Hyun sedang jalan berdua, sambil membicarakan tentang Mo Yeon dan Si Jin.
Ja Ae berpikir, pepatah orang yang mengatakan bunga bahkan mekar di saat perang
ada benarnya juga, orang-orang bermesraan bahkan setelah gempa terjadi.
Sang Hyun
sependapat. Setelah melalui bencana yang besar, ia berharap Ja Ae juga mau
bertindak seperti yang lainnya. Tapi Ja Ae tidak mau. Sang Hyun menggoda Ja Ae
dengan menyinggung tentang wasiat yang ia katakan pada Ja Ae malam kemarin,
tentang folder itu.
Ja Ae
langsung marah-marah, menyuruh Sang Hyun segera menghapus folder itu. Ja Ae
mengasihani folder itu karena harus berisi file-file rahasia Sang Hyun. Ja Ae kesal,
langsung pergi meninggalkan Sang Hyun.
Di balik
sebuah bangunan, tiga tentara yang lain, Sersan Choi, Sersan Lim, dan Sersan
Kong, juga sedang membicarakan Si Jin dan Mo Yeon juga. Sersan Lim yang memenangkan
taruhan. Sersan Choi kalah dan membayar sejumlah uang untuk Sersan Lim, tapi
Sersan Choi terus bicara, menunda-nunda memberikannya. Sersan Lim sudah
mengulurkan tangannya berkali-kali, tidak berhasil mendapatkan uangnya.
Sersan Kong
berpikir, sepertinya sekarang mereka harus memanggil Dr. Kang dengan sebutan ‘kakak
ipar’. Sersan Choi protes, karena Dr. Kang dan Kapten harus menikah terlebih
dahulu, baru bisa Dr. Kang dipanggil ‘kakak ipar’. Sersan Choi juga kesal
karena ia tidak menyukai Mo Yeon dan tidak percaya seorang dokter yang cantik
dan mendapatkan bayaran yang tinggi mau berkencan dengan tentara.
Menurut Sersan
Choi, Dr. Kang menyukai Si Jin hanya karena Dr. Kang berada jauh dari Korea.
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan Dr. Kang akan berubah pikiran. Dokter
Kang pasti akan meminta Si Jin untuk pindah tugas, ataupun berhenti menjadi
tentara.
Melihat kedua
temannya terbengong, Sersan Choi kesal sendiri, mengatakan kalau kedua temannya
itu tidak akan mengerti. Lalu Sersan Choi pergi begitu saja sambil memasukkan
kembali uangnya ke dalam sakunya.
Sersan Kong
menanyakan tentang istri Sersan Choi pada Sersan Lim. Sersan Lim mengatakan
istri Sersan Choi persis seperti Dr. Kang, memiliki pendapatan yang bagus
karena tokonya berjalan dengan baik dan juga cantik. Sersan Kong tidak mengerti,
jika istri Sersan Choi miri dengan Dr. Kang, tapi kenapa Sersan Choi tidak
menyukai Dr. Kang?
Sersan Lim
tidak menjawab, ia baru sadar Sersan Choi belum membayarnya. Ia berdiri dan
mengejar Sersan Choi.
Mo Yeon
memimpin rapat dengan tim medis. Mo Yeon membicarakan tentang persediaan obat,
tapi Sang Hyun menyela, menebak kalau Mo Yeon yang ‘menembak’ Si Jin lebih
dulu. Ja Ae menyahut, menebak kebalikan dari Sang Hyun, Si Jin lebih dulu yang
‘menembak’ Mo Yeon.
Mo Yeon
mengatakan mereka adalah orang yang berpendidikan, jadi ia meminta mereka
membicarakan masalah itu di belakangnya saja. Lalu Mo Yeon kembali pada rapat
dan meminta teman-temannya untuk fokus. Mo Yeon ingin berbicara tentang tim
medis yang akan kembali ke Korea besok.
Tapi Sang
Hyun kembali menyela, menebak kalau hari jadian Mo Yeon dan Si Jin hari ini. Ja
Ae membantah, kalau besok adalah hari
jadiannya. Lalu Min Ji yang menyela, membenarkan ucapan Sang Hyun, kalau
normalnya, hari ini adalah hari jadiannya.
Mo Yeon kesal
dan menyuruh teman-temannya berhenti membicarakan itu. Tapi saat memulai
kembali rapat, ia malah salah bicara. Teman-teman Mo Yeon menertawakan Mo Yeon,
yakin kalau Mo Yeon sudah jadian.
Mo Yeon pun
kesal, Kenapa kalian semuanya tidak kembali saja ke Korea sana?. Teman-teman Mo
Yeon semakin puas menertawakan Mo Yeon.
Chi Hoon
hendak memeriksa tekanan darah Min Jae. Tapi Chi Hoon masih belum bisa menghadapi
Min Jae, tangannya gemetar dan kepercayaan dirinya hilang.
Min Jae kesal
dan berteriak pada Sang Hyun yang sedang memeriksa pasien lain, ia meminta
dokter lain yang memeriksanya. Sang Hyun menanyakan alasannya, lagipula Chi Hoon
orang pertama yang menemukannya. Min Jae menyahut, karena itulah ia mau gila
mengingat kejadian itu lagi.
Sang Hyun
mendekati Min Jae, bertanya sama siapa Min Jae ingin diobati. Ia mengusulkan Dr
Daniel? Kau tak bisa berbahasa Inggris. Atau Jang Joon Hyuk? Tapi, dia sudah
mati.
Sang Hyun
mengatakan kalau dokter bukanlah sebuah channel TV yang bisa diganti semau Min
Jae. Jadi ia meminta Min Jae untuk membiarkan Chi Hoon mengobati Min Jae jika
Min Jae memang mau sembuh. Sebelum pergi, Sang Hyun juga berpesan pada Chi Hoon
untuk mengobati Min Jae dengan baik.
Sang Hyun
pindah ke pasien yang lain, diam-diam Sang Hyun melirik ke arah Chi Hoon,
memperhatikan tingkah laku antara Chi Hoon dan Min Jae.
Mo Yeon
keluar dari medicube dan saat ada tentara yang lewat, ia berpura-pura merenggangkan
ototnya membelakangi mereka. Saat tentara itu menjauh, Mo Yeon baru bisa
bernafas lega dan memilih jalan yang lain.
Mo Yeon mengintip dari balik dinding
untuk memastikan keadaan aman, ia baru keluar. Tapi baru saja dua langkah,
ternyata ada lagi tentara yang lewat.
Mo Yeon
langsung berbalik dan kaget saat melihat Myeong Ju ada di depannya. Myeong Ju
bertanya apa yang sedang dilakukan Mo Yeon. Mo Yeon menjawab, tida melakukan
apa-apa. Myeong Ju tidak percaya, ia merasa Mo Yeon sedang mencoba bersembunyi
dari rasa malu. Mo Yeon tidak
menyangkal, dan menyuruh Myeong Ju mengurus urusannya sendiri saja.
“Ternyata kau
berani juga ya? Bagaimana kau bisa berpikir berkencan dengan Big Boss Tim
Alpha?”, tanya Myeong Ju.
Mo Yeon
meminta izin menanyakan satu hal pada Myeong Ju. Ia ingin tahu apakah memiliki
pacar seorang tentara tidak mengganggu Myeong Ju karena pekerjaan Sersan Seo
sama berbahayanya dengan Kapten Yoo.
Myeong Ju
menjawab, ia tidak khawatir dan takut dengan pekerjaannya. Yang ia takutkan
jika berada jauh darinya. Ia tidak merasa khawatir lagi sekarang karena bersama-sama
bertugas di sini. Mo Yeon tertegun memikirkan jawaban Myeong Ju.
Si Jin duduk
di tangga di depan kantor komandonya sambil menatap batu putih dan
melempar-lempar dan menangkap kembali batu itu.
Myeong Ju
menangkap batu itu. Ia bertanya kenapa Si Jin duduk sendirian di sana. “Aku
merenungkan sesuatu. Omong-omong, bisakah ia mengajukan pertanyaan? Apakah
tidak mengganggumu memiliki pacar seorang tentara? “ tanya Si Jin.
Myeong Ju
mengomel sendiri, kesal karena Mo Yeon juga mengajukan pertanyaan yang sama
padanya dan menyuruh Si Jin berbicara pada Mo Yeon.
Si Jin ingin
tahu apa yang Myeong Ju katakan pada Mo Yeon. Tapi Mo Yeon tidak mau
memberitahukan Si Jin, ia menyuruh Si Jin menanyakan langsung pada Mo Yeon.
Lalu Myeong
Ju teringat dengan batu yang masih ia pegang dan bertanya untuk apa batu itu.
Kau mau melempari siapa? tanya Myeong Ju. Si Jin meminta batunya kembali karena
ia sedang memikirkannya.
Myeong Ju
menolak memberikannya dan menantang Si Jin untuk mengambilnya sendiri. Myeong
Ju berjalan mundur. “Jangan lakukan sesuatu yang akan kau sesali,” ucap Shi
Jin.
Dan ternyata,
Myeong Ju malah menabrak seseorang dibelakangnya. Dan itu adalah Dae Young.
Myeong Ju masih marah dan berniat pergi, tapi Dae Young menahannya,“Sudah
kubilang kau akan menyesal,” ucap Shi Jin, menggoda Myeong Ju. Dae Young
mengomentari Si Jin dan Myeong Ju yang kelihatannya sangat akrab.
Myeong Ju
kesal, memangnya ia tidak boleh berteman dengan pria lain. Dae Young
mengomentari Myeong Ju yang sepertinya masih marah padanya. “Siapa yang tidak
marah? Memangnya aku memintanya tiga kali dalam sehari setiap habis makan.
Bagaimana bisa kau melarikan diri saat aku memintanya. Berguling sana seumur
hidupmu,” marah Myeong Ju.
Si Jin
berdiri dari tangga dan mendekati Myeong Ju dan Dae Young, menggoda Myeong Ju
yang meminta sesuatu tentang pria dan wanita. Myeong Ju membantahnya, kalau
yang ia inginkan hanya Dae Young memegang tangannya dan memeluknya saja. Tetapi
Dae Young hanya memegang bahunya atau lengannya. Myeong kesal karena Dae Young
benar-benar bodoh.
Myeong Ju
mengembalikan batu itu pada Si Jin dan menyuruhnya melemparkan batu itu pada
Dae Young saja. Setelah itu, Myeong Ju pun pergi. Si Jin tertawa geli menggoda Dae
Young. Dae Young menyuruh Si Jin berhenti karena kalau Si Jin terus seperti
itu, tidak tahu apa yang akan ia lakukan pada Si Jin.
Si Jin malah
menantang, “Kenapa? Apa kau akan memegang bahuku juga?” lalu berbalik masuk ke dalam kantor, sambil
mengatai Dae Young yang kaku dan bodoh. Dae Young menghela nafasnya dan
berpaling, melihat Myeong Ju yang berjalan menjauh. Myeong Ju terlihat masih
marah menendang batu yang ada di depannya.
Esok paginya,
seperti biasa para tentara berlari mengelilingi camp tanpa mengenakan baju. Mo
Yeon, Min Ji, dan Ja Ae menikmati pemandangan itu. Min Ji dengan usilnya menipu
Mo Yeon dengan mengatakan, “Kapten Yoo, Annyeong haseyo.”
Mo Yeon
langsung kaget dan berlari tanpa menoleh kebelakang. Min Ji heran melihat
tingkah Mo Yeon dan berkomentar, Mo Yeon itu gampang sekali ditipu dan berlari hingga ke kantor Si Jin dan beristirahat di bawah jendela, tanpa
menyadari Si Jin sedang melamun menyanggah dagu dengan tangannya.
Mo Yeon kaget
setengah mati saat melihat Si Jin yang tersenyum senang melihatnya. Mo Yeon
heran kenapa Si Jin bisa ada di sana.
“Aku memang
ada di sini dari tadi,” ucap Shi Jin dengan ekpresi super cute. Mo Yeon baru
sadar kalau ia dikerjai oleh Min Ji dan menjadi kesal sendiri. “Kenapa? Apa
mereka menggodamu lagi?” tanya Shi Jin.
“Ini semua
karena kau!” kesal Mo Yeon. Ia kaget sendiri dengan jawaban spontannya itu dan
Si Jin makin senang mendengarnya. Mo Yeon mengatakan kalau ia sibuk dan akan
pergi rapat. Mo Yeon akan pergi tapi Shi Jin memegang tangan Mo Yeon. Si Jin
mengajak Mo Yeon pergi bersamanya karena ia juga harus ke sana. Mo Yeon
menolak, mengatakan akan pergi sendiri. “Bagaimana kalau kau berada dalam
bahaya lagi?”, desak Shi Jin.
“Aku akan
menghubungimu jika itu terjadi”, sahut Mo Yeon. Shi Jin bertanya kenapa Mo Yeon
terus menghindarinya saat ia mengakui perasaannya pada Mo Yeon. Dan sekarang
juga menghindarinya, setelah Mo Yeon menyebut namanya di dalam wasiat Mo Yeon
itu. Mo Yeon membantah, itu bukan wasiatnya.
“Bukannya kau bilang hatimu merasa bahagia?”
ucap Si Jin. Lagi-lagi Mo Yeon membantah, itu bukan suaranya.
Si Jin
mengatakan ia tidak meminta Mo Yeon mengakui perasaan Mo Yeon yang sebenarnya.
Si Jin meminta Mo Yeon untuk tidak malu karena ia mengetahui perasaan Mo Yeon
karena itu tidak mengubah kenyataan kalau dirinya lebih menyukai Mo Yeon.
Si Jin memuji
Mo Yeon yang terlihat cantik hari ini. Mau tidak mau Mo Yeon tersenyum, tersipu
malu dan mulai luluh. Si Jin melihat Dae Young yang datang, lalu ia berpesan
akan menemui Mo Yeon di gerbang depan 10 menit lagi. Lalu, Si Jin menutup
jendela bagian dalam.
Mo Yeon
menutup daun jendela yang bagian luar dan pada saat yang bersamaan, Myeong Ju
muncul dan terlihat penasaran kenapa Mo Yeon bisa ada di sana, tapi Myeong Ju
tidak bertanya apa pun pada Mo Yeon.
Setelah Mo
Yeon pergi, Myeong Ju membuka kembali daun jendela itu dan pada saat yang
bersamaan, Dae Young juga membuka daun jendela yang satunya lagi. Myeong Ju
kaget tapi sesaat kemudian wajahnya berubah, Myeong Ju masih kesal pada Dae
Young. Myeong Ju cepat-cepat berlalu dari sana.
Ki Bum sedang
membaca buku untuk ujian kelulusan SMA dan Ye Hwa sedang membantu mengobatinya
dengan metode akupuntur. Ki Bum memuji Ye Hwa yang seorang suster tapi pintar
akupuntur. Ki Bum bertanya apakah Ye Hwa juga belajar pengobatan cina.
Ye Hwa
berkata kalau ia tidak pernah belajar, ia hanya melihatnya dari ayahnya yang seorang
dokter pengobatan cina. Ki Bum sangat kaget, khawatir pengobatan Ye Hwa itu
malah membuat kondisinya buruk. Ki Bum hendak berdiri, tapi Ye Hwa memarahi Ki
Bum. Terpaksa Ki Bum kembali berbaring.
Ki Bum
bertanya dari mana asal Ye Hwa karena aksen bicara Ye Hwa agak sedikit
berbeda. Ye Hwa mengaku ia orang goryeo.
Ki Bum langsung kaget, berpikir kalau Ye Hwa benar-benar dari Goryeo. Teman Ki
Bum melemparkan bajunya pada Ki Bum, kesal karena Ki Bum tidak tahu tentang hal
itu saja. Ye Hwa berpikir kalau Ki Bum tidak akan lulus ujian.
Si Jin dan Mo
Yeon dalam perjalanan selesai dari rapat dengan para staf PBB. Mo Yeon merasa
rapatnya sama sekali tidak terkesan kaku. Ia tidak pernah menyangka kalau staf
PBB itu orang-orangnya sangat menyenangkan. “Mereka hanya bertemu di saat-saat
darurat, jadi humor itu adalah suatu keharusan…,” ucap Si Jin.
Mo Yeon
merasa kondisi seperti itu mirip dengan Si Jin. Si Jin selalu bercanda di dalam
keadaan yang buruk. Tapi menurut Shi Jin, bersikap serius dalan keadaan serius
hanya akan memperburuk keadaan. Mo Yeon menanyakan bagaimana perasaan Si Jin
saat harus melakukan sesuatu yang harus dilakukan. “Apa kau merasa bangga?”
“Aku kesal
karena tak bisa punya pacar,” sahut Si Jin. Mo Yeon tertawa. Lalu Shi Jin
bertanya berapa banyak pacar yang sudah dimiliki oleh Mo Yeon. Mo Yeon tertawa,
tidak percaya Si Jin bertanya tentang itu padanya. Si Jin mendesak, siapa lagi
yang bisa menanyakan itu pada Mo Yeon.
Mo Yeon
tertawa dan berpikir jawaban yang akan ia berikan pada Si Jin. Pada saat itu,
tiba-tiba sesuatu meledak di bawah mobil yang mereka naiki dan mobil menjadi sulit
dikendalikan, hingga menabrak sesuatu dan akhirnya berhenti.
Mo Yeon
bertanya pada Si Jin, apa yang terjadi. Si Jin menyuruh Mo Yeon diam di tempat
dan mengatakan akan memeriksanya. Si Jin mengambil batu kecil dan melempar ke
arah belakang mobil, tidak terjadi apa-apa. Si Jin mengatakan pada Mo Yeon,
jika ia tidak salah, di sini ada ranjau di sana.
Si Jin
kembali mengambil suatu benda yang lebih besar dari dalam mobil dan melempar
dengan jarak lebih jauh dan terjadi ledakan. Mo Yeon pun panik menanyakan, “Apa benar itu
ranjau? Apa kita tadi melewatinya?”
Si Jin
membenarkan, mungkin gempa sudah membuat ranjau itu berpindah ke sini. Si Jin
memperingatkan Mo Yeon untuk tidak pergi sendirian karena mereka dikelilingi
oleh ranjau. Mo Yeon mencoba mengambil ponselnya, tapi tidak ada sinyal. Begitu
juga dengan walkie talkie-nya Si Jin.
Si Jin
mengambil tas dan beberapa bendera merah dan benda yang lain. Ia memberitahukan
Mo Yeon bahwa mereka harus keluar dari sana. Ia mengingatkan Mo Yeon untuk
melangkah tepat di tempat ia berpijak sebelumnya. Ia berjanji Mo Yeon tidak
akan mati, jadi Mo Yeon tidak usah khawatir. Mo Yeon tersenyum.
Mo Yeon
berjalan mengikuti Si Jin yang terus memeriksa permukaan tanah. Mo Yeon
bertanya apa yang terjadi jika seandainya mereka menginjak ranjau. “Tidak ada
yang bisa dilakukan. Tidak seperti di film, jika kau menginjak ranjau, maka
ranjau akan meledak,” jelas Si Jin.
Si Jin
menemukan satu ranjau dan meminta bendera merah pada Mo Yeon. Si Jin mengatakan
satu-satunya cara menghindari ranjau adalah dengan melangkah perlahan. “Jadi
rileks saja dan nikmati pemandangan ‘seksi’ ini,” ucap Si Jin lagi.
Mo Yeon
tertawa kecil, mengatakan kalau leluconnya Si Jin bermanfaat pada saat seperti
sekarang. Si Jin membenarkan kalau lelucon dapat membuat rileks, tapi
leluconnya sebuah fakta. Mo yeon tertawa, mengatai Si Jin yang narsis.
Mereka
perlahan-lahan berjalan menghindari banyak ranjau yang dipasangi bendera. Mo
Yeon berjongkok menghela napas lega setelah berhasil melewati ranjau. Ia mengeluh
kenapa ia selalu berada di ambang kematian dan telah merusak dua mobil. Si Jin
membenarkan itu.
“Aku selalu
ingin seperti di film romantis tapi jadinya seperti di film laga. Kau telah
merusak dua mobil. Apa kau tak mau merusak lipstikmu juga? Kau membawa
lipstikmu kan?” tanya Si Jin.
Si Jin
memasang sebuah papan untuk menuliskan peringatan di sana dengan menggunakan
lipstick Mo Yeon. Mo Yeon menambahkan gambar tengkorak di sana, mengatakan
kalau tidak semua orang mengerti bahasa inggris. Si Jin tersenyum, menyetujui
ide Mo Yeon.
Si Jin dan Mo
Yeon berjalan kaki pulang ke kamp. “Aku bukannya mau mengeluh. Hanya mau
meluruskannya saja. Apa kita harus berjalan kaki kembali ke camp?” tanya Mo
Yeon.
Si Jin
menjawab, untuk saat ini sepertinya begitu dan akan sampai besok pagi jika
hanya dengan kecepatan seperti ini.
Mo Yeon
mendesah kecewa. Si Jin mengatakan jika bosan berjalan kaki, mereka bisa
berjalan sambil berpegangan tangan. “Tidak, terima kasih”, sahut Mo Yeon,
spontan. Si Jin mengingatkan kalau Mo Yeon menyebut namanya dalam rekaman
wasiat Mo Yeon. Mo Yeon menyangkal hal itu.
Si Jin mengeluh,
merasa tidak mendapatkan hadiah setelah menyelamatkan Mo Yeon. Sikap Mo Yeon
sangat berbeda antara sebelum dan setelah bahaya terjadi, Mo Yeon berbeda saat
pagi dan sore hari. “Aku? Memangnya aku seperti apa pada saat malam dan pagi
hari?”.
“Pagi hari,
kau sangat cantik. Malam hari, kau semakin cantik,” goda Si Jin. Mo Yeon tidak
percaya pada Si Jin. Ia meminta Si Jin jujur padanya. “Kau pasti sudah
mengencani banyak gadis, kan?”.
Si Jin
mengeluh kenapa wanita selalu menanyakan itu padanya. Mereka marah kalau ia
bilang ya dan tidak percaya kalau ia bilang tidak. Mo Yeon bertanya siapa yang
marah dan siapa yang tidak percaya.
Si Jin tidak
menjawab dengan mengalihkan pada truk yang akan lewat. Mo Yeon menebak manta Si
Jin sudah sebanyak penumpang truk itu kan?
Mo Yeon
berdiri di tengah jalan dan melambaikan tangannya. Tapi truk itu tidak mau
berhenti dan Si Jin sampai harus menarik Mo Yeon ke pinggir. “Sepertinya
penduduk lokal tidak menganggapmu cantik,” goda Si Jin.
Mo Yeon
merengut kesal dan untungnya ada truk lagi yang akan lewat. Si Jin bertanya apa
Mo Yeon mau mencegat truk itu dengan menggunakan pistol. Si Jin mengeluarkan
pistolnya, tapi Mo Yeon langsung mencegahnya, menyuruh Si Jin diam di tempat.
Mo Yeon melambai-lambaikan tangannya lagi dan truk itu hanya melewati mereka.
“Aku suka idemu.
Cepat curi truknya,” ucap Mo Yeon. Si Jin menunjuk ke belakang dan ternyata
truk itu berhenti dan sopirnya melambaikan tangan, mengajak Si Jin dan Mo Yeon
naik.
Setelah
mendapat tumpangan, Mo Yeon memuji di negara mana pun petani pasti baik. Si Jin
berkomentar, Mo Yeon mengatakan hal berbeda saat sebelum dan sesudah mendapat
tumpangan. Mo Yeon tersenyum, lalu berterima kasih karena Si Jin menyelamatkan
hidupnya lagi.
Si Jin merasa
ia malah jauh lebih aman saat Mo Yeon berada di belakangnya. Mo Yeon tersenyum
lagi dan berkata mulai sekarang ia akan hidup dengan baik. “Dengan orang lain?”
tanya Si Jin. “Jika dengan pria lain, kau tak perlu hidup bahagia.”
Lalu Shi Jin
bertanya tentang jawaban yang diberikan Myeong Ju saat Mo Yeon bertanya tentang
perasaan memiliki pacar seorang tentara. Mo Yeon mengira Myeong Ju pasti
melapor pada Si Jin, tapi Si Jin mengatakan Myeong Ju menyuruhnya menanyakan
langsung apa jawabannya pada Mo Yeon.
“Letnan Yoon
bilang berpisah dari kekasihnya lebih menakutkan daripada pekerjaan kekasihnya
itu,” ucap Mo Yeon. Si Jin menanyakan bagaimana dengan mereka, apakah mereka
akan segera berpisah. Si Jin bertanya apakah nama Mo Yeon ada dalam daftar
penumpang yang akan kembali ke Korea.
Mo Yeon
mengatakan tidak. Namanya tidak ada dalam daftar itu karena Si Jin. Ia ingin
menghabiskan lebih banyak waktu bersama Si Jin. Mo Yeon tersenyum, mengatakan
kalau ia baru saja mengakui perasaannya pada Si Jin. “Haruskan aku minta maaf?”
tanya Mo Yeon.
Si Jin
menanyakan menurut Mo Yeon bagaimana responnya sekarang. Tanpa jawaban dari Mo
Yeon, Si Jin menarik tangan Mo Yeon dan langsung mengecupnya. Lalu berhenti melihat
bagaimana reaksi Mo Yeon. Kali ini Mo Yeon tidak menolak, bahkan ia memulai berbalik Si Jin lagi.
Bersambung ke part 2…
Komentar:
Akhirnya, Mo
Yeon dan Si Jin sudah resmi kembali berpacaran. Tidak sia-sia juga usaha Si Jin
selama ini untuk tidak pernah menyerah, meski sudah ditolak sebanyak tiga kali.
Itu karena Si Jin tahu Mo Yeon menyukainya tetapi pekerjaannya membuat Mo Yeon
ragu untuk menerimanya. Jadi ia tidak memaksa Mo Yeon dan memberikannya waktu
dan ruang untuk berpikir, bahkan di saat suara rekaman wasiat Mo Yeon telah
disiarkan, Si Jin pun tak memaksa Mo Yeon. Ia bersabar menunggu Mo Yeon hingga
Mo Yeon bisa menerimanya.
Mungkin
jawaban Myeong Ju juga yang membuat Mo Yeon sadar dan berani menerima Si Jin.
Bukan pekerjaan kekasihnya yang membuatnya takut dan khawatir, tapi yang paling
ditakutinya berada jauh dari kekasihnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar